Monday, 31 March 2025

Untuk direnungkan

Ketika kenyataan tidak sesuai dengan yang diharapkan, respon yang dilakukan manusia pada umumnya adalah menyalahkan orang lain/ kondisi atau mengasihani diri sendiri. Tidak salah dan juga tidak benar. Itulah keunggulan manusia dari mahluk lain. Manusia diberikan free will. Dan ini adalah salah satu contoh dari bagaimana manusia mempergunakan kebebasan itu. 

Akan tetapi manusia yang berhikmat tidak berhenti di level menyalahkan orang lain/situasi atau mengasihani diri sendiri. Manusia yang berhikmat akan mengupayakan segala hal yang dimiliki, yakni semua alat indra, talent, bakat, skill dan knowledgenya untuk bisa mewujudkan kenyataan sesuai dengan yang diharapkannya.  Jika memang segala hal telah diupayakan, manusia berhikmat akan mengetahui batasannya untuk berhenti berusaha. Selanjutnya menerima bahwa sesuatu yang diharapkan itu memang mungkin bukan untuk harus diwujudkan. Pada akhirnya, manusia akan menyadari bahwa free will yang dimiliki juga ada batasannya. Dan pada akhirnya manusia secara suka rela atau akan dipaksa untuk mengakui bahwa Tuhan masih dan akan terus memegang kendali terhadap dunia ini.

Saat ini media sosial menyuguhkan informasi dimana masyarakat Indonesia merasa kecewa dengan keputusan pemerintah, terkhusus dalam hal efisiensi anggaran dan kenaikan pajak. Janji-janji ketika belum terpilih sebagai pemimpin ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini menimbulkan reaksi menyalahkan atau mengasihani diri sendiri. Di satu sisi, harus diakui juga bahwa setiap keputusan yang diambil memang tidak akan bisa memuaskan hati semua orang  dan apapun keputusan yang diambil pastinya akan menimbulkan pro dan kontra.

Sebagai seorang Kristen, saya diajarkan oleh Yesus untuk taat terhadap pemerintah dan berdoa kepada pemerintah agar setiap keputusan yang diambil sesuai dengan kehendak Yesus. Hal ini bukan berarti sebagai rakyat, tidak bisa memberikan feedback. Rakyat bisa memberikan feedback dengan syarat feedback tersebut adalah feedback yang konstruktif, bukan menyalahkan atau bersikap seperti korban. Motivasinya harus tetap untuk kemajuan dan kebaikan Indonesia. Sangat ironis kalau kontribusi yang bisa dilakukan oleh rakyat hanyalah protes.

Terhadap keputusan pemerintah mengenai efisiensi anggaran dan kenaikan pajak, saya belum bisa menyimpulkan apakah ini adalah keputusan yang baik atau tidak. Akan tetapi karena saya sudah diajarkan untuk taat terhadap pemerintah, jadi langkah yang saya ambil adalah memberikan ruang kepada pemerintah untuk menjalankannya. Kita jalani dulu keputusan ini dengan tetap mengkawal dampak dari keputusan ini. Sembari mengkawal, saya juga berbenah diri dengan cara mengasah setiap potensi yang saya miliki untuk bisa semakin memberikan kontribusi kepada Indonesia. 

Ada juga seruan untuk kabur dulu saja. Untuk hal ini, kalaupun pada akhirnya rakyat memilih untuk bekerja ke luar negeri, tidak apa-apa. Itu adalah pilihan yang baik juga, menjadi ambasador bagi Indonesia di luar negeri. Bekerjalah dengan baik di sana dan jagalah nama baik Indonesia. Jika banyak orang Indonesia bekerja di luar negeri dengan baik, itu akan membuka peluang juga kepada para investor untuk melirik Indonesia, yang pada akhirnya akan mendatangkan benefit kepada Indonesia juga.

