Monday 22 December 2014

Resep Sup Jagung



Dalam setahun ini, berat badanku naik turun drastis. Di bulan Januari sampai dengan Maret 2014, berat badanku di angka 46 kg. Setelah aku divonis oleh dokter, hamil - berat badanku naik drastis. Dari bulan April sampai September 2014, berat badanku di angka 65 kg. Dalam hitungan enam bulan, berat badanku naik 19 kg. Enam puluh lima kilogram adalah angka rekor muriku. Selama 27 tahun aku hidup di dunia ini, ini kali pertama aku berada di angka itu. Dan sekarang di bulan Desember 2014, berat badanku kembali mendekati angka normal, yaitu 50 kg. Masih berharap sih, aku bisa kembali di angka 46 kg. Tetapi suamiku dan orang-orang terdekatku mengatakan aku jauh terlihat lebih segar di angka ini (50 kg). 

Penurunan berat badanku yang drastis tentu saja tidak datang secara tiba-tiba dan begitu saja. Aku melakukan diet ketat selama 2,5 bulan untuk bisa mengurangi berat badanku sebanyak 15 kg. Yang kulakukan tentu saja dengan mengurangi makanan yang masuk ke mulutku. Mungkin inilah salah satu hal positif yang kuperoleh dengan berpulangnya anak kami kepadaNya. Aku tidak perlu makan banyak demi produksi asiku. Aku bisa melakukan diet ketat karena aku tidak perlu memikirkan asupan nutrisi bayiku. Tidak seperti ibu-ibu lainnya, yang baru melahirkan, yang tidak diizinkan untuk diet ketat karena masih harus memberikan nutrisi kepada bayi mereka. Aku bisa menurunkan berat badanku kembali tanpa harus memikirkan bayiku.

Di satu sisi, memang aku tidak terlalu suka makan. Aku selalu berharap suatu hari nanti manusia bisa menemukan solusi untuk tidak perlu makan dan bisa bertahan hidup. Ajaibnya ketika aku hamil, aku sangat suka makan. Jadi, tidak heran bukan selama aku hamil kurang lebih tujuh bulan, berat badanku naik 19 kg. Lagi, hal kecil yang kembali aku syukuri, setelah masa kehamilanku berakhir, aku kembali ke kebiasaanku semula, tidak suka makan sehingga membantuku daam mengurangi berat badanku.

Selain mengurangi makanan, aku sangat terbantu dengan kesenanganku yang suka berjalan kaki. Untuk melakukan aktivitasku, aku jauh lebih memilih untuk berjalan kaki dibandingkan harus naik ojek atau angkot. Apabila masih memungkinkan untuk dilalui dengan jalan kaki, aku akan berjalan kaki. Dan ini juga sangat membantuku di dalam menguangi berat badanku.

Menu favoritku selama aku melakukan diet ketat adalah sup jagung. Resep sup jagung ini sebenarnya aku peroleh dari berbagai sumber dan akhirnya aku modifikasi dan kuracik sendiri. 

Bahan yang dibutuhkan :
  • 6 biji ceker ayam
  • 4 ampela ayam, dipotong-potong sesuai selera
  • 4 hati ayam, dipotong-potong sesuai selera
  • 4 buah tahu, dipotong-potong sesuai selera
  • tiga tongkol jagung muda besar, disisir dulu
  • dua butir telur
  • 1 buah bawang bombay, diiris halus
  • 6 siung bawang merah, dihaluskan
  • 4 siung bawang putih, dihaluskan
  • 4 butir lada putih, dihaluskan
  • 2 sendok makan gula pasir
  • 1 sendok makan tepung maizena, dilarutkan dengan air
  • garam secukupnya
  • margarin secukupnya untuk menumis
Cara memasak :
  • Rebus ceker, ampela, dan hati ayam sampai mendidih.
  • Masukkan jagung dan tahu
  • Tumis bawang merah, bawang putih, lada putih menggunakan margarin, dilanjutkan dengan bawang bombay. Setelah aromanya ke luar, masukkan ke dalam rebusan ceker, ampela, dan hati ayam. Aduk.
  • Masukkan telur ke dalam air rebusan, aduk
  • Masukkan garam dan gula
  • Masukkan tepung maizena, aduk
  • Angkat dan sajikan
Satu lagi tips untuk mnegurangi berat badan adalah tidak makan malam. Untuk prestasiku di dalam mengurangi berat badan, aku mengucap syukur kepada Dia yang selalu ada untukku. Terima kasih Tuhan.

Kue nastar, kue natal favoritku

Kue natal selanjutnya yang aku ingin masak setelah kastengel dengan oven dan mixer baruku adalah kue nastar. Sebenarnya dari awal aku berencana membeli oven dan mixer, kue pertama yang ingin kumasak adalah kue nastar. Mengapa? Karena kue nastar  adalah kue natal favoritku. Akan tetapi karna aku sedikit kesusahan mencari buah nanas untuk selainya, dimana aku harus melakukan pemesanan buah nanas terlebih dahulu ke mas-mas tukang sayur perumahan, maka aku memasak kastengel sebagai kue natal pertamaku.
Sedikit cerita mengenai kue nastar. Kue ini pertama kali diperkenalkan oleh almarhum Bou Sonti kepadaku. Dan aku langsung jatuh cinta dengan kue ini. Dulu ketika dia masih hidup, tiap tahun ketika natal tiba, kue ini  selalu hadir di samping berbagai jenis kue natal lainnya, dimana semua kue natal itu adalah buatan almarhum Bou Sonti. Kue yang hanya bisa aku makan sekali dalam setahun karena almarhum Bou Sonti hanya memasaknya di bulan Desember. Aku kaget ketika tiba di perantauan ini, ternyata kue nastar bukan hanya menjadi salah satu jenis kue natal, tapi juga menjadi kue lebaran bagi umat muslim. Inilah salah satu sukanya menjadi perantau, mengetahui kebiasan hidup dari masyarakat yang berbeda agama dengan saya. Alhasil, aku memiliki dua kali kesempatan dalam setahun untuk menikmati kue nastar, yakni hari natal dan lebaran.

Walaupun tiap tahun, almarhum Bou Sonti selalu membuat kue nastar di rumah orang tuaku, aku tidak pernah tahu apa resepnya. Hal ini disebabkan, almarhum Bou Sonti tidak pernah mengizinkanku untuk membantunya membuat kue. Dan apabila aku menanyakan resep makanan, bukan hanya resep kue nastar, dia tidak pernah mau memberitahukanku. Dia akan balik menjawabku, untuk apa itu, kau tidak perlu tahu. Selain tidak bersedia memberikan resep kepadaku, dia juga lebih memilih kakakku untuk membantunya setiap kali membuat kue natal. Sementara aku, kebagian tugas untuk mencuci setiap perlengkapan memasak setelah eksekusi kue selesai dan memasak makanan untuk semua penghuni rumah ketika mereka sibuk di dalam proses pembuatan kue-kue natal. Kalau aku datang mendekat, dia akan mengusirku dan menyuruhku membantu ibuku saja. Padahal kan, aku sangat tidak suka dekat-dekat dengan ibuku. Karna dekat dia sama saja mengikhlaskan diri untuk dipukul dan dimarahi. Jujur, saat itu aku kesal pada almarhum Bou Sonti. Aku ingin sekali terlibat dalam pembuatan kue. Dan aku sangat membenci mencuci perlengkapan kue. Ini menjadi salah satu alasan mengapa dulu aku membenci liburan natal. Aku dipaksa untuk melakukan sesuatu yang tidak kusukai. Dulu, aku sering berharap seandainya liburan sekolah tidak pernah ada, aku sangat suka ke sekolah, jauh dari rumah orang tuaku dan dari orang-orang yang di dalamnya. Jadi, ketika menonton film Harry Potter, aku sangat mengerti perasaannya ketika dia harus pulang ke rumah paman dan bibinya di hari libur sekolah. Sama seperti Harry Potter, aku lebih memilih untuk menghabiskan waktuku dengan teman-teman dibandingkan harus menghabiskan liburan sekolah dengan cercaan dari ibuku.

Karena Bou Sonti tidak pernah mengizinkanku untuk terlibat dalam memasak kue bersamanya, maka aku sering sekali melakukannya sendirian. Ketika dia tidak di rumah, aku mencoba membuat kue dengan membaca resep-resep kue dari koran atau majalah bekas. Dan ketika kueku gagal, ibuku akan sangat besar, pertama ibuku tidak bisa mentoleransi kegagalan dan yang kedua menurut ibuku  aku telah membuang bahan-bahan kue yang menurut dia hal itu hanya boleh dilakukan anak orang kaya, dan aku adalah anak tukang becak, perkataan yang selalu dikumandangkan oleh ibuku. Dulu ketika orang tuaku memarahiku dengan alasan merasa sayang dengan bahan kue itu, aku selalu berharap memiliki uang sendiri dan mengganti kerugian ibuku. Sialnya dulu aku tidak punya uang, jadi aku harus pasrah dimarahi dan bahkan dipukul setiap kali aku mengalami kegagalan. Hukuman paling menyebalkan yang kuterima ketika kue-kueku gagal selain kena pukul adalah ibuku memaksaku untuk menghabiskan semua kue yang gagal itu, tidak boleh dibuang, bagaimana pun rasanya! Ironisnya ketika kueku berhasil, ibuku tidak pernah memujiku.

