Friday 29 May 2015

Perkembangan psikososial manusia menurut teori Sigmund Freud

Lima tahapan perkembangan psikososial manusia menurut Sigmund Freud :
1. Fase oral
· Manusia mengenal dan merespon dunia luar melalui mulut. Bayi memasukkan segala sesuatu ke mulut dalam upaya pengenalannya akan benda-benda di sekitarnya. Ketika tidak nyaman, lapar, dsb mereka akan meresponnya dengan mulut, yaitu menangis. Untuk mencari putting susu ibu pun dilakukan oleh mulut. Oleh karena itu tugas perkembangan yang harus diselesaikan dalam tahap ini adalah proses penyapihan.
· Apabila gagal dalam tugas perkembangan di fase ini maka akan mengakibatkan :
o adanya ketergantungan kepada orang lain, misalnya :  tidak mandiri, cengeng, manja;
o adanya ketergantungan terhadap benda, misalnya rokok, obat-obatan, game, dsb.
· Sikap orang tua atau orang dewasa yang terlalu berlebihan mendampingi anak dalam fase ini juga bisa mengakibatkan anak menjadi orang yang pemilih, misalnya pemilih dalam hal makanan, pakaian, pekerjaan, jodoh, dsb.

2. Fase anal
- Pada fase ini, anak mulai diperkenalkan training toilet. Anak diminta untuk bisa mengendalikan kapan dan dimana bisa mengeluarkan kotoran dari dalam tubuh. Oleh karena itu, tugas utama anak dalam proses ini adalah pengendalian diri.
- Anak yang berhasil melewati fase ini akan tumbuh menjadi manusia yang berprestasi, kompeten, produktif, dan kreatif.
- Anak yang mendapatkan pendampingan terlalu longgar dari orang dewasa atau orang tua di sekitarnya akan mengakibatkan si anak tumbuh menjadi manusia hidupnya berantakan, tamak, dan boros.
- Sementara apabila fase ini terlalu dini disosialisasikan, maka si anak akan tumbuh menjadi manusia yang kaku atau obsesif.
- Dan bila orang tua terlalu mem-push anak dengan tidak diberikan pengertian, anak bisa tumbuh menjadi manusia yang pelit. Hal ini disebabkan kontrol pengendalian anak tidak berkembang dengan baik, sehingga si anak terlalu mengendalikan diri dan merasa bersalah untuk membuang kotoran karena takut pada orang tua.

3. Fase phallic
ü Pada fase ini anak mulai mengenal adanya perbedaan jenis kelamin. Pada fase ini juga anak perempuan memiliki rasa cinta kepada ayahnya, sehingga menganggap ibunya adalah saingannya. Sementara anak laki-laki memiliki rasa cinta kepada ibunya dan menganggap ayahnya adalah saingannya. Apabila orang tua tidak mendampingi anak-anak pada fase ini, bisa mengakibatnya adanya ketidakcocokan antara ibu dengan anak perempuannya atau ayah dengan anak laki-lakinya.
ü Selain itu pada fase ini juga bisa mengakibatkan adanya Oedipus Complex, dimana anak perempuan mencintai laki-laki yang lebih tua darinya, atau anak laki-laki mencintai perempuan yang lebih tua darinya akibat tugas perkembangan psikologis yang belum selesai.
ü Tugas utama dari fase ini adalah pengelolaan rasa kecemasan. Menyadari siapa dirinya, mengenal tubuhnya, dan perbedaannya dengan orang lain adalah “shocking” tersendiri kepada manusia, yang mengakibatkan lahirnya emosi cemas.
ü Apabila fase ini tidak diselesaikan dengan baik, maka anak akan tumbuh menjadi manusia yang neurotic, mengalami PANIC DISORDER, pencemas, tidak percaya diri (minder, rendah diri), gampang gugup.

