Ada apa dengan manusia
zaman sekarang?
Manusia zaman sekarang
sangat aktif di dunia maya, di media sosial yang dikenal dengan facebook,
instagram, path, dan twitter.. Ada juga WhatsApp, LINE, BBM, dan telegram.
Semua media ini diciptakan tentunya dengan tujuan yang mulia, yaitu untuk mempermudah
kehidupan manusia. Dan memang bagi sebagian orang, keberadaan media-media
sosial ini sangat menguntungkan dan bermanfaat.
Bagi mereka yang hidup jauh
dari keluarga, dengan adanya media sosial akan sangat membantu untuk selalu
terkoneksi dengan mereka yang dicintai. Dalam dunia marketing, media ini pun
menjadi alat yang sangat efektif untuk mendapatkan laba yang besar. Hampir di
semua lapisan kehidupan manusia sangat diuntungkan dengan keberadaan
media-media sosial ini. Yakni dengan penyebaran informasi yang begitu cepat,
membuat manusia yang dulunya hanya menyadari tentang kehidupan di sekitarnya,
sekarang semua hal yang terjadi di berbagai tempat bisa diketahui dalam waktu
yang sangat cepat dan terkini.
Kalau dulu, manusia
membutuhkan waktu berhari-hari untuk mengetahui apa yang tejadi di dunia bagian
lain, saat ini dalam hitungan detik, informasi itu bisa menyebar ke seluruh
dunia. Bahkan suatu informasi bisa dinikmati secara langsung, tidak perlu
menunggu beberapa detik lagi.
Di atas semua keuntungan
dan kemudahan yang tercipta, ada begitu banyak dampak negatif dari kehadiran
media-media sosial ini. Salah satu dampak negatif yang paling menonjol adalah
dimana manusia zaman sekarang lebih fasih dan luwes berinteraksi melalui
media-media sosial dibandingkan dengan berinteraksi secara tatap muka.
Sesungguhnya tidak ada yang salah dengan ini seandainya mereka yang lebih fasih
dan luwes dalam berinteraksi di media sosial, menggunakan kemampuan mereka
untuk memberikan motivasi kepada setiap orang yang terkoneksi dengannya.
Menyebarkan informasi-informasi yang membangun aura positif untuk saling
mendukung dan menyebarkan kebaikan.
Fenomena yang terjadi
adalah mereka yang sangat fasih dan luwes berinteraksi di dunia maya, memiliki
kecenderungan untuk menghakami apa yang terjadi di sekitarnya, menyebarkan
informasi-informasi yang mematahkan semangat, informasi yang tidak memdidik,
memecah belah kerukunan, ajang untuk pamer mengenai sesuatu hal yang tujuannya
untuk membuat orang lain iri hati, mengeluhkan tentang kehidupan dengan cara
meluapkan amarah tanpa batas-batas etika.
Sebagai seorang yang pernah
belajar psikologi, aku bisa memahami bagaimana masyarakatku saat ini berada di
ambang batas emosi mereka. Adanya tekanan ekonomi, masalah sosial (misalnya jomblo
akut, kehidupan pernikahan, dan keluarga yang tidak bahagia), dan masalah
psikologis membuat media sosial menjadi tempat yang tepat untuk bisa
mneyeimbangkan kondisi kejiwaan. Setiap kali ada informasi mengenai hal yang
negatif, menjadi kesempatan untuk mereka yang sedang berada di ambang batas
emosi jiwa langsung terkontaminasi untuk berkontribursi menyemarakkan
informasi-informasi ini.
Beberapa kali aku
mengobservasi aktivitas manusia di media sosial. Hampir semua informasi negatif
bisa tersebar dalam hitungan menit ke seluruh pelosok negeri ini. Jutaaan orang
akan membagikan informasi itu kembali ke seluruh relasi yang dimilikinya dengan
cara sukarela. Berapa banyak diantara kita yang menerima informasi negatif
langsung menhapusnya dan melupakannya? Nyaris tidak ada. Mayoritas dari kita
langsung dengan kecepatan dan semangat yang entah darimana langsung
membagikannya kembali ke seluruh relasi yang kita miliki di media soial. Pertanyaannya
: APAKAH KITA JUGA MELAKUKAN HAL YANG SAMA KETIKA KITA MENDAPATKAN INFORMASI
YANG POSITIF?