Kembali pada kue nastar. Setelah aku merantau, almarhum Bou Sonti masih bersedia mengirimkanku kue nastar. Akan tetapi setelah dia meninggal, di rumah orang tuaku tidak pernah ada lagi acara memasak kue. Aku pun tidak imemakan kue nastar lagi. Semangatku untuk membuat kue natal pun memudar karena aku tahu ibuku tidak akan mentolerir setiap kegagalan yang mungkin terjadi ketika proses pembuatan kue. Alhasil, daripada dipukul dan diomeli, aku memilih untuk tidak membuat kue natal. Dan ibuku pun akhirnya tidak ada pilihan, dia membeli kue-kue natal di pasar.

Kemarin, setelah sekian tahun tidak menyentuh peralatan pembuatan kue, aku berhasil membuat kue nastar pertamaku dengan resep dari buku Kitab Masakan. Buku ini adalah hadiah ulang tahun pertama dari suamiku, setelah kami sebulan menikah. Dia membelikanku buku ini karena dia tahu aku sangat senang belajar, belajar berbagai hal, termasuk memasak. Ya, dalam hidup ini banyak hal yang bisa kulakukan dengan belajar sendiri dari buku dan internet. Walaupun aku hidup dengan almarhum Bou Sonti yang pandai memasak dan bersolek akan tetapi dia tidak mau membagi ilmunya denganku. Sampai saat ini, aku pun tidak tahu mengapa dia tidak mau membagi ilmunya kepadaku. Walaupun demikian, aku tetap mencintainya. Dan aku selalu merindukannya.

Inilah kue nastarku..


Wednesday 17 December 2014

Kue Natal Pertamaku, kue kastengel

Kue kastengel pertama kali  aku makan setelah merantau di Pulau Jawa ini. Awalnya aku tidak terlalu suka dengan kue kering ini. Mungkin karena lidahku belum terbiasa dengan keju, dimana kue ini mengandung banyak keju. Maklum saja aku dibesarkan dengan makanan yang mengandung babi dan berbumbu. Singkat cerita, setelah banyak bergaul dengan mereka yang beragama muslim, tak jarang aku disuguhkan dengan kue kastengel ini yaitu ketika hari raya mereka tiba. Lama-lama aku pun mulai menyukai kue ini dan penasaran untuk membuatnya. Akan tetapi, keinginan itu baru bisa terlaksana di bulan ini. Tentu saja setelah aku berburu oven dan mixer terlebih dahulu. Dengan semangat menyambut natal, aku pun berencana untuk membuat kue ini menjadi kue natal pertamaku.

Di kampung di mana aku dibesarkan, kue kastengel belumlah familiar untuk dijadikan kue natal. Seperti yang saya sebutkan di atas mungkin karena kue ini mengandung keju yang sangat banyak, sementara kami orang Batak yang tinggal di kampung masih belum familiar dengan rasa dari keju. Kue natal di kampung yang paling terkenal adalah kembang loyang, kacang tojen, dan sekarang lebih berkembang dengan adanya kue nastar, putri salju, dan lain sebagainya.

Sebelum membuat kue ini, aku terlebih dahulu melakukan research mengenai cara membuat kue ini. Ada begitu banyak resep kue kastengel yang aku temukan di internet dan hal itu membuatku semakin bingung untuk memutuskan resep mana yang akan aku pakai karena semua resep menjanjikan kue kastengel yang enak, renyah, dan gurih. Selain melakukan research, aku juga meminta resep kue kastengel dari mantan teman sekantor yang adalah ahli membuat kastengel. Dari awal aku sudah berencana untuk melakukan resep kue kastengel dari mantan teman sekantor, akan tetapi resep yang dia berikan adalah untuk 1 kg tepung terigu protein rendah. Aku merasa kasihan dengan suamiku yang akan dengan terpaksa memakan kue kastengelku kalau misalnya itu gagal. Sebenarnya aku adalah tipikal orang yang bersedia mengambil resiko. Dalam kasus ini karena melibatkan suamiku yang selalu  menjadi korban untuk setiap hasil masakanku, aku pun memutuskan untuk tidak memakai resep mantan teman sekantorku dengan sangat tepat.

Aku memutuskan untuk memodifikasi setiap resep yang aku baca termasuk dengan resep dari mantan teman kantorku. Dan inilah resep kue kastengelku :
Bahan :
  • 450 gram tepung terigu (aku memilih kunci biru premium khusus untuk kue kering, bogasari), diayak 
  • 50 gram tepung maizena, diayak 
  • 350 gram margarin (aku memakai margarin curah)
  • 100 gram butter (aku memakai mentega curah)
  • 6 kuning telur
  • 350 gram keju  edam (aku memakai cheesy rasa edam), diparut
  • 1 sdt baking powder
Untuk olesan :
  • 100 gram keju cheddar (aku memakai diamond), diparut
  • 3 kuning telur, kocok lepas
Cara membuat:
  • Kocok kuning telur dengan kecepatan maksimal mixer selama lima menit, kemudian masukkan margarin, dilanjutkan dengan butter. Lalu kocok sampai 2 menit dengan kecepatan mixer yang sama.
  • Kurangi setengah kecepatan mixer, masukkan keju parut, tepung terigu, tepung maizena, dan baking powder. Kocok selama 1 menit. Setelah itu aduk rata menggunakan spatula.
  • Pipihkan adonan dan cetak sesuai selera. Aku menggunakan cetakan kue kastangel dan cetakan kue lainnya.
  • Masukkan ke dalam piring oven yang telah diolesi margarin. 
  • Sebelum dimasukkan ke dalam oven, olesi permukaan adonan yang sudah dicetak dengan kuning telur dan taburkan keju parut.
  • Panggang adonan dengan oven bersuhu 160 derajat celcius selama 20 menit. (Aku memakai oven Hock no. 3)
  • Keluarkan dan dinginkan, sebelum disimpan ke stoples dicicipi dulu baru difoto dan upload ke media sosial. hehehe..
tadaaaaa...inilah kue kastangel buatanku dengan resep modifikasi dari yang aku sebutkan di atas.


Kue kastengel pertamaku sungguh sangat memuaskanku. Awalnya aku sudah kuatir kue ini akan gagal karena ini baru pertama kalinya aku membuatnya apalagi dengan memodifikasi berbagai resep yang kubaca dari internet dan resep dari mantan teman kantor. Melihat hasil dari resep racikanku, aku menjadi sangat bangga pada diriku sendiri dan akhirnya kuputuskan untuk menuliskannya sebelum aku lupa. Tidak sia-sia aku berdoa kepada Tuhan sepanjang membuat kue ini. Aku jadi lupa dengan rasa lelah ketika hunting oven dan dalam membuat kue ini. Menurutku rasanya renyah dan enak. Aku tidak sabar untuk memberikan kue ini dimakan oleh suamki. Untung saja rasa dan bentuknya oke karna kalau tidak, aku akan sangat kasihan melihat suamiku menghabiskannya seperti yang sudah-sudah, ketika masakanku gagal.

Dengan adanya mixer dan oven di rumahku sekarang, aku semakin bersemangat untuk mencoba berbagai jenis resep kue. Apalagi dengan kondisi dimana suamiku selalu bersedia menghabiskan setiap masakan yang kumasak walaupun rasanya tidak selalu sesuai dengan yang diharapkan. Itulah salah sati keberuntunganku, mendapatkan suami yang tidak suka memilih-milih makanan. Walaupun demikian, aku selalu berusaha untuk menghasilkan masakan yang sesuai dengan lidahnya karena aku sangat mencintainya. Dan aku berharap, melalui masakanku dia bisa merasakan betapa aku mencintainya dan bersyukur memilikinya sebagai suamiku.

Untuk hari ini, aku berterima kasih kepadaMu, Tuhan.

Thursday 4 December 2014

budaya kolektif versus budaya individual

Namaku Jordan, aku lahir dan dibesarkan di sebuah desa kecil di negara Indonesia. Orang tuaku bukan orang yang memiliki pendidikan dan mereka hidup dengan adat Batak menjadi standarnya. Karena orang tuaku orang Batak, maka aku pun adalah orang Batak. Orang Batak merupakan salah satu suku di Indonesia yang menggunakan sistem patrilineal di dalam sistem budayanya. Dan karena aku lahir dan dibesarkan di desa  di mana mayoritas yang tinggal di desa itu adalah orang Batak, maka aku pun memiliki pengetahuan yang cukup banyak mengenai kebiasaan orang Batak,  aku fasih menggunakan bahasa Batak. Walaupun keahlihan ini tidak berarti banyak dan sama sekali tidak dibutuhkan di dalam perkembangan dunia bisnis di zaman sekarang ini. Jadi, tidak mengherankan apabila banyak orang Batak yang tidak tahu bahasa Batak. Alasannya satu, memahami bahasa Batak tidak memberikan keuntungan secara mater i!!