4. Fase latent
§ Setelah mengenal diri sendiri, mengenal orang tua, pada fase ini anak akan belajar mengenal saudara kandung, tetangga, anak-anak lain yang seumurannya, keluarga besar.
§ Pada fase ini tugas perkembangan anak adalah interaksi sosial, komunikasi dengan manusia lain, sikap mengalah, dan berkorban.
§ Pada usia ini, anak biasanya menampilkan sikap egois, meminta seluruh orang di sekitarnya untuk memperhatikan dia.
§ Apabila anak memiliki adik baru pada fase ini, maka anak membutuhkan pendamping double, bukan mengurangi karena pada fase ini adalah fase persiapan anak untuk melangkah mengenal dunia luar. Fase ini akan penentu apakah anak akan menjadi manusia yang bermanfaat bagi lingkungan sosialnya atau malah menjadi sampah masyarakat.

5. Fase genital
Ø Setelah mengenal diri sendiri, orang tua, saudara kandung, lingkungan sosial, maka pada tahap ini anak akan belajar untuk mencari keseimbangan hidupnya. Jadi tugas utamanya adalah untuk mencari keseimbangan hidup.
Ø Apabila anak tidak berhasil pada fase ini maka anak tersebut akan tumbuh menjadi manusia yang tidak memiliki tujuan dan visi dalam hidupnya.

Demikianlah lima tahapan psikososial manusia. Semoga dengan mengetahui tahapan ini, kita semakin diberikan rasa empati kepada setiap orang di sekitar kita untuk tidak menghakimi mereka di dalam setiap kekurangan mereka. Semoga penjelasan di atas bisa membantu kita untuk bisa menerima orang-orang di sekitar kita seperti Yesus menerima kita apa adanya.
Terakhir, semoga kita bisa mempraktekkannya sehingga anak-anak yang dititipkan Tuhan kepada kita, bisa menemukan tujuan hidupnya di dunia ini.

Thursday 21 May 2015

AKU DAN BUDAYAKU


Bagi masyarakat Indonesia, menikah dan memiliki anak telah menjadi bagian dari siklus kehidupan. Setelah menyelesaikan study, memiliki penghasilan, maka orang tua dan lingkungan pun akan mendesak untuk menikah dan memiliki anak. Kesimpulannya, memiliki penghasilan dan sudah melewati masa pubertas menjadi tiket masuk ke dunia pernikahan.  Bahkan di beberapa kelompok masyarakat tertentu di Indonesia, memiliki penghasilan tetap atau tidak, tidak menjadi masalah untuk memasuki dunia pernikahan. Lebih jauh lagi, apabila belum menikah maka lingkungan sosial akan menilai negatif, dikucilkan, akibatnya yang bersangkutan pun semakin tertekan yang pada akhirnya membawa mereka kepada keputusan untuk menikah walau sesungguhnya tidak ingin. Hanya untuk sebagai status saja.
Tidak bisa dipungkiri, negara Indonesia yang memiliki banyak budaya yang masih cukup kental, menjadi penentu dalam keputusan pernikahan. Disinilah akhirnya yang membawa para generasi muda sekarang menyalahkan budaya yang berujung pada tidak memiliki self belonging terhadap kebudayaan sendiri. Menjalani kehidupan yang begitu rumit dan sibuk sudah cukup menyita waktu bagi generasi muda, ditambah lagi dengan realita bahwa mereka harus aktif untuk melanjutkan warisan kebudayaan yang penerapannya sudah tidak masuk akal lagi menurut mereka.
Perlahan tapi pasti, generasi muda sudah enggan untuk melanjutkan warisan budaya. Budaya dan kebiasaan negara lain jauh lebih menarik bagi mereka karena pendekatan dan penerapannya cukup logis bagi pola pikir generasi muda sekarang. Bukan berarti setiap budaya di Indoensia tidak logis, hanya saja penerapannya yang tidak terlalu dipaksakan dan tidak meninggalkan kesan yang bermanfaat bagi mereka yang menjalaninya. Demikian halnya dengan pernikahan, para generasi muda yang menjalani dunia pernikahan bukan lagi karena keinginan mereka melainkan karena tuntutan sosial dan orang tua.
Hasilnya, banyak pernikahan yang gagal di usia muda. Anak-anak korban perceraian pun semakin bertambah setiap harinya. Setiap hari kita disungguhkan dengan perilaku-perilaku anak muda yang sudah melewati batas standar sosial.
Akankah kita tinggal diam dengan semua ini? Kehancuran moral dan pribadi generasi muda sudah semakin tidak terkontrol lagi. Mungkin salah satu langkah yang paling tepat adalah dengan berhenti saling menyalahkan dan mulai mengkritisi setiap kebiasaan yang ada. Apakah budaya dan kebiasaan yang diwariskan nenek moyang kita masih cukup relevan untuk diaplikasikan saat ini? Mari berpikir sejenak dan mencari solusi untuk tetap melestarikan budaya dan kebiasaan nenek moyang kita dengan tidak mengorbankan eksistensi kita sebagai manusia seutuhnya di dunia yang serba komputerisasi  ini.



