Tuesday 25 November 2014

halak batak do ho? (4)

Setelah menikah, pasangan batak diwajibkan untuk mengikuti kegiatan adat, bukan hanya mengikuti tetapi juga mempelajari setiap prosesi adat. Sangat melelahkan dan menyita waktu, pikiran, materi, dan tentu saja mental. Karna bukan adat batak namanya kalau tidak dibumbui dengan konflik. Semegah apapun kegiatan adatnya atau selancar apapun kegiatan itu terlihat pasti akan selalu ada konflik di dalamnya. Tidak jarang, bagi kami para pasangan muda batak akhirnya banyak yang memilih untuk tidak terlibat terlalu jauh atau bahkan bersikap apatis dengan keberlanjutan budaya batak. Jauh lebih menyenangkan untuk mempelajari budaya bangsa lain dibandingkan melanjutkan budaya atau tradisi suku sendiri. Rumput tetangga selalu lebih hijau, bukan?

Aku dan suamiku adalah termasuk pasangan batak muda yang menarik diri dari kegiatan adat batak. Bukan karena kami tidak menyukai adat batak melainkan banyak dari kegiatan batak itu telah melenceng dari tujuan utama adat itu berlangsung. Apalagi dengan pola pikirku yang idealis, membuatku merasa tidak sudi untuk membagi waktu, tenaga, pikiran, dan bahkan materiku untuk mengikuti kegiatan adat batak. Aku bersedia melakukan sesuatu apabila itu memang cukup berharga untuk dilakukan. Aku bukan tipikal orang yang mau melakukan sesuatu yang sia-sia, dan mengikuti kegiatan adat batak menurutku salah satunya. Dan, puji Tuhan suamiku pun sependapat denganku. Bagi kami keluarga muda, menjalani kehidupan keluarga dengan saling beradaptasi satu sama lain adalah yang terutama. Kami fokus dengan kebahagiaan kami dulu untuk saat ini. Sekali lagi, kami bukannya anti dengan setiap kegiatan adat batak, hanya saja kami memiliki prioritas yang harus diutamakan terlebih dahulu. Dan aktif di kegiatan adat bukan menjadi prioritas kami saat ini. 

Adalah hal yang mustahil untuk mengembalikan kembali tujuan utama pelaksanaan adat batak. Aku bahkan memprediksi 50 tahun lagi, kegiatan adat batak akan punah, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya.  Aku telah melakukan observasi di setiap adat batak dilaksanakan. Para orang tua kami telah gagal melakukan regenerasi kepada kami mengenai prosesi adat. Dalam setiap kesempatan, aku nyaris tidak menemukan pasangan muda seperti kami yang bersedia untuk terlibat aktif di dalam adat. Sampai saat ini, kegiatan adat hanya fokus bagi para orang tua saja, sementara kami anak-anaknya sibuk berfoto-foto dan meng-upload-nya ke dunia maya. Kami tidak memperhatikan setiap prosesi dan peran yang harus dilakukan. Kegiatan itu sangat membosankan bagi kami. Jangankan untuk mengerti prosesi adat berlangsung, menggunakan bahasa batak dengan baik dan benar pun kami sudah tidak mampu.

Sejujurnya, aku sangat tertarik untuk tahu mengenai prosesi setiap adat batak. Hanya saja, karena aku perempuan, hampir di setiap prosesi adat aku diwajibkan untuk selalu berada di balik layar, mempersiapkan minuman dan makanan bagi para lelaki. Ya, itulah tugas perempuan batak, di belakang untuk melayani setiap kebutuhan laki-laki. Hanya lelakilah yang bisa tampil di dalam adat.
Inilah alasan pertam yang paling tidak kusetujui dalam pelaksanaan adat batak. Betapa kami para perempuan dijadikan sebagai pelayan saja. Apalagi kalau yang mengadakan pesta adalah pihak laki-laki dari marga si perempuan, dimana dalam adat batak disebut "boru", maka jangan harapkan bisa duduk manis selama pesta berlangsung. Para boru-lah yang repot ke sana-ke mari untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Sementara mereka yang disebut dengan hula-hula duduk manis memberikan perintah. Jadi, bisa disimpulkan setiap kali kegiatan adat batak berlangsung yang paling lelah adalah perempuan. Apalagi perempuan yang melakukan pelayanan kepada pihak laki-laki itu menggunakan pakaian yang sungguh tidak menyenangkan, yaitu kebaya dan suji dan tentu saja dengan rambut disanggul. Pekerjaan untuk melayani para laki-laki selama kegiatan berlangsung menjadi semakin menyiksa karena pakaian yang tidak mendukung untuk menjadi pelayan.
Aku juga tidak tahu pasti sejak kapan dan mengapa kebaya menjadi sesuatu yang sangat penting bagi perempuan batak. Setiap kali kegiatan adat diadakan, maka akan disanalah parade kebaya, berlian, tas KW berlangsung. Sepertinya perempuan-perempuan batak menjadi langganan tetap Pasar Baru - Jakarta.