Aku sangat mencintai adat Batak khususnya filsafat hidup orang Batak yang mengutamakan hubungan antar manusia. Keutuhan hubungan antar manusia menjadi inti dari filsafat hidup orang Batak, walaupun di zaman sekarang hal ini sudah mengalami pergeseran makna, dimana hubungan antar manusia yang diharapkan hanya akan utuh apabila adanya uang di dalamnya. Pamrih menjadi tiket untuk keutuhan hubungan ini. Akhirnya menjadi makhluk individual seperti yang disosialisasikan budaya barat ke Indonesia menjadi sangat berkembang di Indonesia. Hubungan yang pamrih sudah menjadi hal yang sangat menggangu untuk keutuhan sebuah hirarki jiwa. Orang-orang di sekitarku mulai meninggalkan budaya kolektif dan beralih ke budaya individual. Hubungan antar manusia sudah tidak menjadi standar kehidupan lagi. Uanglah yang menjadi standar hidup saat ini. Padahal, sejarah mengatakan bahwa hubungan antar manusialah yang menjadikan sistem kehidupan ini dapat bertahan dari masa ke masa, bahkan sebelum uang lahir. Tidak disangka, kekuatan uang begitu dasyat. Dia mampu memporak-porandakan standar kehidupan yang sudah ada sejak zaman manusia purba. Kecintaanku dengan adat Bataklah yang membuatku masih berjuang untuk tidak terbawa arus individual yang saat ini begitu kuat menyelimuti peradaban manusia di sekitarku.

Aku bukanlah anti budaya individual. Seandainya aku lebih dulu mengenal budaya individual, aku pasti juga akan mencintai budaya individual ini. Di zaman sekarang ini dimana uang menjadi standar kehidupan, adalah hal yang sangat sulit untuk tetap menjaga keutuhan hubungan. Apalagi dengan segala kerepotan budaya kolektif yang membuatku terkadang menyesali diri mengapa terlalu mencintai budaya Batak? Inilah konsekuensi yang aku terima dari rasa cintaku kepada budaya Batak, dimana dalam banyak moment aku menjadi korban atau dimanfaatkan oleh mereka yang tidak mengutamakan hubungan antar manusia (budaya individual).

Lebih jauh lagi, aku merasa bahwa banyak orang yang menjadi pengikut budaya individual tanpa mereka sadari. Hal ini merupakan dampak dari ketidaan fondasi karakter. Orang tua atau orang dewasa yang ada di sekitar mereka di awal kehidupan mereka gagal untuk membangun fondasi karakter kepada mereka. Dengan demikian, seiring dengan perjalanan kehidupan mereka, mereka menjadi gampang terbawa arus dan akhirnya kehilangan identitas. Ada lagi sekelompok orang yang beruntung, setelah mereka kehilangan identitas mereka menciptkan identitas baru dan mengajak orang lain untuk menjadi pengikutnya. 

Perkembangan fenomena sosial ini membuatku terkadang ingin menarik diri dari sekitarku. Aku merasa tidak kuat lagi untuk melawan arus yang tidak sesuai dengan karakterku. Bahkan mencoba untuk beradaptasi dengan kebudayaan individual ini semakin membuatku menjadi orang lain.
Aku tidak merasa sesuai dengan sistem kehidupan yang ada di sekitarku. Di budaya yang aku kenal bahwa hubungan antar manusia adalah standar untuk bisa bertahan hidup. Sementara di kehidupan yang sama dengan peran yang sama, uang menjadi standarnya. Kekalahanku adalah aku tidak bisa menyeimbangkan kedua standar ini atau mengambil kedua standar ini untuk menjadi alatku bertahan hidup.
Aku masih penasaran dengan mereka yang bisa menjalani kehidupan seperti ini. Bagaimana cara mereka menyatukan kedua standar ini tanpa merusak karakter mereka. Dan jujur aku belum pernah menemukan orang yang bisa menyeimbangkan kehidupannya dengan dua standar ini. Tapi, entah mengapa, sisi manusiaku yang tamak membuatku tergoda untuk merangkum kedua standar ini untuk kujadikan alatku bertahan hidup.

Hmm, tidak pernah kubayangkan bahwa hidup ini akan begitu rumit dan penuh dengan ketidakpastiaan. 


Tuesday 2 December 2014

Tips untuk sehat selama hamil

Pengalaman menjadi hamil adalah pengalaman yang penuh sejarah bagi setiap perempuan. Tidak banyak kata yang bisa mendeskripsikan bagaimana kondisi perempuan di dalam menjalani masa-masa kehamilan. Setiap perempuan yang pernah dan sedang merasakannya pasti memliki kesan tersendiri dengan pengalaman ini. Saya juga mengalaminya walaupun saya tidak menyelesaikan kehamilan saya seperti yang telah diprediksi oleh dokter. Melalui tulisan ini, saya ingin berbagi pengalaman saya menjadi perempuan hamil selama 28 minggu. Harapan saya tulisan ini dapat menjadi refrensi dan semoga tulisan ini bisa bermanfaat untuk mengurangi resiko bayi meninggal seperti yang saya alami.

  1. Ingatlah jadwal menstruari Anda. Hal ini akan sangat membantu untuk mengetahui apakah Anda hamil atau tidak dan membantu Anda di dalam penghitungan usia kandungan Anda. Walaupun sebenarnya hal ini bisa dideteksi melalui USG, akan tetapi Anda juga perlu mengetahuinya untuk menjawab dokter ketika Anda pertama kali periksa kehamilan. Pertanyaan dokter yang pertama pastinya adalah kapan Anda terakhir mengalami menstruasi, apakah jadwalnya teratur sekali dalam 28 hari, dan berapa lama durasi menstruasi dalam satu periode?
  2. Sebelum ke dokter kandungan untuk memastikan Anda hamil atau tidak, sebaiknya lakukan test kehamilan terlebih dahulu. Sebaiknya test kehamilan dilakukan tiga kali dengan jarak empat hari untuk mendapatkan akurasinya, apabila ada keraguan di hati Anda. Hal ini untuk menghindari apabila Anda bertemu dengan dokter kandungan yang tidak berempati. Dengan adanya hasil test kehamilan, biasanya dokter kandungan akan mengurangi interogasi yang berlebihan kepada Anda dan pasangan.
  3. Mencari dokter kandungan yang berempati dan nyaman untuk mendengarkan keluhan Anda. Ini bisa Anda lakukan melalui teman-teman atau kenalan Anda yang pernah menggunakan jasa dokter kandungan. Yang perlu saya tekankan disini, Anda tidak membutuhkan dokter kandungan yang pintar tapi dokter kandungan yang bersedia hadir saat Anda membutuhkannya ketika Anda mengalami masalah dengan kehamilan Anda, bukan hanya di saat Anda akan melahirkan.
  4. Apabila Anda memiliki budget yang cukup dan Anda ingin melakukan dokumentasi mengenai perjalanan anak Anda, mintalah print out USG dari anak Anda. 
  5. Jangan percaya 100 % kepada dokter kandungan. Ingatlah kitalah yang lebih tahu mengenai kondisi kita selama hamil. Dokter hanya melakukan pemeriksaan melalui data yang terlihat dan dengan dimonitori oleh berbagai motivasi. Anda dan pasangan harus kritis terhadap setiap opini yang diberikan oleh dokter. Pengalaman saya selama hamil, dokter saya mengatakan bahwa saya diizinkan untuk berolahraga, tidak masalah apabila saya menggunakan motor selama 4 jam sehari, saya harus aktif, kehamilan bukanlah hambatan untuk melakukan kegiatan saya seahri-hari. Dia memperkuat pernyataannya dengan alasan belum ada penelitian yang melarang ibu hamil untuk melakukan hal di atas. Akan tetapi sesungguhnya, ini bukan ada tidaknya penelitian, Tapi bagaimana tubuh Anda merespon untuk setiap kegiatan yang Anda lakukan.
  6. Ini pendapat personal, akan tetapi untuk di kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya, sebaiknya memilih dokter kandungan laki-laki. Semula saya tidak ingin merendahkan kaum saya dalam hal ini, akan tetapi saya mengalaminya. Dokter kandungan laki-laki jauh lebih memiliki empati, lebih detail, dan mengerti keadaan ibu hamil dibandingkan dokter kandungan perempuan.
  7. Masa hamil adalah masa dimana waktunya Anda dimanja oleh orang-orang di sekitar Anda. Oleh karena itu, nikmatilah karna Anda berhak untuk mendapatkannya. Jangan memaksakan diri Anda untuk melakukan sesuatu yang tidak ingin Anda lakukan, termasuk untuk melanggar mitos seputar ibu hamil. Sepanjang Anda ingin melakukannya dan tidak merugikan Anda dan kandungan Anda, lakukanlah. Masa hamil adalah masa dimana Anda menjadi prioritas karena itu bersuka citalah.
  8. Jangan atau kurangi makan di luar. Jauh lebih baik apabila Anda memenuhi nutrisi Anda dan kandungan Anda dengan makanan yang Anda persiapkan di rumah.
  9. Apabila Anda tidak ingin mengalami berat badan yang berlebihan selama hamil, maka perhatian makanan Anda secara mendetail. Kurangi memakan karbohidrat, perbanyak makan sayuran dan buah. Untuk mempermudah Anda dalam memakan buah dan sayuran, Anda bisa mengolahnya seperti minuman.
  10. Berdoalah selalu agar Anda dikuatkan selama menjali masa kehamilan Anda.