Monday 22 December 2014

Resep Sup Jagung



Dalam setahun ini, berat badanku naik turun drastis. Di bulan Januari sampai dengan Maret 2014, berat badanku di angka 46 kg. Setelah aku divonis oleh dokter, hamil - berat badanku naik drastis. Dari bulan April sampai September 2014, berat badanku di angka 65 kg. Dalam hitungan enam bulan, berat badanku naik 19 kg. Enam puluh lima kilogram adalah angka rekor muriku. Selama 27 tahun aku hidup di dunia ini, ini kali pertama aku berada di angka itu. Dan sekarang di bulan Desember 2014, berat badanku kembali mendekati angka normal, yaitu 50 kg. Masih berharap sih, aku bisa kembali di angka 46 kg. Tetapi suamiku dan orang-orang terdekatku mengatakan aku jauh terlihat lebih segar di angka ini (50 kg). 

Penurunan berat badanku yang drastis tentu saja tidak datang secara tiba-tiba dan begitu saja. Aku melakukan diet ketat selama 2,5 bulan untuk bisa mengurangi berat badanku sebanyak 15 kg. Yang kulakukan tentu saja dengan mengurangi makanan yang masuk ke mulutku. Mungkin inilah salah satu hal positif yang kuperoleh dengan berpulangnya anak kami kepadaNya. Aku tidak perlu makan banyak demi produksi asiku. Aku bisa melakukan diet ketat karena aku tidak perlu memikirkan asupan nutrisi bayiku. Tidak seperti ibu-ibu lainnya, yang baru melahirkan, yang tidak diizinkan untuk diet ketat karena masih harus memberikan nutrisi kepada bayi mereka. Aku bisa menurunkan berat badanku kembali tanpa harus memikirkan bayiku.

Di satu sisi, memang aku tidak terlalu suka makan. Aku selalu berharap suatu hari nanti manusia bisa menemukan solusi untuk tidak perlu makan dan bisa bertahan hidup. Ajaibnya ketika aku hamil, aku sangat suka makan. Jadi, tidak heran bukan selama aku hamil kurang lebih tujuh bulan, berat badanku naik 19 kg. Lagi, hal kecil yang kembali aku syukuri, setelah masa kehamilanku berakhir, aku kembali ke kebiasaanku semula, tidak suka makan sehingga membantuku daam mengurangi berat badanku.

Selain mengurangi makanan, aku sangat terbantu dengan kesenanganku yang suka berjalan kaki. Untuk melakukan aktivitasku, aku jauh lebih memilih untuk berjalan kaki dibandingkan harus naik ojek atau angkot. Apabila masih memungkinkan untuk dilalui dengan jalan kaki, aku akan berjalan kaki. Dan ini juga sangat membantuku di dalam menguangi berat badanku.

Menu favoritku selama aku melakukan diet ketat adalah sup jagung. Resep sup jagung ini sebenarnya aku peroleh dari berbagai sumber dan akhirnya aku modifikasi dan kuracik sendiri. 