Yang kedua adalah biaya yang sangat mahal untuk sesuatu yang disebut ego. Sebenarnya, biaya untuk pelaksanaan adat batak itu bisa berlangsung dengan biaya yang tidak terlalu banyak dan sederhana. Akan tetapi, adanya titah dimana para hula-hula wajib untuk mendapatkan yang terbaik untuk mendapatkan berkat. Padahal, berkat kan bukan dari hula-hula, berkat itu datangnya dari Tuhan dan telah diberikan kepada setiap mereka yang percaya kepadaNya. Karna kita percaya kepada Yesus maka kita akan mendapatkan berkat. Bukan karena kita "menyuap" hula-hula maka kita akan mendapatkan berkat. Itu adalah pemikiran orang batak dahulu kala, sebelum mereka mengenal Yesus, dimana hula-hula-lah yang memberikan berkat kepada mereka boru. Sekarang orang batak sudah mengenal Tuhan dimana Tuhan datang ke dunia untuk menunjukkan bagaimana caranya untuk mengasihi setiap manusia, bukan hanya hula-hula saja, tapi semua yang hidup.  
Selain untuk menyenangkan hati hula-hula, biaya yang banyak untuk pelaksanaan adat batak juga untuk  mendapatkan pengakuan dari orang di sekitar. Mendapatkan pujian bahwa pestanya berjalan dengan mewah adalah kebanggan tersendiri dan meningkatkan harga diri orang batak. Apalagi kalau bisa memberikan olop-olop yang banyak kepada hula-hula. 
Aku tidak setuju dengan hal ini karena mostly  semua ini dilakukan hanya untuk show off. Dan ini menjadi tamparan yang sangat memalukan bagi mereka yang tidak memiliki cukup uang. Menjadikan mereka minder dan tidak percaya diri yang akhirnya menimbulkan gap yang berujung kepada konflik.

Yang ketiga, orang batak percaya bahwa dalam adat batak berlaku hukum memberi dan menerima. Apa yang kau berikan itupula yang akan kau dapatkan. Rajin mengikuti adat, maka orang-orang pun akan banyak yang datang ke acara adat kita. Tak jarang, orang-orang yang tidak aktif di adat akan dikucilkan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal inilah yang nantinya akan terjadi kepada kami (aku dan suami) kalau kami tetap mempertahakan posisi kami untuk menarik diri dari adat. Aku tidak menyukai sistem ini. Bagiku, keikutsertaan kita ke dalam suatu adat batak, misalnya ke acara pemakaman, aku datang ke sana untuk memberikan dukungan psikologis kepada yang berduka bukan supaya nanti ketika aku berduka, dia pun akan datang kepadaku. Ironisnya, ketika aku tidak datang kepada mereka di saat mereka mengalami musibah, katakanlah karena aku ada kegiatan lain, aku wajib memberikan sesuatu sebagai gantinya, bila tidak maka aku akan dikucilkan, bahkan ketika aku lupa. Aku lebih baik memilih mereka tidak datang kepadaku kalau memang hanya mengharapkan agar nanti aku juga akan melakukan hal yang sama kepada mereka. Bisa disimpulkan adat batak adalah mengenai utang-piutang. 
Padahal bukankah di dalam Yesus dikatakan bahwa kasih itu harus tulus dan ikhlas, bukan pamrih?