Tuesday 25 November 2014

halak batak do ho? (4)

Setelah menikah, pasangan batak diwajibkan untuk mengikuti kegiatan adat, bukan hanya mengikuti tetapi juga mempelajari setiap prosesi adat. Sangat melelahkan dan menyita waktu, pikiran, materi, dan tentu saja mental. Karna bukan adat batak namanya kalau tidak dibumbui dengan konflik. Semegah apapun kegiatan adatnya atau selancar apapun kegiatan itu terlihat pasti akan selalu ada konflik di dalamnya. Tidak jarang, bagi kami para pasangan muda batak akhirnya banyak yang memilih untuk tidak terlibat terlalu jauh atau bahkan bersikap apatis dengan keberlanjutan budaya batak. Jauh lebih menyenangkan untuk mempelajari budaya bangsa lain dibandingkan melanjutkan budaya atau tradisi suku sendiri. Rumput tetangga selalu lebih hijau, bukan?

Aku dan suamiku adalah termasuk pasangan batak muda yang menarik diri dari kegiatan adat batak. Bukan karena kami tidak menyukai adat batak melainkan banyak dari kegiatan batak itu telah melenceng dari tujuan utama adat itu berlangsung. Apalagi dengan pola pikirku yang idealis, membuatku merasa tidak sudi untuk membagi waktu, tenaga, pikiran, dan bahkan materiku untuk mengikuti kegiatan adat batak. Aku bersedia melakukan sesuatu apabila itu memang cukup berharga untuk dilakukan. Aku bukan tipikal orang yang mau melakukan sesuatu yang sia-sia, dan mengikuti kegiatan adat batak menurutku salah satunya. Dan, puji Tuhan suamiku pun sependapat denganku. Bagi kami keluarga muda, menjalani kehidupan keluarga dengan saling beradaptasi satu sama lain adalah yang terutama. Kami fokus dengan kebahagiaan kami dulu untuk saat ini. Sekali lagi, kami bukannya anti dengan setiap kegiatan adat batak, hanya saja kami memiliki prioritas yang harus diutamakan terlebih dahulu. Dan aktif di kegiatan adat bukan menjadi prioritas kami saat ini. 

Adalah hal yang mustahil untuk mengembalikan kembali tujuan utama pelaksanaan adat batak. Aku bahkan memprediksi 50 tahun lagi, kegiatan adat batak akan punah, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya.  Aku telah melakukan observasi di setiap adat batak dilaksanakan. Para orang tua kami telah gagal melakukan regenerasi kepada kami mengenai prosesi adat. Dalam setiap kesempatan, aku nyaris tidak menemukan pasangan muda seperti kami yang bersedia untuk terlibat aktif di dalam adat. Sampai saat ini, kegiatan adat hanya fokus bagi para orang tua saja, sementara kami anak-anaknya sibuk berfoto-foto dan meng-upload-nya ke dunia maya. Kami tidak memperhatikan setiap prosesi dan peran yang harus dilakukan. Kegiatan itu sangat membosankan bagi kami. Jangankan untuk mengerti prosesi adat berlangsung, menggunakan bahasa batak dengan baik dan benar pun kami sudah tidak mampu.

Sejujurnya, aku sangat tertarik untuk tahu mengenai prosesi setiap adat batak. Hanya saja, karena aku perempuan, hampir di setiap prosesi adat aku diwajibkan untuk selalu berada di balik layar, mempersiapkan minuman dan makanan bagi para lelaki. Ya, itulah tugas perempuan batak, di belakang untuk melayani setiap kebutuhan laki-laki. Hanya lelakilah yang bisa tampil di dalam adat.
Inilah alasan pertam yang paling tidak kusetujui dalam pelaksanaan adat batak. Betapa kami para perempuan dijadikan sebagai pelayan saja. Apalagi kalau yang mengadakan pesta adalah pihak laki-laki dari marga si perempuan, dimana dalam adat batak disebut "boru", maka jangan harapkan bisa duduk manis selama pesta berlangsung. Para boru-lah yang repot ke sana-ke mari untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Sementara mereka yang disebut dengan hula-hula duduk manis memberikan perintah. Jadi, bisa disimpulkan setiap kali kegiatan adat batak berlangsung yang paling lelah adalah perempuan. Apalagi perempuan yang melakukan pelayanan kepada pihak laki-laki itu menggunakan pakaian yang sungguh tidak menyenangkan, yaitu kebaya dan suji dan tentu saja dengan rambut disanggul. Pekerjaan untuk melayani para laki-laki selama kegiatan berlangsung menjadi semakin menyiksa karena pakaian yang tidak mendukung untuk menjadi pelayan.
Aku juga tidak tahu pasti sejak kapan dan mengapa kebaya menjadi sesuatu yang sangat penting bagi perempuan batak. Setiap kali kegiatan adat diadakan, maka akan disanalah parade kebaya, berlian, tas KW berlangsung. Sepertinya perempuan-perempuan batak menjadi langganan tetap Pasar Baru - Jakarta.

Yang kedua adalah biaya yang sangat mahal untuk sesuatu yang disebut ego. Sebenarnya, biaya untuk pelaksanaan adat batak itu bisa berlangsung dengan biaya yang tidak terlalu banyak dan sederhana. Akan tetapi, adanya titah dimana para hula-hula wajib untuk mendapatkan yang terbaik untuk mendapatkan berkat. Padahal, berkat kan bukan dari hula-hula, berkat itu datangnya dari Tuhan dan telah diberikan kepada setiap mereka yang percaya kepadaNya. Karna kita percaya kepada Yesus maka kita akan mendapatkan berkat. Bukan karena kita "menyuap" hula-hula maka kita akan mendapatkan berkat. Itu adalah pemikiran orang batak dahulu kala, sebelum mereka mengenal Yesus, dimana hula-hula-lah yang memberikan berkat kepada mereka boru. Sekarang orang batak sudah mengenal Tuhan dimana Tuhan datang ke dunia untuk menunjukkan bagaimana caranya untuk mengasihi setiap manusia, bukan hanya hula-hula saja, tapi semua yang hidup.  
Selain untuk menyenangkan hati hula-hula, biaya yang banyak untuk pelaksanaan adat batak juga untuk  mendapatkan pengakuan dari orang di sekitar. Mendapatkan pujian bahwa pestanya berjalan dengan mewah adalah kebanggan tersendiri dan meningkatkan harga diri orang batak. Apalagi kalau bisa memberikan olop-olop yang banyak kepada hula-hula. 
Aku tidak setuju dengan hal ini karena mostly  semua ini dilakukan hanya untuk show off. Dan ini menjadi tamparan yang sangat memalukan bagi mereka yang tidak memiliki cukup uang. Menjadikan mereka minder dan tidak percaya diri yang akhirnya menimbulkan gap yang berujung kepada konflik.

Yang ketiga, orang batak percaya bahwa dalam adat batak berlaku hukum memberi dan menerima. Apa yang kau berikan itupula yang akan kau dapatkan. Rajin mengikuti adat, maka orang-orang pun akan banyak yang datang ke acara adat kita. Tak jarang, orang-orang yang tidak aktif di adat akan dikucilkan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal inilah yang nantinya akan terjadi kepada kami (aku dan suami) kalau kami tetap mempertahakan posisi kami untuk menarik diri dari adat. Aku tidak menyukai sistem ini. Bagiku, keikutsertaan kita ke dalam suatu adat batak, misalnya ke acara pemakaman, aku datang ke sana untuk memberikan dukungan psikologis kepada yang berduka bukan supaya nanti ketika aku berduka, dia pun akan datang kepadaku. Ironisnya, ketika aku tidak datang kepada mereka di saat mereka mengalami musibah, katakanlah karena aku ada kegiatan lain, aku wajib memberikan sesuatu sebagai gantinya, bila tidak maka aku akan dikucilkan, bahkan ketika aku lupa. Aku lebih baik memilih mereka tidak datang kepadaku kalau memang hanya mengharapkan agar nanti aku juga akan melakukan hal yang sama kepada mereka. Bisa disimpulkan adat batak adalah mengenai utang-piutang. 
Padahal bukankah di dalam Yesus dikatakan bahwa kasih itu harus tulus dan ikhlas, bukan pamrih?

Yang keempat, pelaksaanaan adat yang memakan durasi waktu yang panjang. Misalnya pernikahan, dimulai sejak pagi hari sampai malam hari. Memangnya kehidupan kita hanya untuk adat? Banyak pekerjaan rumah menjadi terbengkalai bukan hanya itu kebersamaan antara orang tua dan anak-anak pun menjadi terbatas hanya karena orang tua sibuk di adat sementara anak-anak dibiarkan melalui harinya dengan aktivitasnya. Inilah kehidupan orang batak, senin sampai dengan jumat kedua orang tua bekerja di kantor, berangkat pagi pulang malam. Hari sabtu mengikuti kegiatan adat dimana ini akan berlangsung sepanjang sabtu, besoknya ke gereja dan kebanyakan menghabiskan seharian juga karena akan banyak kegiatan di gereja, mulai dari rapat majelis, latihan paduan suara atau bahkan mengikuti arisan. Lalu kapan ada waktu untuk keluarga? Jangankan untuk keluarga, untuk diri sendiri pun nyaris tidak ada. Beginikah hidup yang diharapkan untuk menjadi pasangan keluarga batak? Aku dan suamiku sepakat untuk tidak menjalani kehidupan yang demikian. Kami berjanji di hadapan Tuhan untuk hidup menjadi pasangan yang saling berbagi bukan untuk aktif di kegiatan adat batak.