Sudah hampir dua minggu,
aku memberikan waktuku untuk berbagi informasi mengenai pelayanan yang kami
lakukan untuk anak-anak di Sumba Barat Daya. Aku membagikan informasi ini ke
seluruh relasi yang kumiliki di media social dengan tujuan akan mendapatkan
dukungan berupa donasi dan juga meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai
kondisi anak-anak di Sumba Barat Daya yang membutuhkan dukungan banyak pihak,
bukan hanya dari kami maupun pemerintah. Kami membutuhkan banyak tangan di
dalam pelayanan ini demi terciptanya hidup anak seutuhnya, lingkungan yang
ramah anak. Sejauh ini, aku cukup bersyukur jikalau ada beberapa berapa orang
yang meresponnya dan tergugah untuk berkontribusi di dalam pelayanan kami ini. Walau
jumlahnya masih di bawah 20 orang. https://kitabisa.com/raniberanimimpi. Sangat berbalik terbalik dengan apa yang
dialami oleh siswa SMA di Medan yang kena tilang oleh polisi beberapa hari
lalu. Informasi ini dalam hitungan jam langsung mendapatkan respon yang begitu
banyak dari masyarakat Indonesia.
Mengapa hal ini bias terjadi?
Aku mencoba menganalisanya dan merangkup kesimpulanku sebagai berikut :
Masyarakat kita saat ini banyak yang
berada di ambang batas pertahanan emosi yang minim. Hanya satu pemicu negatif
saja, pertahanan emosi itu langsung jebol, dan terjadilah kebakaran dasyat. Contoh
kasus bisa dilihat dari kasus siswa SMA di Medan yang ditilang oleh polisi
wanita. Dan masih banyak contoh lainnya. Mengapa masyarakat banyak yang berada
di ambang batas pertahanan emosi yang minim? Seperti yang telah aku sampaikan
di atas, hal ini merupakan dampak negatif dari kehebatan yang dimiliki di dalam
berinterkasi di dunia maya yang tidak diimbangi dengan kehebatan di dalam
berinteraksi di dunia yang sesungguhnya.
Aku pernah membaca sebuah artikel (lupa
sumbernya), mengatakan bahwa yang membuat manusia itu bahagia adalah kualitas
yang dimiliki dalam berelasi dengan keluarga, teman, dan komunitas. Tentu saja
untuk membuat relasi dengan keluarga, teman, dan komunitas berkualitas bukanlah
hal yang mudah. Dibutuhkan kemampuan untuk bisa menerima, berbagi dan memahami
satu sama lain. Jadi, bukan uang, pekerjaan, kepintaran, jabatan, tampang kece,
gaya hidup, ataupun network yang membuat kita bahagia.
Hidupku tidak sempurna, aku pun tidak
sempurna. Akan tetapi aku mau berproses di dalam kehidupan ini. Salah satu cara
yang kulakukan dalam berproses adalah dengan selalu berusaha menyebarkan aura
positif ke setiap mereka yang ada di sekitarku dan mereka yang terkoneksi
denganku di dalam media sosial. Aku tahu, masing-masing kita memiliki salibnya
masing-masing. Karena itu, mari kita saling menguatkan satu sama lain, agar
salib yang kita pikul ini terasa lebih mudah untuk dijalani. Tidak jadi masalah
apabila kita sangat aktif di dunia media sosial, akan tetapi akan jauh lebih
bijaksana jikalau keaktifan kita di media sosial itu untuk menyebarkan
kebaikan, menyebarkan informasi-informasi positif dan edukatif.
No comments:
Post a Comment