Yang keempat, pelaksaanaan adat yang memakan durasi waktu yang panjang. Misalnya pernikahan, dimulai sejak pagi hari sampai malam hari. Memangnya kehidupan kita hanya untuk adat? Banyak pekerjaan rumah menjadi terbengkalai bukan hanya itu kebersamaan antara orang tua dan anak-anak pun menjadi terbatas hanya karena orang tua sibuk di adat sementara anak-anak dibiarkan melalui harinya dengan aktivitasnya. Inilah kehidupan orang batak, senin sampai dengan jumat kedua orang tua bekerja di kantor, berangkat pagi pulang malam. Hari sabtu mengikuti kegiatan adat dimana ini akan berlangsung sepanjang sabtu, besoknya ke gereja dan kebanyakan menghabiskan seharian juga karena akan banyak kegiatan di gereja, mulai dari rapat majelis, latihan paduan suara atau bahkan mengikuti arisan. Lalu kapan ada waktu untuk keluarga? Jangankan untuk keluarga, untuk diri sendiri pun nyaris tidak ada. Beginikah hidup yang diharapkan untuk menjadi pasangan keluarga batak? Aku dan suamiku sepakat untuk tidak menjalani kehidupan yang demikian. Kami berjanji di hadapan Tuhan untuk hidup menjadi pasangan yang saling berbagi bukan untuk aktif di kegiatan adat batak.

Sampai saat ini aku masih terus berpikir dan berpikir, bagaimana caranya untuk menerapkan adat batak tanpa harus mengorbankan seluruh kehidupanku untuk adat? Aku dan suami mencitai adat batak tapi kami berdua dengan tegas menolak untuk menjadi budak adat batak. Selain menjadi orang batak kami, kami juga bagian dari kelompok masyarakat lainnya. Kami memiliki komunitas di luar adat batak yang menuntut perhatian kami juga. Di atas semua itu, kami berkewajiban untuk menikmati kehidupan keluarga kami dengan berkualitas. Itulah tujuan utama kami menikah, untuk saling berbagi satu sama lain. Dan menjadi pasangan batak adalah bonus bagi kami, seperti layaknya bonus, kami memilih untuk menunda menggunakan bonus itu sekarang. 
Mungkin ini adalah pernyataan sombong dari kami jika kami mengatakan bahwa untuk saat ini, menjauh dan membatasi diri dari perkumpulan batak adalah yang terbaik bagi kami. Sejauh ini, sepertinya kami lebih nyaman untuk fokus dengan kehidupan keluarga, antara suami dan istri, dengan para ipar, dan mereka yang memiliki hubungan darah dengan kami.




Sunday 23 November 2014

Merantau

Di lingkungan dimana aku dibesarkan, merantau adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan harapan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Kedua orang tua dari orang tuaku pun melakukan hal yang sama. Kakek nenek dari pihak ayahku berasal dari desa kecil di Pulau Samosir, namanya desa Aek Rihit. Desa ini terletak di daerah pegunungan kurang lebih empat jam dari tepi Danau Toba dengan jalan kaki. Kehidupan di desa ini sangat jauh dari sejahtera. Kelangkaan air bersih, listrik belum masuk desa, dan tanah yang tidak subur. Keadaan hidup yang sangat memprihatinkan membuat kakek dan nenekku akhirnya memutuskan untuk membawa anak-anaknya merantau ke Balige, di desa Sangkar Nihuta.
Hal yang sama juga dilakukan oleh kakek dan nenekku dari pihak ibu. Mereka berasal dari Dolok Sanggul, desa Sigual. Keadaan yang kurang lebih sama dengan yang dialami oleh keluarga ayahku juga dialami oleh keluarga ibuku. Kelangkaan akan air bersih, belum terjangkau listrik, dan tanah yang tidak subur. Mereka pun merantau ke Balige, desa Sangkar Nihuta. Di desa inilah ayah dan ibuku bertemu dan memutuskan untuk menikah. Begitu juga denganku, di desa inilah aku mengenal suamiku. Bedanya, suamiku adalah putra desa dimana kami tinggal, bukan pendatang seperti keluargaku.

Masa kanak-kanak dan remajaku, aku habiskan di desa Sangkar Nihuta, Balige. Keadaan di desa ini memang sudah lebih baik dibandingkan dengan desa asal dari ayah maupun ibuku. Disini air bersih terjangkau, listrik sudah ada, dan tanahnya lebih subur walaupun kami tidak memiliki tanah untuk diolah (karna kami adalah pendatang di desa ini).  Keuntungan lainnya dari desa ini bahwa desa ini menjadi jalur darat utama antar kota maupun antar provinsi. Rumah orang tuaku tepat berada di pinggir jalan raya besar, yang diberi nama dengan Jalan Tarutung. Hal ini membuatku sudah terbiasa melihat bis-bis antar kota dan provinsi bahkan bis antar pulau melintas dari depan rumah orang tuaku. Bis-bis antar pulau adalah bis Antar Lintas Sumatera (ALS), bis PMH (saya lupa kepanjangannya), dan berbagai truk yang mengangkut bahan makanan dari Pematang Siantar ke Pulau Jawa.