Sampai saat ini aku masih terus berpikir dan berpikir, bagaimana caranya untuk menerapkan adat batak tanpa harus mengorbankan seluruh kehidupanku untuk adat? Aku dan suami mencitai adat batak tapi kami berdua dengan tegas menolak untuk menjadi budak adat batak. Selain menjadi orang batak kami, kami juga bagian dari kelompok masyarakat lainnya. Kami memiliki komunitas di luar adat batak yang menuntut perhatian kami juga. Di atas semua itu, kami berkewajiban untuk menikmati kehidupan keluarga kami dengan berkualitas. Itulah tujuan utama kami menikah, untuk saling berbagi satu sama lain. Dan menjadi pasangan batak adalah bonus bagi kami, seperti layaknya bonus, kami memilih untuk menunda menggunakan bonus itu sekarang. 
Mungkin ini adalah pernyataan sombong dari kami jika kami mengatakan bahwa untuk saat ini, menjauh dan membatasi diri dari perkumpulan batak adalah yang terbaik bagi kami. Sejauh ini, sepertinya kami lebih nyaman untuk fokus dengan kehidupan keluarga, antara suami dan istri, dengan para ipar, dan mereka yang memiliki hubungan darah dengan kami.




Sunday 23 November 2014

Merantau

Di lingkungan dimana aku dibesarkan, merantau adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan harapan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Kedua orang tua dari orang tuaku pun melakukan hal yang sama. Kakek nenek dari pihak ayahku berasal dari desa kecil di Pulau Samosir, namanya desa Aek Rihit. Desa ini terletak di daerah pegunungan kurang lebih empat jam dari tepi Danau Toba dengan jalan kaki. Kehidupan di desa ini sangat jauh dari sejahtera. Kelangkaan air bersih, listrik belum masuk desa, dan tanah yang tidak subur. Keadaan hidup yang sangat memprihatinkan membuat kakek dan nenekku akhirnya memutuskan untuk membawa anak-anaknya merantau ke Balige, di desa Sangkar Nihuta.
Hal yang sama juga dilakukan oleh kakek dan nenekku dari pihak ibu. Mereka berasal dari Dolok Sanggul, desa Sigual. Keadaan yang kurang lebih sama dengan yang dialami oleh keluarga ayahku juga dialami oleh keluarga ibuku. Kelangkaan akan air bersih, belum terjangkau listrik, dan tanah yang tidak subur. Mereka pun merantau ke Balige, desa Sangkar Nihuta. Di desa inilah ayah dan ibuku bertemu dan memutuskan untuk menikah. Begitu juga denganku, di desa inilah aku mengenal suamiku. Bedanya, suamiku adalah putra desa dimana kami tinggal, bukan pendatang seperti keluargaku.

Masa kanak-kanak dan remajaku, aku habiskan di desa Sangkar Nihuta, Balige. Keadaan di desa ini memang sudah lebih baik dibandingkan dengan desa asal dari ayah maupun ibuku. Disini air bersih terjangkau, listrik sudah ada, dan tanahnya lebih subur walaupun kami tidak memiliki tanah untuk diolah (karna kami adalah pendatang di desa ini).  Keuntungan lainnya dari desa ini bahwa desa ini menjadi jalur darat utama antar kota maupun antar provinsi. Rumah orang tuaku tepat berada di pinggir jalan raya besar, yang diberi nama dengan Jalan Tarutung. Hal ini membuatku sudah terbiasa melihat bis-bis antar kota dan provinsi bahkan bis antar pulau melintas dari depan rumah orang tuaku. Bis-bis antar pulau adalah bis Antar Lintas Sumatera (ALS), bis PMH (saya lupa kepanjangannya), dan berbagai truk yang mengangkut bahan makanan dari Pematang Siantar ke Pulau Jawa.

Menjadi pendatang di desa ini tentu saja menjadikan orang tuaku tidak  memiliki tanah untuk diolah dan orang tuaku tidak cukup beruntung untuk menjadi karyawan kantor, maka mereka mencoba peruntungannya melalui jalur bisnis, yaitu berjualanan. Kondisi rumah orang tuaku yang strategis sangat dimanfaatkan baik oleh mereka untuk menjual makanan. Beberapa jenis makanan yang dijual oleh orang tuaku adalah mie gomak (masakan kuliner khas Batak), ketan, berbagai jenis gorengan (pisang goreng, ketan goreng, bubur kacang ijo goreng, bakwan, godok-godok, tahu isi, ubi goreng, dsb). Sementara untuk minuman, orang tuaku menyediakan kopi, teh manis, susu, teh susu, kopi susu, dan berbagai minuman kemasan lainnya. Banyaknya jenis jualan yang diperdagangkan oleh orang tuaku membuatku nyaris tidak pernah merasakan arti sebuah rumah karena rumah orang tuaku dimana aku dibesarkan adalah juga tempat orang tuaku membuka usaha mereka. Jadi, tidak heran apabila di rumah kami tidak ada ruang privacy karena apapun yang terjadi di rumah kami semua customer bisa menyaksikannya. Kehidupan kami seperti aquarium, tidak ada yang tersembunyi. 

Mungkin, dengan kondisi orang tuaku yang adalah perantau di desa ini dan seringnya bis-bis antar kota dan antar provinsi yang singgah di rumah orang tuaku membuatku banyak tahu tentang dunia luar dari desa ini. Tak jarang mereka yang singgah di rumah orang tuaku menceritakan kisah-kisah perjalanan mereka dan kehidupan suku-suku lain selain suku Batak Toba yang menjadi suku mayoritas di desa ini. Aku tidak ingat pasti, mungkin merekalah yang memperkenalkan berbagai jenis suku dan karakteristik dari suku-suku tersebut kepadaku selain dari pelajaran di sekolah dan surat kabar yang aku baca tentunya. Inilah salah satu keuntungan yang kumiliki menjadi anak penjual makanan, wawasanku mengenai kehidupan orang-orang yang berbeda suku dan agama denganku. Aku telah mengetahui keberadaan mereka melalui cerita-cerita para customer  orang tuaku.

Aku juga tidak yakin sejak kapan keinginanku untuk merantau lahir. Yang aku ingat, ketika aku kelas lima SD, aku sudah mengutarakan ke beberapa teman-temanku bahwa suatu hari nanti aku harus merantau. Aku tidak mau tinggal di desa itu selamanya. Dan satu-satunya alasan untuk merantau yang cukup elegan adalah study. Di Balige tidak ada universitas. Universitas adanya di Medan, ibukota provinsi Sumatera Utara. Akan tetapi entah mengapa sejak aku tahu keberadaan Medan, aku tidak pernah berniat untuk merantau ke sana. Sasaranku adalah Pulau Jawa. Merantau sejauh mungkin dan kalau Tuhan berkehendak ke Eropa atau Amerika.

Dan disinilah aku sekarang, di Pulau Jawa, provinsi Jawa Barat. Provinsi yang pertama sekali kuinjak ketika aku pertama sekali merantau. Sudah hampir sembilan tahun aku merantau. Tapi aku tidak merindukan desa dimana aku dilahirkan dan dibesarkan. Dan aku tidak memiliki keinginan yang kuat untuk pulang selain untuk hal-hal yang penting. Tidak ada satupun yang kurindukan dan yang mendesakku untuk pulang selain dari kewajiban. Mungkin sejak awal aku memang tidak pernah menjadi bagian dari desa dimana aku dilahirkan dan dibesarkan. Bagiku, desa Sangkar Nihuta hanyalah bagian dari sejarah kehidupanku tanpa ikatan emosi. Sepertinya aku telah menjadi perantau yang durhaka, perantau yang lupa akan kulitnya. Entahlah. Aku bangga menjadi orang Batak dan sungguh menyenangkan menjadi seorang perantau dan memiliki kampung halaman, tapi tidak untuk ditinggali.

Tahun ini, aku telah resmi menjadi warga Jawa Barat. Aku memiliki rumah dan belajar untuk bermasyarakat. Saat ini, aku memang menjadi warga minoritas dari suku dan agama di lingkungan yang sedang dan akan kujalani kelak. Berbeda dengan dimana aku dilahirkan dan dibersarkan, disana aku menjadi warga mayoritas baik dari suku dan agama. Dulu, aku tidak perlu sehati-hati sekarang dalam bermasyarakat. Disini aku harus belajar untuk sangat bertoleransi dan belajar untuk bertahan dengan kebisaan yang berbeda dari lingkungan dimana aku dibesarkan. Cukup menguras mental untuk bisa beriringan bersama-sama dengan mereka yang berbeda kebiasaan hidup. Kebiasaan orang batak dan Kristen memiliki perbedaan yang sangat besar dengan kebiasaan orang Sunda dan Islam. Tapi, inilah tantangannya, menjadi warga yang toleransi dan tenggang rasa. Terima kasihku untuk guru-guru SD-ku yang sangat eager untuk mengajarkan nilai-nilai ini kepadaku ketika aku masih di kampung halaman. Walau aku tidak yakin, apakah kelak aku bisa mengajarkannya kembali ke anak-anakku karena kondisi yang sangat berbeda. Kalau dulu, guru-guruku mengajarkan nilai-nilai itu ketika aku adalah warga mayoritas dan bahkan ketika tidak ada perbedaan itu selama keberadaanku di dunia ini. Sementara kelak, ketika aku memiliki anak dan mengajarkan nilai itu, kami berada di lingkungan minoritas dan telah ada contoh konkritnya.