Bahan yang dibutuhkan :
  • 6 biji ceker ayam
  • 4 ampela ayam, dipotong-potong sesuai selera
  • 4 hati ayam, dipotong-potong sesuai selera
  • 4 buah tahu, dipotong-potong sesuai selera
  • tiga tongkol jagung muda besar, disisir dulu
  • dua butir telur
  • 1 buah bawang bombay, diiris halus
  • 6 siung bawang merah, dihaluskan
  • 4 siung bawang putih, dihaluskan
  • 4 butir lada putih, dihaluskan
  • 2 sendok makan gula pasir
  • 1 sendok makan tepung maizena, dilarutkan dengan air
  • garam secukupnya
  • margarin secukupnya untuk menumis
Cara memasak :
  • Rebus ceker, ampela, dan hati ayam sampai mendidih.
  • Masukkan jagung dan tahu
  • Tumis bawang merah, bawang putih, lada putih menggunakan margarin, dilanjutkan dengan bawang bombay. Setelah aromanya ke luar, masukkan ke dalam rebusan ceker, ampela, dan hati ayam. Aduk.
  • Masukkan telur ke dalam air rebusan, aduk
  • Masukkan garam dan gula
  • Masukkan tepung maizena, aduk
  • Angkat dan sajikan
Satu lagi tips untuk mnegurangi berat badan adalah tidak makan malam. Untuk prestasiku di dalam mengurangi berat badan, aku mengucap syukur kepada Dia yang selalu ada untukku. Terima kasih Tuhan.

Kue nastar, kue natal favoritku

Kue natal selanjutnya yang aku ingin masak setelah kastengel dengan oven dan mixer baruku adalah kue nastar. Sebenarnya dari awal aku berencana membeli oven dan mixer, kue pertama yang ingin kumasak adalah kue nastar. Mengapa? Karena kue nastar  adalah kue natal favoritku. Akan tetapi karna aku sedikit kesusahan mencari buah nanas untuk selainya, dimana aku harus melakukan pemesanan buah nanas terlebih dahulu ke mas-mas tukang sayur perumahan, maka aku memasak kastengel sebagai kue natal pertamaku.
Sedikit cerita mengenai kue nastar. Kue ini pertama kali diperkenalkan oleh almarhum Bou Sonti kepadaku. Dan aku langsung jatuh cinta dengan kue ini. Dulu ketika dia masih hidup, tiap tahun ketika natal tiba, kue ini  selalu hadir di samping berbagai jenis kue natal lainnya, dimana semua kue natal itu adalah buatan almarhum Bou Sonti. Kue yang hanya bisa aku makan sekali dalam setahun karena almarhum Bou Sonti hanya memasaknya di bulan Desember. Aku kaget ketika tiba di perantauan ini, ternyata kue nastar bukan hanya menjadi salah satu jenis kue natal, tapi juga menjadi kue lebaran bagi umat muslim. Inilah salah satu sukanya menjadi perantau, mengetahui kebiasan hidup dari masyarakat yang berbeda agama dengan saya. Alhasil, aku memiliki dua kali kesempatan dalam setahun untuk menikmati kue nastar, yakni hari natal dan lebaran.