Mengenai anjuran untuk tidak bayar pajak karena banyaknya kasus korupsi, menurut saya itu adalah hal yang berbeda walaupun berhubungan. Memang benar, korupsi adalah PR terbesar bagi bangsa ini. Sejujurnya, ini bukan hanya tugas pemerintah saja tapi juga tugas semua masyarakat Indonesia. PR ini tidak bisa kita berikan hanya kepada Presiden. Sangat mustahil sekali semua kasus korupsi di Indonesia ini bisa diselesaikan oleh Presiden terpilih saat ini. Di satu sisi kita juga tahu bahwa kalau rakyat tidak membayar pajak bagaimana pemerintah ini bisa menjalankan fungsinya? Memang benar kalau banyak pejabat yang korupsi. Dan memang benar juga bahwa banyak rakyat yang belum taat membayar pajak. Jadi ikut serta menyerukan untuk tidak membayar pajak adalah keputusan yang tidak bijak. Jikalau kita memang cinta dengan Indonesia, kejahatan sebaiknya tidak dibalas dengan kejahatan. Sangat tidak bijak ketika kita menyampaikan bahwa koruptor harus dibasmi sementara yang berkoar-koar menyerukan para koruptor juga adalah mereka yang tidak membayar pajak.

Kembali ke ajaran Yesus, yang saya terima. Yang namanya dosa adalah dosa. Tidak ada dosa kecil dan dosa besar. Korupsi adalah dosa, tidak membayar pajak juga adalah dosa. Apa yang harus dibayarkan kepada pemerintah harus dibayarkan. Terlepas apakah pemerintah mengelolanya dengan tidak baik atau dengan baik, itu adalah tanggung jawab mereka kepada Yesus kelak. Lagi, sebagai warga negara harus terus mendoakan pemerintah agar mereka takut akan Tuhan. Dan tentu saja, belajar dengan lebih baik lagi, bekerja dengan lebih keras lagi untuk tidak serupa dengan seperti mereka.

 Alih-alih protes dengan tidak mau bayar pajak, rakyat juga bisa bantu Pemerintah menagih pajak dari masyarakat yang belum bayar pajak.  Langkah konkrit yang bisa dilakukan, semisal jikalau kita memiliki talenta dalam membuat konten-konten di media sosial, mengapa tidak membuat konten yang bertujuan untuk menggerakkan rakyat yang belum bayar pajak untuk bayar pajak. Kekuatan media akan membantu pemerintah di dalam meningkatkan kinerja mereka. Ini salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengkawal pemerintah di dalam melakukan perannya. Kita juga bisa mendorong agar para pejabat juga melaporkan semua hartanya, dan mendesak mereka untuk membuktikan pelaporan pajak mereka melalui konten-konten yang dibuat di dalam media sosial. Jadi, bukan buat konten untuk tidak bayar pajak. Kalau begitu apa bedanya kita dengan para koruptor? Kita sama-sama membawa Indonesia ke arah yang tidak baik.

Kalau kita selalu protes dengan setiap keputusan dari Pemerintah, bagaimana negara ini bisa maju? Dunia ini sudah rusak oleh dosa sejak Adam dan Hawa jatuh dalam dosa. Adalah hukum dosa, bahwa manusia akan mengalami kesusahan di dalam mencari nafkah. Jadi, bukan rahasia lagi kalau mencari uang itu sangatlah susah. Memberikan beban kepada pemerintah untuk bisa menafkahi kita adalah lebih tidak mungkin lagi. Bukan ingin memihak pemerintah. Memimpin negara ini tidaklah mudah. Mari posisikan diri kita di posisi para pemimpin yang telah terpilih. Kita sendiri sebagai masyarakat pun belum tentu bisa menyenangkan setiap orang yang ada di sekitar kita. Apalagi pemimpin di Indonesia, tidak akan bisa menyenangkan hati semua orang yang ada di Indonesia. Kita juga ga bisa bilang, saya tidak memilihnya; jadi untuk apa saya mengikuti arahannya? Prinsip demokrasi tidak seperti itu, siapa pun pemimpin terpilih, masyarakat harus tunduk dan taat, walaupun itu bukan pemimpin pilihannya. Ingat lagi, mereka adalah pemimpin yang sudah mengambil sumpah berdasarkan kepercayaan mereka masing-masing. Jadi mereka yang berwenang mengambil keputusan. Kita masyarakat ya harus tunduk. Memberikan saran dan feedback boleh, tapi harus konstruktif. Saya yakin jika rakyat memberikan saran yang konstruktif, pemerintah pun akan mempertimbangkannya. Faktanya kecenderungan rakyat bukanlah memberikan feedback yang konstruktif, tapi hanya protes saja.