Menjadi pendatang di desa ini tentu saja menjadikan orang tuaku tidak  memiliki tanah untuk diolah dan orang tuaku tidak cukup beruntung untuk menjadi karyawan kantor, maka mereka mencoba peruntungannya melalui jalur bisnis, yaitu berjualanan. Kondisi rumah orang tuaku yang strategis sangat dimanfaatkan baik oleh mereka untuk menjual makanan. Beberapa jenis makanan yang dijual oleh orang tuaku adalah mie gomak (masakan kuliner khas Batak), ketan, berbagai jenis gorengan (pisang goreng, ketan goreng, bubur kacang ijo goreng, bakwan, godok-godok, tahu isi, ubi goreng, dsb). Sementara untuk minuman, orang tuaku menyediakan kopi, teh manis, susu, teh susu, kopi susu, dan berbagai minuman kemasan lainnya. Banyaknya jenis jualan yang diperdagangkan oleh orang tuaku membuatku nyaris tidak pernah merasakan arti sebuah rumah karena rumah orang tuaku dimana aku dibesarkan adalah juga tempat orang tuaku membuka usaha mereka. Jadi, tidak heran apabila di rumah kami tidak ada ruang privacy karena apapun yang terjadi di rumah kami semua customer bisa menyaksikannya. Kehidupan kami seperti aquarium, tidak ada yang tersembunyi. 

Mungkin, dengan kondisi orang tuaku yang adalah perantau di desa ini dan seringnya bis-bis antar kota dan antar provinsi yang singgah di rumah orang tuaku membuatku banyak tahu tentang dunia luar dari desa ini. Tak jarang mereka yang singgah di rumah orang tuaku menceritakan kisah-kisah perjalanan mereka dan kehidupan suku-suku lain selain suku Batak Toba yang menjadi suku mayoritas di desa ini. Aku tidak ingat pasti, mungkin merekalah yang memperkenalkan berbagai jenis suku dan karakteristik dari suku-suku tersebut kepadaku selain dari pelajaran di sekolah dan surat kabar yang aku baca tentunya. Inilah salah satu keuntungan yang kumiliki menjadi anak penjual makanan, wawasanku mengenai kehidupan orang-orang yang berbeda suku dan agama denganku. Aku telah mengetahui keberadaan mereka melalui cerita-cerita para customer  orang tuaku.

Aku juga tidak yakin sejak kapan keinginanku untuk merantau lahir. Yang aku ingat, ketika aku kelas lima SD, aku sudah mengutarakan ke beberapa teman-temanku bahwa suatu hari nanti aku harus merantau. Aku tidak mau tinggal di desa itu selamanya. Dan satu-satunya alasan untuk merantau yang cukup elegan adalah study. Di Balige tidak ada universitas. Universitas adanya di Medan, ibukota provinsi Sumatera Utara. Akan tetapi entah mengapa sejak aku tahu keberadaan Medan, aku tidak pernah berniat untuk merantau ke sana. Sasaranku adalah Pulau Jawa. Merantau sejauh mungkin dan kalau Tuhan berkehendak ke Eropa atau Amerika.

Dan disinilah aku sekarang, di Pulau Jawa, provinsi Jawa Barat. Provinsi yang pertama sekali kuinjak ketika aku pertama sekali merantau. Sudah hampir sembilan tahun aku merantau. Tapi aku tidak merindukan desa dimana aku dilahirkan dan dibesarkan. Dan aku tidak memiliki keinginan yang kuat untuk pulang selain untuk hal-hal yang penting. Tidak ada satupun yang kurindukan dan yang mendesakku untuk pulang selain dari kewajiban. Mungkin sejak awal aku memang tidak pernah menjadi bagian dari desa dimana aku dilahirkan dan dibesarkan. Bagiku, desa Sangkar Nihuta hanyalah bagian dari sejarah kehidupanku tanpa ikatan emosi. Sepertinya aku telah menjadi perantau yang durhaka, perantau yang lupa akan kulitnya. Entahlah. Aku bangga menjadi orang Batak dan sungguh menyenangkan menjadi seorang perantau dan memiliki kampung halaman, tapi tidak untuk ditinggali.