Inilah tantangannya. 



Wednesday 5 November 2014

Executive Search

     Bekerja adalah salah satu dan mungkin satu-satunya cara bagi manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan bekerja manusia akan mendapatkan upah, baik dalam bentuk uang maupun hal lainnya, misalnya kepuasan. Di dalam perkembangan dunia sekarang ini, bekerja di perkantoran adalah sebuah pekerjaan yang cukup bergengsi dibandingkan dengan pekerjaan yang tidak dapat dikategorikan ke dalam jenis apapun. Mayoritas orang menghabiskan waku, tenaga, pikiran, dan mungkin materi juga untuk bisa menjadi pekerja kantoran. Pekerja kantoran yang saya maksud di sini bukan hanya mereka yang bekerja di perusahaan swasta tapi juga di kantor pemerintahan atau lebih dikenal dengan Pegawai Negeri Sipil.
     Sebuah keberan saya kurang lebih tiga tahun memiliki pengalaman bekerja sebagai Human Resource Development (HRD). Saya ingin berbagi informasi bagi mereka yang sedang mencari pekerjaan karena saya yakin salah satu penyebab banyaknya pengangguran di Indonesia ini bukan hanya jumlah pekerjaan yang terbatas atau tidak sebanding dengan jumlah si pencari kerja, akan tetapi informasi mengenai pekerjaan tersebut tidak diketahui oleh si pencari kerja. Lebih jauh lagi, dalam tulisan ini saya akan memfokuskan dengan jenis pekerjaan yang bukan PNS atau yang kita kenal dengan pekerja swasta. Alasan utama saya karena jenis pekerjaan di swasta memiliki ruang yang lebih terbatas untuk diinformasikan kepada seluruh pencari kerja dengan alasan biaya, apalagi dengan perusahaan swasta yang memiliki budget terbatas. Berbeda halnya dengan pemerintah yang memiliki budget tidak terbatas sehingga informasi mengenai penerimaan calon PNS bisa diketahui oleh seluruh rakyat Indonesia.
     Proses perekrutan di perusahaan swasta sebenarnya kurang lebih memiliki kesamaan dengan yang dilakukan oleh pemerintah, yaitu melakukan pendaftaran terlebih dahulu, kalau beruntung akan mengikuti seleksi perekrutan, dan kalau jodoh akan bekerja di perusahaan tersebut. Itulah siklusnya secara kasar. Di zaman orang tua kita, untuk melakukan pendaftaran ke sebuah perusahaan mungkin prosesnya masih manual, yaitu dengan mendatangi setiap perusahaan dan meninggalkan CV di perusahaan tersebut. Atau mungkin di zaman kakak dan abang kita, harus mengirim berkas yang dibutuhkan lewat pos. Berbeda sekali dengan kondisi kita saat ini. Kita dipermudah dengan perkembangan teknologi, dimana berkas yang dibutuhkan di dalam pendaftaran untuk sebuah lowongan pekerjaan bisa dilakukan melalui email. Setiap orang di usia 20 - 30 tahun di tahun ini akan dianggap aneh bila tidak memiliki email.
Lebih detailnya lagi, proses pendaftaran ke perusahaan yang sedang mencari pekerjaan atau jenis perusahaan yang kita inginkan menjadi tempat kita bekerja bisa dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :
  • Proses pendaftaran yang dilakukan oleh para calon karyawan melalui internet. yaitu melalui alamat web resmi dari perusahaan tersebut. Pihak perusahaan memberikan pengumuman dan cara untuk melakukan perndaftaran langsung tanpa adanya pihak ketiga di web mereka.
  • Masih berhubungan dengan internet, dengan kemajuan teknologi di zaman sekarang ini, banyak perusahaan perekrutan di dunia internet yang berkembang untuk mempertemukan pihak pemberi kerja dengan para pekerja di dunia internet. Mereka lebih dikenal dengan pihak ketiga. Contoh dari perusahaan yang bergerak di bidang ini adalah  JOBSTREET, JOB DB, CARIER.COM, LIONJOB, dsb. Cara kerja dari perusahaan pihak ketiga ini sangat membantu para calon pencari kerja. Cukup dengan mendaftarkan diri ke situs mereka dan mengisi data-data yang mereka minta, maka mereka akan mengirimkan jenis pekerjaan, nama perusahaan, requirement yang diharapkan, dan informasi yang terkait mengenai pekerjaan tersebut dimana informasi ini disesuaikan dengan data-data yang kita berikan kepada perusahaan pihak ketiga ketika kita melakukan pendaftaran. Setelah itu kita bisa melamar ke perusahaan tersebut secara langsung dengan alamat email kita atau bisa juga melamar ke pihak ketiga tersebut. Nantinya pihak ketiga yang akan meneruskan lamaran kita ke perusahaan yang kita lamar. Syarat utama dari proses ini adalah para calon pekerja diwajibkan untuk menjadi member di perusahaan ini. Dan data-data yang kita berikan adalah benar. Sebagai gantinya, mereka akan selalu mengirimkan  list perusahaan yang sedang mencari pekerja ke email si pencari kerja. Layanan ini gratis bagi para pencari kerja dan dikenakan tarif bagi perusahaan pencari kerja yang menggunakan layanan ini. Dari sudut pencari kerja, dengan adanya jenis perusahaan ketiga ini sangat menguntungkan dan membantu sekali. Para pencari kerja tinggal memilih jenis pekerjaan dan jenis perusahaan yang ingin dilamar sesuai dengan list perusahaan yang dikirimkan oleh pihak ketiga.
  • Masih dengan menggunakan email, saat ini juga telah berkembang sebuah jejaring profesional yang disebut dengan LINKED IN. Situs ini hampir mirip dengan jejaring sosial lainnya seperti FACEBOOK atau FRIENDSTER di zaman kakak dan abang kita. Perbedaannya terletak di profile yang kita share. Apabila di jejaring sosial kita bebas untuk men-share apapun, di situs ini kita sebaiknya hanya men-share segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia kerja. Situs ini adalah situs dimana para pelaku market place berkumpul, baik itu pihak si pencari kerja, si pemberi pekerjaan, atau mereka yang sudah bertahun-tahun di market place  untuk saling sharing knowledge di bidang yang mereka tekuni. Cara untuk mendaftar ke situs ini juga gratis untuk level Business Service. Apabila kita ingin meng-upgrade level kita ke Premium level, maka akan dikenakan biaya. Akan tetapi untuk status sebagai seorang pencari kerja, level business service juga sudah cukup memadai. Ketika kita melakukan pendaftaran menjadi member di LINKED IN, para pencari kerja diwajibkan untuk mengisi profile dengan pengalaman bekerja dan informsai yang mendukung, misalnya latar belakang pendidikan (almamater dan jurusan), award yang pernah diraih, dan penilaian rekan-rekan yang pernah bekerja dengan kita. Yang paling penting jangan menampilkan hal-hal yang membuat orang lain menilai kita kekanak-kanakan, alay, dan tidak profesional. Sekali lagi, situs ini adalah network yang membantu kita di dalam market place bukan untuk tempat curhat atau tempat kita menunjukkan kelemahan kita, sebaliknya disini adalah tempat kita "menjual diri" secara profesional. Profile kita disitus ini memang akan terlihat seperti  resume (CV) dimana semua orang memiliki akses untuk membacanya, termasuk para pencari pekerja.
  • Dari pihak perusahaan mengadakan event di suatu tempat dan mengundang para calon karyawan untuk menghadiri event tersebut. Event ini lebih dikenal dengan JOB FAIR. Biasanya, event ini diadakan oleh pihak ketiga dengan mengundang berbagai jenis perusahaan-perusahaan untuk hadir di event itu dan bertemu langsung dengan  para pencari kerja. Perusahaan pihak ketiga yang paling sering mengadakan event seperti ini adalah JOBSTREET. Untuk mempermudah para pencari kerja memperoleh informasi seperti ini, sebaiknya para pencari kerja sudah memiliki account atau sudah menjadi member dari JOBSTREET. Hal ini juga akan membantu para pencari kerja ketika mengikuti JOB FAIR, dimana biasanya sebelum memasuki event JOBSTREET selain kita harus bayar sebesar Rp 30.000,00 untuk satu hari, kita diwajibkan untuk menjadi member JOBSTREET. Bagi yang belum menjadi member JOBSTREET, kita akan disuruh untuk mendaftarkan diri dulu dan antriannya pastinya panjang. Kalau tidak mau antri hanya untuk melakukan pendaftaran ketika JOB FAIR diadakan, sebaiknya sebelum menghadiri event, daftarkan diri dulu ke JOBSTREET.
  • Perekrutan dilakukan oleh pihak ketiga, hampir sama dengan yang dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di dunia maya (pada point dua) dimana tujuannya adalah mempertemukan pihak si pemberi kerja dengan si pencari kerja. Mereka ini dikenal dengan Recuritment consultant atau Executitive Research. Lalu apa bedanya dengan pihak ketiga yang telah saya sebutkan di point kedua di atas? Bedanya pada point kedua, ketika kita sudah menjadi member dari perusahaan pihak ketiga, kita akan dikirimkan list nama-nama perusahaan dan posisi yang sedang ada, tanpa bertemu dengan mereka secara langsung. Sementara dengan pihak ketiga yang selanjutnya akan saya sebut Executive Research, langsung berhubungan dengan kita, baik melalui telepon maupun bertemu. Biasanya mereka akan langsung melakukan interview dengan pihak pencari kerja dan memberikan hasil interview tersebut ke perusahaan yang membutuhkan. Jadi, ada kalanya data pencari kerja akan menjadi database mereka dan sewaktu-waktu mereka memiliki klien (perusahaan pemberi kerja) membutuhkan pencari kerja, mereka akan menggunakan database tersebut.
     Dalam tulisan saya kali ini, saya ingin memaparkan mengenai keberadaan Executive Search yang begitu sangat menjamur di Jakarta akan tetapi untuk para pencari kerja masih banyak yang tidak menyadari keberadaan mereka.