Walaupun tiap tahun, almarhum Bou Sonti selalu membuat kue nastar di rumah orang tuaku, aku tidak pernah tahu apa resepnya. Hal ini disebabkan, almarhum Bou Sonti tidak pernah mengizinkanku untuk membantunya membuat kue. Dan apabila aku menanyakan resep makanan, bukan hanya resep kue nastar, dia tidak pernah mau memberitahukanku. Dia akan balik menjawabku, untuk apa itu, kau tidak perlu tahu. Selain tidak bersedia memberikan resep kepadaku, dia juga lebih memilih kakakku untuk membantunya setiap kali membuat kue natal. Sementara aku, kebagian tugas untuk mencuci setiap perlengkapan memasak setelah eksekusi kue selesai dan memasak makanan untuk semua penghuni rumah ketika mereka sibuk di dalam proses pembuatan kue-kue natal. Kalau aku datang mendekat, dia akan mengusirku dan menyuruhku membantu ibuku saja. Padahal kan, aku sangat tidak suka dekat-dekat dengan ibuku. Karna dekat dia sama saja mengikhlaskan diri untuk dipukul dan dimarahi. Jujur, saat itu aku kesal pada almarhum Bou Sonti. Aku ingin sekali terlibat dalam pembuatan kue. Dan aku sangat membenci mencuci perlengkapan kue. Ini menjadi salah satu alasan mengapa dulu aku membenci liburan natal. Aku dipaksa untuk melakukan sesuatu yang tidak kusukai. Dulu, aku sering berharap seandainya liburan sekolah tidak pernah ada, aku sangat suka ke sekolah, jauh dari rumah orang tuaku dan dari orang-orang yang di dalamnya. Jadi, ketika menonton film Harry Potter, aku sangat mengerti perasaannya ketika dia harus pulang ke rumah paman dan bibinya di hari libur sekolah. Sama seperti Harry Potter, aku lebih memilih untuk menghabiskan waktuku dengan teman-teman dibandingkan harus menghabiskan liburan sekolah dengan cercaan dari ibuku.

Karena Bou Sonti tidak pernah mengizinkanku untuk terlibat dalam memasak kue bersamanya, maka aku sering sekali melakukannya sendirian. Ketika dia tidak di rumah, aku mencoba membuat kue dengan membaca resep-resep kue dari koran atau majalah bekas. Dan ketika kueku gagal, ibuku akan sangat besar, pertama ibuku tidak bisa mentoleransi kegagalan dan yang kedua menurut ibuku  aku telah membuang bahan-bahan kue yang menurut dia hal itu hanya boleh dilakukan anak orang kaya, dan aku adalah anak tukang becak, perkataan yang selalu dikumandangkan oleh ibuku. Dulu ketika orang tuaku memarahiku dengan alasan merasa sayang dengan bahan kue itu, aku selalu berharap memiliki uang sendiri dan mengganti kerugian ibuku. Sialnya dulu aku tidak punya uang, jadi aku harus pasrah dimarahi dan bahkan dipukul setiap kali aku mengalami kegagalan. Hukuman paling menyebalkan yang kuterima ketika kue-kueku gagal selain kena pukul adalah ibuku memaksaku untuk menghabiskan semua kue yang gagal itu, tidak boleh dibuang, bagaimana pun rasanya! Ironisnya ketika kueku berhasil, ibuku tidak pernah memujiku.

Kembali pada kue nastar. Setelah aku merantau, almarhum Bou Sonti masih bersedia mengirimkanku kue nastar. Akan tetapi setelah dia meninggal, di rumah orang tuaku tidak pernah ada lagi acara memasak kue. Aku pun tidak imemakan kue nastar lagi. Semangatku untuk membuat kue natal pun memudar karena aku tahu ibuku tidak akan mentolerir setiap kegagalan yang mungkin terjadi ketika proses pembuatan kue. Alhasil, daripada dipukul dan diomeli, aku memilih untuk tidak membuat kue natal. Dan ibuku pun akhirnya tidak ada pilihan, dia membeli kue-kue natal di pasar.

Kemarin, setelah sekian tahun tidak menyentuh peralatan pembuatan kue, aku berhasil membuat kue nastar pertamaku dengan resep dari buku Kitab Masakan. Buku ini adalah hadiah ulang tahun pertama dari suamiku, setelah kami sebulan menikah. Dia membelikanku buku ini karena dia tahu aku sangat senang belajar, belajar berbagai hal, termasuk memasak. Ya, dalam hidup ini banyak hal yang bisa kulakukan dengan belajar sendiri dari buku dan internet. Walaupun aku hidup dengan almarhum Bou Sonti yang pandai memasak dan bersolek akan tetapi dia tidak mau membagi ilmunya denganku. Sampai saat ini, aku pun tidak tahu mengapa dia tidak mau membagi ilmunya kepadaku. Walaupun demikian, aku tetap mencintainya. Dan aku selalu merindukannya.

Inilah kue nastarku..