Tahun ini, aku telah resmi menjadi warga Jawa Barat. Aku memiliki rumah dan belajar untuk bermasyarakat. Saat ini, aku memang menjadi warga minoritas dari suku dan agama di lingkungan yang sedang dan akan kujalani kelak. Berbeda dengan dimana aku dilahirkan dan dibersarkan, disana aku menjadi warga mayoritas baik dari suku dan agama. Dulu, aku tidak perlu sehati-hati sekarang dalam bermasyarakat. Disini aku harus belajar untuk sangat bertoleransi dan belajar untuk bertahan dengan kebisaan yang berbeda dari lingkungan dimana aku dibesarkan. Cukup menguras mental untuk bisa beriringan bersama-sama dengan mereka yang berbeda kebiasaan hidup. Kebiasaan orang batak dan Kristen memiliki perbedaan yang sangat besar dengan kebiasaan orang Sunda dan Islam. Tapi, inilah tantangannya, menjadi warga yang toleransi dan tenggang rasa. Terima kasihku untuk guru-guru SD-ku yang sangat eager untuk mengajarkan nilai-nilai ini kepadaku ketika aku masih di kampung halaman. Walau aku tidak yakin, apakah kelak aku bisa mengajarkannya kembali ke anak-anakku karena kondisi yang sangat berbeda. Kalau dulu, guru-guruku mengajarkan nilai-nilai itu ketika aku adalah warga mayoritas dan bahkan ketika tidak ada perbedaan itu selama keberadaanku di dunia ini. Sementara kelak, ketika aku memiliki anak dan mengajarkan nilai itu, kami berada di lingkungan minoritas dan telah ada contoh konkritnya.

Inilah tantangannya. 