     Executive Search adalah pihak ketiga yang menghubungkan antara pencari kerja dan pemberi kerja. Di dunia market place perusahaan ini lebih dikenal dengan Head Hunter. Seperti namanya, perusahaan ini bertujuan untuk mencari para pencari kerja yang nantinya akan ditempatkan di perusahaan klien mereka. Akhir-akhir ini dan dalam banyak kesempatan, yang menjadi target utama dari perusahaan ini adalah bukan lagi para pengangguran, melainkan mereka yang masih aktif  menjadi karyawan di sebuah perusahaan. Istilah kerennya adalah membajak karyawan perusahaan lain. Tidak jarang terjadi, bahkan dari perusahaan klien memberikan nama-nama kepada perusahaan Executive Search untuk dibajak. Nama-nama tersebut akan dihubungi oleh Executive Search dan ditawarkan benefit yang lebih baik apabila mereka bersedia meninggalkan perusahaan yang sekarang dan bergabung dengan perusahaan klien dari Executive Search. Untuk mencegah hal ini,beberapa perusahaan besar membuat semacam peraturan bahwa karyawan mereka tidak bisa pindah ke perusahaan kompetitor sesaat setelah mereka mengajukan permohonan diri dari perusahaan tersebut. Selain itu, ada juga beberapa perusahaan yang tidak mau menerima karyawan dari perusahaan kompetitornya dengan alasan dan memang bisa saja terjadi, seorang karyawan "direlakan" dibajak dengan tujuan untuk menjadi mata-mata di perusahaan kompetitor. Setelah si karyawan tersebut mengetahui strategi bisnis dari perusahaan kompetitior, maka dia diminta untuk kembali ke perusahaan sebelumnya. Itulah dunia bisnis.
     Menjadi karyawan yang akan diburu oleh Executive Search memang bukanlah hal mudah. Hal ini disebabkan standar yang cukup tinggi yang diperlakukan oleh para Head Hunter. Tentu saja, karena mereka dibayar mahal untuk itu oleh para kliennya. Berbeda dengan JOBSTREET, dimana mereka akan menerima semua resume dari para pencari kerja yang mendaftarkan diri ke mereka. Mereka hanya mengkatergorikan latar belakang pendidikan dan atau jenis pekerjaan yang diinginkan oleh si pencari kerja. Di samping itu, proses yang harus dilalui melalui JOBSTREET lebih lama dibandingkan dengan Executive Search. Tidak heran, bagi para pencari kerja yang sudah berpengalaman di bidangnya pada umumnya lebih mendekatkan diri ke Executive Research dibandingkan ke JOBSTREET. Walaupun, JOBSTREET masih tetap dibutuhkan, bahkan oleh Executive Search sendiri. Executive Search juga dalam banyak hal masih menggunakan jasa JOBSTREET untuk mendapatkan resume yang mungkin bisa diproses untuk kebutuhan klien mereka. Intinya, untuk mendapatkan orang yang terbaik, segala macam cara dilakukan oleh mereka yang bekerja di bagian perekrutan.
     Lalu, apa yang harus dilakukan oleh mereka si pencari kerja?
  1. Siapkan CV, tentunya CV yang menjual dan benar-benar menggambarkan Anda secara profesional. Dan rajinlah meng-updatenya serta simpanlah CV Anda di tempat yang mudah Anda jangkau, misalnya di handphone, email, tab, flash disk, dsb. Jangan menunda hari keberuntungan Anda lebih lama lagi.
  2. Tidak bisa dipungkiri saat ini memang ada begitu banyak penawaran-penawaran yang dilakukan melalui telepon, baik itu penawaran kartu kredit, asuransi, dan bahkan penipuan. Oleh karena itu, kita harus tetap konsentrasi ketika panggilan telepon itu datang. Biasanya para Executive Search akan menghubungi Anda di hari kerja dengan salam yang cukup menyenangkan. Apabila saat itu, Anda tidak berada dalam kondisi yang tepat untuk menerima panggilan, Anda bisa menundanya dan memberitahukan jadwal available Anda untuk dihubungi. Atau apabila, saat itu Anda masih nyaman dengan pekerjaan Anda yang sekarang, belum berniat untuk pindah, utarakan juga hal ini dengan sopan karena Anda tidak tahu mungkin saja suatu hari nanti Anda membutuhkan mereka. Ingat yang mereka tawarkan adalah pekerjaan dimana melalui pekerjaan itu Anda memiliki peluang untuk mendapatkan upah atau posisi yang lebih baik dari yang Anda dapatkan sekarang. Di samping itu, tidak ada ruginya untuk bersikap manis dan sopan kepada mereka yang menawarkan pekerjaan.
  3. Bersikaplah sopan di dalam setiap jejaring sosial, hubungan antar pribadi, dan di lingkungan dimana pun Anda. Apabila Anda ingin dilirik oleh para Head Hunter, penilaian orang-orang yang berada di sekitar Anda sangatlah penting. Banyak orang gagal meraih karir yang lebih tinggi disebabkan perilakunya yang tidak sopan dan sesuai dengan norma sosial. Dunia ini sebesar daun talas, kita tidak pernah tahu bahwa setiap orang yang kita temui setiap harinya saling terkoneksi.
     Memiliki pengalaman di bidang rekruitment, membuatku mampu menarik kesimpulan bahwa sesungguhnya yang menyebabkan jumlah pengangguran di Indonesia teramat banyak bukan hanya karena minimnya lapangan pekerjaan. Akan tetapi, tingkah laku manusia-manusia di Indonesia yang tidak memiliki jiwa profesional dan keinginan belajar yang masih di bawah rata-rata. Padahal ada begitu banyak posisi di perkantoran yang masih kosong, yang membutuhkan banyak sumber daya manusia untuk bekerja di sana. Anehnya, dari sekian ratus juta manusia di Indonesia ini, sangat minim ditemukan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Dimana, para pencari kerja tersebut banyak gagal bahkan ketika di seleksi pertama.


Monday 13 October 2014

Lampu-lampu Malam Jakarta

   
  