Kalau tidak puas dengan setiap hal yang dikerjakan oleh pemerintah, belajar dan bekerjalah lebih keras lagi agar tidak menjadi seperti mereka. Asa dan tingkatkan kemampuan untuk menjadi manusia yang lebih baik dan bulatkan tekad untuk tidak menjadi serupa dengan pemerintah yang dirasa tidak sesuai dengan harapan. Jangan hanya menjadi rakyat yang pasif dan berharap semua-muanya harus difasilitasi oleh pemerintah. Kita juga harus bercermin, apakah kita sudah menjadi rakyat Indonesia yang memiliki kompetensi untuk membangun bangsa ini? Jangan-jangan setelah kita diberikan tugas itu, kita pun akan melakukan hal yang sama atau bahkan lebih buruk dari mereka. Memang benar, mereka sudah diberikan tugas untuk memimpin Indonesia ini, tapi mereka tidak akan pernah bisa memimpin kalau kita tidak mau dipimpin. Jika memang masih mencintai Indonesia ini, mari sama-sama menjalankan peran masing-masinng, menjadi rakyat yang memiliki kompetensi untuk dipimpin.

Jika saat ini pemerintah belum bisa memfasilitasi kepintaran, keahlihan, dan pengetahuan yang kita miliki, mengapa tidak mencipatakan kesempatan itu sendiri tanpa harus selalu bergantung pada pemerintah? Pepatah kuno mengatakan dimana ada kemauan disana ada jalan. Nah, saat ini apa yang menjadi kemauan kita? Apakah kemauan kita untuk terus mendapatkan fasilitas yang nyaman dari pemerintah dengan gratis tapi tidak mau membayar pajak? Kalau pemerintah gagal mengelola pajak, dimana pajak banyak dikorupsikan bukan tugas kita untuk memberikan hukuman. Di dalam keyakinan yang saya pegang, Yesus akan datang kedua kalinya untuk menghakimi manusia. Jangan sampai ketika Yesus datang, saya pun akan ikut terhakimi karena saya tidak bayar pajak. Kejahatan harus dilawan dengan kebaikan. Para koruptor yang mencuri uang rakyat bukan tugas kita untuk menghukumnya dengan tidak membayar pajak. Kalau kita tidak membayar pajak, itu berarti kita sama saja dengan koruptor yang tidak mencintai Indonesia ini.

Memang sangat berat dan beban kita rakyat menengah ke bawah ini akan bertambah. Seperti yang saya sampaikan di atas, bukankah ini sudah tertulis di Alkitab bahwa manusia akan bersusah payah dalam mencari nafkah? Tapi bagi orang yang percaya Yesus, akan selalu ada suka cita dan kekuatan di dalam melewati ini semua. Oleh karena itu, bagi rakyat menengah ke bawah harus lebih bekerja keras lagi, kerahkan semua potensi dan pengetahuan yang dimiliki. Tingkatkan talenta dan bakat, tidak ada waktu untuk berleha-leha dan bersantai. Para pekerja keras yang bekerja dengan smart tidak akan pernah kelaparan karena ada Yesus yang akan selalu menyertai.

Masalahnya masih banyak rakyat Indonesia yang malas, tidak mau berusaha dan mengembangkan bakat/talenta yang dimiliki. Maunya hanya mendapatkan hal-hal yang gratis dari pemerintah. That's why gampang dihasut dan langsung reaktif dengan setiap perubahan atau keputusan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.


Kesiasiaan

Di Alkitab, ada satu kitab yakni kitab Pengkhotbah yang membuat saya banyak merenung. Di kitab ini banyak dikatakan bahwa apapun yang ada di...