Wednesday 5 November 2014

Executive Search

     Bekerja adalah salah satu dan mungkin satu-satunya cara bagi manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan bekerja manusia akan mendapatkan upah, baik dalam bentuk uang maupun hal lainnya, misalnya kepuasan. Di dalam perkembangan dunia sekarang ini, bekerja di perkantoran adalah sebuah pekerjaan yang cukup bergengsi dibandingkan dengan pekerjaan yang tidak dapat dikategorikan ke dalam jenis apapun. Mayoritas orang menghabiskan waku, tenaga, pikiran, dan mungkin materi juga untuk bisa menjadi pekerja kantoran. Pekerja kantoran yang saya maksud di sini bukan hanya mereka yang bekerja di perusahaan swasta tapi juga di kantor pemerintahan atau lebih dikenal dengan Pegawai Negeri Sipil.
     Sebuah keberan saya kurang lebih tiga tahun memiliki pengalaman bekerja sebagai Human Resource Development (HRD). Saya ingin berbagi informasi bagi mereka yang sedang mencari pekerjaan karena saya yakin salah satu penyebab banyaknya pengangguran di Indonesia ini bukan hanya jumlah pekerjaan yang terbatas atau tidak sebanding dengan jumlah si pencari kerja, akan tetapi informasi mengenai pekerjaan tersebut tidak diketahui oleh si pencari kerja. Lebih jauh lagi, dalam tulisan ini saya akan memfokuskan dengan jenis pekerjaan yang bukan PNS atau yang kita kenal dengan pekerja swasta. Alasan utama saya karena jenis pekerjaan di swasta memiliki ruang yang lebih terbatas untuk diinformasikan kepada seluruh pencari kerja dengan alasan biaya, apalagi dengan perusahaan swasta yang memiliki budget terbatas. Berbeda halnya dengan pemerintah yang memiliki budget tidak terbatas sehingga informasi mengenai penerimaan calon PNS bisa diketahui oleh seluruh rakyat Indonesia.
     Proses perekrutan di perusahaan swasta sebenarnya kurang lebih memiliki kesamaan dengan yang dilakukan oleh pemerintah, yaitu melakukan pendaftaran terlebih dahulu, kalau beruntung akan mengikuti seleksi perekrutan, dan kalau jodoh akan bekerja di perusahaan tersebut. Itulah siklusnya secara kasar. Di zaman orang tua kita, untuk melakukan pendaftaran ke sebuah perusahaan mungkin prosesnya masih manual, yaitu dengan mendatangi setiap perusahaan dan meninggalkan CV di perusahaan tersebut. Atau mungkin di zaman kakak dan abang kita, harus mengirim berkas yang dibutuhkan lewat pos. Berbeda sekali dengan kondisi kita saat ini. Kita dipermudah dengan perkembangan teknologi, dimana berkas yang dibutuhkan di dalam pendaftaran untuk sebuah lowongan pekerjaan bisa dilakukan melalui email. Setiap orang di usia 20 - 30 tahun di tahun ini akan dianggap aneh bila tidak memiliki email.
Lebih detailnya lagi, proses pendaftaran ke perusahaan yang sedang mencari pekerjaan atau jenis perusahaan yang kita inginkan menjadi tempat kita bekerja bisa dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :
  • Proses pendaftaran yang dilakukan oleh para calon karyawan melalui internet. yaitu melalui alamat web resmi dari perusahaan tersebut. Pihak perusahaan memberikan pengumuman dan cara untuk melakukan perndaftaran langsung tanpa adanya pihak ketiga di web mereka.
  • Masih berhubungan dengan internet, dengan kemajuan teknologi di zaman sekarang ini, banyak perusahaan perekrutan di dunia internet yang berkembang untuk mempertemukan pihak pemberi kerja dengan para pekerja di dunia internet. Mereka lebih dikenal dengan pihak ketiga. Contoh dari perusahaan yang bergerak di bidang ini adalah  JOBSTREET, JOB DB, CARIER.COM, LIONJOB, dsb. Cara kerja dari perusahaan pihak ketiga ini sangat membantu para calon pencari kerja. Cukup dengan mendaftarkan diri ke situs mereka dan mengisi data-data yang mereka minta, maka mereka akan mengirimkan jenis pekerjaan, nama perusahaan, requirement yang diharapkan, dan informasi yang terkait mengenai pekerjaan tersebut dimana informasi ini disesuaikan dengan data-data yang kita berikan kepada perusahaan pihak ketiga ketika kita melakukan pendaftaran. Setelah itu kita bisa melamar ke perusahaan tersebut secara langsung dengan alamat email kita atau bisa juga melamar ke pihak ketiga tersebut. Nantinya pihak ketiga yang akan meneruskan lamaran kita ke perusahaan yang kita lamar. Syarat utama dari proses ini adalah para calon pekerja diwajibkan untuk menjadi member di perusahaan ini. Dan data-data yang kita berikan adalah benar. Sebagai gantinya, mereka akan selalu mengirimkan  list perusahaan yang sedang mencari pekerja ke email si pencari kerja. Layanan ini gratis bagi para pencari kerja dan dikenakan tarif bagi perusahaan pencari kerja yang menggunakan layanan ini. Dari sudut pencari kerja, dengan adanya jenis perusahaan ketiga ini sangat menguntungkan dan membantu sekali. Para pencari kerja tinggal memilih jenis pekerjaan dan jenis perusahaan yang ingin dilamar sesuai dengan list perusahaan yang dikirimkan oleh pihak ketiga.