        Lahir dan besar di salah satu desa di Sumatera Utara (desa Sangkar Nihuta, kurang lebih delapan jam dari Medan) membuat saya memiliki impian untuk merantau ke Jakarta. Banyak alasan mengapa saya ingin sekali meninggalkan kampung halaman. Salah satu faktor penarik saya untuk merantau ke Jakarta adalah bahwa di Jakarta terdapat banyak bangunan-bangunan tinggi, dimana apabila malam tiba lampu-lampu akan dinyalakan dan itu adalah pemandangan yang sangat indah bagi saya. Pemandangan ini sangat sering saya saksikan melalui TV ketika masih di kampung. Dulu, ketika saya menikmati pemandangan ini melalui layar kaca, saya berjanji dalam hati bahwa suatu hari nanti saya akan ke Jakarta dan menyaksikan pemadangan itu secara langsung. Mungkin ini adalah impian sederhana bagi banyak orang, akan tetapi bagi orang yang lahir dan dibesarkan di desa dengan keadaan ekonomi yang pas-pasan seperti saya, merantau ke Jakarta dan meninggalkan kampung halaman bukanlah seperti membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan perjuangan yang ekstra agar bisa mewujudkannya karena berhubungan dengan uang dimana uang tidak turun dari langit, bukan?
        Sekarang, sudah hampir delapan tahun saya menjadi perantau di Jakarta. Setelah menyelesaikan study saya di tingkat SMA di kampung halaman, saya pun merantau dan melanjutkan pendidikan saya di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Selama saya kuliah, impian saya untuk menikmati lampu-lampu Jakarta tidak langsung terwujud karena tempat saya kuliah ada di Depok, sementara untuk  menikmati lampu-lampu Jakarta membutuhkan dana yang tidak sedikit bagi mahasiswa rantau yang kere seperti saya. Walaupun demikian, impian saya untuk melihat lampu-lampu Jakarta belum pudar. Saya masih tetap berharap, bahwa suatu hari nanti saya akan menyaksikan pemandangan itu. Akhirnya hari itu pun datang. Pertama sekali saya menikmati lampu-lampu malam Jakarta adalah ketika saya berada di dalam sebuah bangunan perkantoran, yaitu tempat saya bekerja. Saya menangis saat itu. Impian saya sejak kecil akhirnya terkabul juga walaupun saat itu saya menikmatinya ketika saya sedang overtime di kantor. Hari-hari selanjutnya ketika atasan saya meminta saya untuk overtime di kantor, pemandangan Jakarta dengan lampu-lampu malamnya menjadi penghibur hati.
Di dalam kesendirian saya ketika menikmati lampu-lampu malam Jakarta, kadang kala saya merasakan ketidakadilan. Saya kecewa kepada Pemerintah yang selalu menganakemaskan Jakarta melalui pembangunan-pembangunan, salah satunya adalah dengan keberadaan lampu-lampu malam ini. Bagi saya dan mungkin anak-anak kampung lainnya yang memiliki kesenangan yang sama dengan saya, menikmati lampu-lampu malam, membutuhkan usaha ekstra untuk bisa menikmatinya. Menurut saya, perlakuan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Jakarta sepertinya terlalu berlebihan. Memang benar Jakarta adalah ibukota Negara Indonesia, akan tetapi itu bukanlah menjadi alasan untuk meniadakan daerah-daerah lain di Indonesia. Setiap saat, Jakarta selalu mengalami pembangunan, ada banyak bangunan tinggi dan tentunya bangunan tinggi ini membutuhkan pasokan listrik yang tidak sedikit, misalnya pasokan listrik untuk mall-mall mewah. Tidak heran, Jakarta selalu menjadi tujuan utama orang-orang dari seluruh pelosok Indonesia, termasuk saya. Saya adalah orang yang paling tidak setuju dengan banyaknya mall-mall mewah di Jakarta. Di Jakarta ini, sepertinya keberadaan listrik tidak dipakai dengan efektif sementara di daerah di luar Jakarta, seperti di kampung halaman saya, keberadaan listrik dibatasi. Keberadaan listrik melalui lampu-lampu di jalanan dan pada bangunan-bangunan tinggi di Jakarta kebanyakan hanya untuk faktor estetika saja, dan terkesan pemborosan menurut saya.
        Terkait dengan lampu-lampu malam Jakarta, di satu sisi mungkin ini bukan hanya untuk estetika saja, melainkan juga untuk faktor keamanan, mengingat tindakan kriminal banyak dilakukan di tempat-tempat yang minim penerangan. Mengapa banyak terjadi tindakan kriminal, salah satu alasannya karena Jakarta sudah terlalu banyak manusia sementara sumber daya yang ada di Jakarta terbatas, akibatnya terjadi persaingan ketat untuk terhadap sumber daya yang terbatas itu. Kembali ke lampu-lampu malam Jakarta, satu hal yang saya tidak setuju dengan kebijkan PLN, sebagai pemasok listrik di Indonesia adalah ketika terjadinya pemadaman listrik di Jakarta. Saya memang tidak tahu-menahu secara mendetail mengenai sistem pemadaman listrik yang terjadi di Jakarta dan di kota-kota lainnya. Saya hanya tahu bahwa alasan Pemerintah dalam hal ini PLN melakukan pemadaman listrik adalah dikarenakan keterbatasan sumber daya listrik itu sendiri. Sejauh ini, saya menyadari PLN memang sudah sering melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk melakukan penghematan. Di samping itu, beberapa tahun terakhir ini, PLN juga sudah melakukan sistem prabayar dengan harapan masyarakat semakin berhemat dalam mempergunakan listrik. Hal ini merupakan kebijkan yang sangat saya apresiasi. 
        Sejalan dengan penghematan listrik, melalui tulisan saya ini, saya juga  ingin memberikan beberapa ide kepada kita semua untuk penghematan energi listrik. Untuk ide yang akan saya berikan saya akan fokus untuk di daerah Jakarta dan sekitarnya. Hal ini dikarenakan selama ini menurut saya pemborosan listrik lebih banyak terjadi di Jakarta dan sekitarnya. Tetapi tidak menutup kemungkinan juga untuk menerapkan ide saya ini untuk seluruh wilayah Indonesia.
1.    Sebagai orang yang memiliki latar belakang pendidikan di Psikologi, saya sangat peduli dengan keberlangsungan karakter masyarakat kita, khususnya kita yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya. Bukan hal yang baru lagi bahwa mayoritas dari kita yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya adalah pekerja. Kita banyak menghabiskan waktu di luar rumah dengan berbagai alasan, mulai dari alasan pekerjaan kantor sampai dengan demi keberlangsungsan hubungan silahturahmi dengan mereka yang kita kenal. Hal ini membuat rumah yang kita miliki hanya sebagai tempat penginapan saja, kita pulang ke rumah apabila kita sudah benar-benar letih dan ingin tidur. Ketika pemadaman listrik terjadi, apa yang kita lakukan? Saya yakin bagi kita yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya, baik yang sudah berkeluarga maupun tidak, tempat-tempat hiburan (misalnya : mall, cafe, hotel, karaokean, salon, dsb) mungkin akan menjadi pilihan utama kita. Mengapa kita kesana? Karena tempat-tempat itulah yang memungkinkan masih menyediakan penerangan. Kita enggan pulang ke rumah karena di rumah juga kita akan mati kutu tanpa adanya listrik. Sangat sedikit di antara kita yang tetap bersedia tinggal di rumah, menikmati kebersamaan dengan keluarga dengan kondisi pemadaman listrik.
Menurut saya, disinilah peran pemerintah dalam hal ini PLN dibutuhkan untuk mengkondisikan kembali masyarakat kita menjadi masyarakat yang cinta akan keluarga. Melalui apa? Apabila pemadaman listrik harus dilakukan di Jakarta dan sekitarnya, saya memiliki ide bagaimana apabila pemadaman listrik hanya dilakukan di seluruh bangunan-bangunan komersil saja, misalnya di mall, cafe, dan tempat-tempat hiburan lainnya. Sementara untuk bangunan yang terdaftar sebagai rumah, pemadaman listrik tidak terjadi. Dengan demikian, diharapkan mereka yang sedang berada di tempat-tempat komersil, akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah dan menghabiskan waktu dengan keluarga. Dan mereka yang berada di rumah juga akan lebih memilih untuk menghabiskan waktu di dalam rumah dibandingkan harus ke luar rumah karena di luar rumah pemadaman listrik sedang terjadi.
2.       Hari raya nyepi yang diadakan di Bali sepertinya juga sangat baik untuk diterapkan di Indonesia, khususnya di Jakarta. Hanya saja penerapannya hanya dengan yang berhubungan dengan listrik. Setiap wilayah di Jakarta ditetapkan hari “nyepi”, hari tanpa listrik satu hari tiap tahun dengan jadwal yang berbeda-beda untuk setiap daerah di Jakarta. Masyarakat dan perkantoran (industri) di Jakarta sebaiknya sudah diberitahukan jauh-jauh hari sebelumnya sehingga mereka mampu melakukan persiapan. Misal, pemadaman listrik dilakukan setiap tanggal 4 September untuk daerah Jakarta Barat, 18 September untuk daerah Jakarta Utara, dan demikian seterusnya.
3.   Selama ini di Indonesia selalu diadakan lomba kebersihan dan cinta lingkungan per kabupaten, untuk ke depannya Pemerintah dalam hal ini PLN akan lebih baik untuk menerapkan kabupaten/kotamadya yang paling efisien dan efektif di dalam menggunakan listrik.
             
        Saya menyadari ketiga ide yang saya paparkan di BLOG ini, bukanlah ide yang mudah untuk dilakukan, mengingat masyarakat Indonesia sudah berada di zona nyaman selama ini dan sudah sangat dimanjakan, khususnya masyarakat Jakarta dimana segala sesuatunya tersedia dalam jumlah yang besar sepanjang kami memiliki uang. Bagi kami, selama kami mampu membayar beban listrik yang ditagihkan kepada kami, siapapun tidak bisa melarang bagaimana kami menghabiskan energi listrik tersebut. Kesadaran kami akan sumber daya yang ada di sekitar belumlah sampai ke level mencintai. Karena memang demikianlah kami didik, orang tua kami, orang-orang di sekitar kami juga melakukan hal yang sama. Kami hanya sibuk memikirkan apa yang bersinggungan dengan kami secara langsung dan mencari uang sebanyak mungkin karena hanya dengan memiliki uang yang banyaklah kehidupan yang nyaman bisa diperoleh di Jakarta ini. Demikianlah pernyataan dari mayoritas masyarakat Jakarta saat ini. Pengadaan energi listrik adalah tugas Pemerintah, kami rakyat hanya tinggal membayar tagihan. Pola pikir seperti inilah yang harus kita rombak kembali. Memang benar, Pemerintah memberikan tagihan untuk setiap energi listrik yang telah atau yang akan kita pergunakan. Akan tetapi hal ini tidak menjadi hak mutlak kita untuk memakai energi listrik secara berlebihan. Orang yang tidak memiliki sejumlah uang yang sama dengan kita juga memiliki hak yang sama untuk menikmati energi listrik. Saya berharap, melalui ketiga ide yang saya paparkan di atas mampu mengubah pola pikir masyarakat untuk lebih menggunakan energi listrik dengan efisien dan efektif. Demikian halnya dengan Pemerintah dalam hal ini PLN agar lebih bekerja keras lagi di dalam melayani kebutuhan masyarakat sehingga masyarakat tidak merasa apatis lagi terhadap kinerja PLN.