SETETES TAPI BENING
Ayah saya adalah tukang becak. Pekerjaan ini telah ditekuni ayah saya sejak saya duduk di bangku kelas tiga SD. Sebelumnya, ayah saya bekerja sebagai pedagang topi, dompet, dan ikat pinggang ke setiap desa di kecamatan kami. Kegiatan ini langsung terhenti karena barang dagangan ayah saya tidak laku. Alhasil, semua barang dagangannya dikembalikan ke grosir dan kemudian ayah saya membeli sebuah becak. Setelah becak itu dibeli, ayah menuliskan sebuah frase “setetes tapi bening” di belakang becaknya. Waktu itu, saya tidak mengerti arti dari kata-kata tersebut, akan tetapi entah mengapa saya senang dengan kata itu. Saya sering mengulang-ulangnya di hati saya.
Suatu hari, ayah saya dan teman-temannya sesama tukang becak berbincang-bincang di rumah saya. Waktu itu, saya sedang menonton dimana jarak saya dengan ayah dan teman-temannya hanya sekitar dua meter, mau tak-mau saya mendengar apa yang sedang mereka obrolkan. Telinga saya lebih saya fokuskan ke pembicaraan me
Aku sangat suka berbagi ide, perasaan, pengalaman dan apa yang kupercayai lalu menuangkannya di dalam tulisan. Aku berharap melalui tulisanku aku bisa memberikan inspirasi bagi mereka yang membacanya.