  • Masih dengan menggunakan email, saat ini juga telah berkembang sebuah jejaring profesional yang disebut dengan LINKED IN. Situs ini hampir mirip dengan jejaring sosial lainnya seperti FACEBOOK atau FRIENDSTER di zaman kakak dan abang kita. Perbedaannya terletak di profile yang kita share. Apabila di jejaring sosial kita bebas untuk men-share apapun, di situs ini kita sebaiknya hanya men-share segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia kerja. Situs ini adalah situs dimana para pelaku market place berkumpul, baik itu pihak si pencari kerja, si pemberi pekerjaan, atau mereka yang sudah bertahun-tahun di market place  untuk saling sharing knowledge di bidang yang mereka tekuni. Cara untuk mendaftar ke situs ini juga gratis untuk level Business Service. Apabila kita ingin meng-upgrade level kita ke Premium level, maka akan dikenakan biaya. Akan tetapi untuk status sebagai seorang pencari kerja, level business service juga sudah cukup memadai. Ketika kita melakukan pendaftaran menjadi member di LINKED IN, para pencari kerja diwajibkan untuk mengisi profile dengan pengalaman bekerja dan informsai yang mendukung, misalnya latar belakang pendidikan (almamater dan jurusan), award yang pernah diraih, dan penilaian rekan-rekan yang pernah bekerja dengan kita. Yang paling penting jangan menampilkan hal-hal yang membuat orang lain menilai kita kekanak-kanakan, alay, dan tidak profesional. Sekali lagi, situs ini adalah network yang membantu kita di dalam market place bukan untuk tempat curhat atau tempat kita menunjukkan kelemahan kita, sebaliknya disini adalah tempat kita "menjual diri" secara profesional. Profile kita disitus ini memang akan terlihat seperti  resume (CV) dimana semua orang memiliki akses untuk membacanya, termasuk para pencari pekerja.
  • Dari pihak perusahaan mengadakan event di suatu tempat dan mengundang para calon karyawan untuk menghadiri event tersebut. Event ini lebih dikenal dengan JOB FAIR. Biasanya, event ini diadakan oleh pihak ketiga dengan mengundang berbagai jenis perusahaan-perusahaan untuk hadir di event itu dan bertemu langsung dengan  para pencari kerja. Perusahaan pihak ketiga yang paling sering mengadakan event seperti ini adalah JOBSTREET. Untuk mempermudah para pencari kerja memperoleh informasi seperti ini, sebaiknya para pencari kerja sudah memiliki account atau sudah menjadi member dari JOBSTREET. Hal ini juga akan membantu para pencari kerja ketika mengikuti JOB FAIR, dimana biasanya sebelum memasuki event JOBSTREET selain kita harus bayar sebesar Rp 30.000,00 untuk satu hari, kita diwajibkan untuk menjadi member JOBSTREET. Bagi yang belum menjadi member JOBSTREET, kita akan disuruh untuk mendaftarkan diri dulu dan antriannya pastinya panjang. Kalau tidak mau antri hanya untuk melakukan pendaftaran ketika JOB FAIR diadakan, sebaiknya sebelum menghadiri event, daftarkan diri dulu ke JOBSTREET.
  • Perekrutan dilakukan oleh pihak ketiga, hampir sama dengan yang dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di dunia maya (pada point dua) dimana tujuannya adalah mempertemukan pihak si pemberi kerja dengan si pencari kerja. Mereka ini dikenal dengan Recuritment consultant atau Executitive Research. Lalu apa bedanya dengan pihak ketiga yang telah saya sebutkan di point kedua di atas? Bedanya pada point kedua, ketika kita sudah menjadi member dari perusahaan pihak ketiga, kita akan dikirimkan list nama-nama perusahaan dan posisi yang sedang ada, tanpa bertemu dengan mereka secara langsung. Sementara dengan pihak ketiga yang selanjutnya akan saya sebut Executive Research, langsung berhubungan dengan kita, baik melalui telepon maupun bertemu. Biasanya mereka akan langsung melakukan interview dengan pihak pencari kerja dan memberikan hasil interview tersebut ke perusahaan yang membutuhkan. Jadi, ada kalanya data pencari kerja akan menjadi database mereka dan sewaktu-waktu mereka memiliki klien (perusahaan pemberi kerja) membutuhkan pencari kerja, mereka akan menggunakan database tersebut.
     Dalam tulisan saya kali ini, saya ingin memaparkan mengenai keberadaan Executive Search yang begitu sangat menjamur di Jakarta akan tetapi untuk para pencari kerja masih banyak yang tidak menyadari keberadaan mereka.

     Executive Search adalah pihak ketiga yang menghubungkan antara pencari kerja dan pemberi kerja. Di dunia market place perusahaan ini lebih dikenal dengan Head Hunter. Seperti namanya, perusahaan ini bertujuan untuk mencari para pencari kerja yang nantinya akan ditempatkan di perusahaan klien mereka. Akhir-akhir ini dan dalam banyak kesempatan, yang menjadi target utama dari perusahaan ini adalah bukan lagi para pengangguran, melainkan mereka yang masih aktif  menjadi karyawan di sebuah perusahaan. Istilah kerennya adalah membajak karyawan perusahaan lain. Tidak jarang terjadi, bahkan dari perusahaan klien memberikan nama-nama kepada perusahaan Executive Search untuk dibajak. Nama-nama tersebut akan dihubungi oleh Executive Search dan ditawarkan benefit yang lebih baik apabila mereka bersedia meninggalkan perusahaan yang sekarang dan bergabung dengan perusahaan klien dari Executive Search. Untuk mencegah hal ini,beberapa perusahaan besar membuat semacam peraturan bahwa karyawan mereka tidak bisa pindah ke perusahaan kompetitor sesaat setelah mereka mengajukan permohonan diri dari perusahaan tersebut. Selain itu, ada juga beberapa perusahaan yang tidak mau menerima karyawan dari perusahaan kompetitornya dengan alasan dan memang bisa saja terjadi, seorang karyawan "direlakan" dibajak dengan tujuan untuk menjadi mata-mata di perusahaan kompetitor. Setelah si karyawan tersebut mengetahui strategi bisnis dari perusahaan kompetitior, maka dia diminta untuk kembali ke perusahaan sebelumnya. Itulah dunia bisnis.
     Menjadi karyawan yang akan diburu oleh Executive Search memang bukanlah hal mudah. Hal ini disebabkan standar yang cukup tinggi yang diperlakukan oleh para Head Hunter. Tentu saja, karena mereka dibayar mahal untuk itu oleh para kliennya. Berbeda dengan JOBSTREET, dimana mereka akan menerima semua resume dari para pencari kerja yang mendaftarkan diri ke mereka. Mereka hanya mengkatergorikan latar belakang pendidikan dan atau jenis pekerjaan yang diinginkan oleh si pencari kerja. Di samping itu, proses yang harus dilalui melalui JOBSTREET lebih lama dibandingkan dengan Executive Search. Tidak heran, bagi para pencari kerja yang sudah berpengalaman di bidangnya pada umumnya lebih mendekatkan diri ke Executive Research dibandingkan ke JOBSTREET. Walaupun, JOBSTREET masih tetap dibutuhkan, bahkan oleh Executive Search sendiri. Executive Search juga dalam banyak hal masih menggunakan jasa JOBSTREET untuk mendapatkan resume yang mungkin bisa diproses untuk kebutuhan klien mereka. Intinya, untuk mendapatkan orang yang terbaik, segala macam cara dilakukan oleh mereka yang bekerja di bagian perekrutan.
     Lalu, apa yang harus dilakukan oleh mereka si pencari kerja?
  1. Siapkan CV, tentunya CV yang menjual dan benar-benar menggambarkan Anda secara profesional. Dan rajinlah meng-updatenya serta simpanlah CV Anda di tempat yang mudah Anda jangkau, misalnya di handphone, email, tab, flash disk, dsb. Jangan menunda hari keberuntungan Anda lebih lama lagi.
  2. Tidak bisa dipungkiri saat ini memang ada begitu banyak penawaran-penawaran yang dilakukan melalui telepon, baik itu penawaran kartu kredit, asuransi, dan bahkan penipuan. Oleh karena itu, kita harus tetap konsentrasi ketika panggilan telepon itu datang. Biasanya para Executive Search akan menghubungi Anda di hari kerja dengan salam yang cukup menyenangkan. Apabila saat itu, Anda tidak berada dalam kondisi yang tepat untuk menerima panggilan, Anda bisa menundanya dan memberitahukan jadwal available Anda untuk dihubungi. Atau apabila, saat itu Anda masih nyaman dengan pekerjaan Anda yang sekarang, belum berniat untuk pindah, utarakan juga hal ini dengan sopan karena Anda tidak tahu mungkin saja suatu hari nanti Anda membutuhkan mereka. Ingat yang mereka tawarkan adalah pekerjaan dimana melalui pekerjaan itu Anda memiliki peluang untuk mendapatkan upah atau posisi yang lebih baik dari yang Anda dapatkan sekarang. Di samping itu, tidak ada ruginya untuk bersikap manis dan sopan kepada mereka yang menawarkan pekerjaan.
  3. Bersikaplah sopan di dalam setiap jejaring sosial, hubungan antar pribadi, dan di lingkungan dimana pun Anda. Apabila Anda ingin dilirik oleh para Head Hunter, penilaian orang-orang yang berada di sekitar Anda sangatlah penting. Banyak orang gagal meraih karir yang lebih tinggi disebabkan perilakunya yang tidak sopan dan sesuai dengan norma sosial. Dunia ini sebesar daun talas, kita tidak pernah tahu bahwa setiap orang yang kita temui setiap harinya saling terkoneksi.
     Memiliki pengalaman di bidang rekruitment, membuatku mampu menarik kesimpulan bahwa sesungguhnya yang menyebabkan jumlah pengangguran di Indonesia teramat banyak bukan hanya karena minimnya lapangan pekerjaan. Akan tetapi, tingkah laku manusia-manusia di Indonesia yang tidak memiliki jiwa profesional dan keinginan belajar yang masih di bawah rata-rata. Padahal ada begitu banyak posisi di perkantoran yang masih kosong, yang membutuhkan banyak sumber daya manusia untuk bekerja di sana. Anehnya, dari sekian ratus juta manusia di Indonesia ini, sangat minim ditemukan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Dimana, para pencari kerja tersebut banyak gagal bahkan ketika di seleksi pertama.