Lampu-lampu Malam Jakarta
Lahir dan besar di salah satu desa di Sumatera Utara (desa Sangkar Nihuta, kurang lebih delapan jam dari Medan) membuat saya memiliki impian untuk merantau ke Jakarta. Banyak alasan mengapa saya ingin sekali meninggalkan kampung halaman. Salah satu faktor penarik saya untuk merantau ke Jakarta adalah bahwa di Jakarta terdapat banyak bangunan-bangunan tinggi, dimana apabila malam tiba lampu-lampu akan dinyalakan dan itu adalah pemandangan yang sangat indah bagi saya. Pemandangan ini sangat sering saya saksikan melalui TV ketika masih di kampung. Dulu, ketika saya menikmati pemandangan ini melalui layar kaca, saya berjanji dalam hati bahwa suatu hari nanti saya akan ke Jakarta dan menyaksikan pemadangan itu secara langsung. Mungkin ini adalah impian sederhana bagi banyak orang, akan tetapi bagi orang yang lahir dan dibesarkan di desa dengan keadaan ekonomi yang pas-pasan seperti saya, merantau ke Jakarta dan meninggalkan kampung halaman bukanlah seperti membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan perjuangan yang ekstra agar bisa mewujudkannya karena berhubungan dengan uang dimana uang tidak turun dari langit, bukan?
Sekarang, sudah hampir delapan
tahun saya menjadi perantau di Jakarta. Setelah menyelesaikan study saya di tingkat SMA di kampung
halaman, saya pun merantau dan melanjutkan pendidikan saya di Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia. Selama saya kuliah, impian saya untuk
menikmati lampu-lampu Jakarta tidak langsung terwujud karena tempat saya kuliah
ada di Depok, sementara untuk menikmati
lampu-lampu Jakarta membutuhkan dana yang tidak sedikit bagi mahasiswa rantau
yang kere seperti saya. Walaupun demikian, impian saya untuk melihat
lampu-lampu Jakarta belum pudar. Saya masih tetap berharap, bahwa suatu hari
nanti saya akan menyaksikan pemandangan itu. Akhirnya hari itu pun datang.
Pertama sekali saya menikmati lampu-lampu malam Jakarta adalah ketika saya
berada di dalam sebuah bangunan perkantoran, yaitu tempat saya bekerja. Saya
menangis saat itu. Impian saya sejak kecil akhirnya terkabul juga walaupun saat
itu saya menikmatinya ketika saya sedang overtime
di kantor. Hari-hari selanjutnya ketika atasan saya meminta saya untuk overtime di kantor, pemandangan Jakarta
dengan lampu-lampu malamnya menjadi penghibur hati.
Di dalam kesendirian saya ketika
menikmati lampu-lampu malam Jakarta, kadang kala saya merasakan ketidakadilan.
Saya kecewa kepada Pemerintah yang selalu menganakemaskan Jakarta melalui
pembangunan-pembangunan, salah satunya adalah dengan keberadaan lampu-lampu
malam ini. Bagi saya dan mungkin anak-anak kampung lainnya yang memiliki
kesenangan yang sama dengan saya, menikmati lampu-lampu malam, membutuhkan usaha
ekstra untuk bisa menikmatinya. Menurut saya, perlakuan yang diberikan oleh
Pemerintah kepada Jakarta sepertinya terlalu berlebihan. Memang benar Jakarta
adalah ibukota Negara Indonesia, akan tetapi itu bukanlah menjadi alasan untuk
meniadakan daerah-daerah lain di Indonesia. Setiap saat, Jakarta selalu
mengalami pembangunan, ada banyak bangunan tinggi dan tentunya bangunan tinggi
ini membutuhkan pasokan listrik yang tidak sedikit, misalnya pasokan listrik
untuk mall-mall mewah. Tidak heran, Jakarta selalu menjadi tujuan utama
orang-orang dari seluruh pelosok Indonesia, termasuk saya. Saya adalah orang
yang paling tidak setuju dengan banyaknya mall-mall mewah di Jakarta. Di
Jakarta ini, sepertinya keberadaan listrik tidak dipakai dengan efektif
sementara di daerah di luar Jakarta, seperti di kampung halaman saya,
keberadaan listrik dibatasi. Keberadaan listrik melalui lampu-lampu di jalanan
dan pada bangunan-bangunan tinggi di Jakarta kebanyakan hanya untuk faktor
estetika saja, dan terkesan pemborosan menurut saya.
Terkait dengan lampu-lampu malam
Jakarta, di satu sisi mungkin ini bukan hanya untuk estetika saja, melainkan
juga untuk faktor keamanan, mengingat tindakan kriminal banyak dilakukan di
tempat-tempat yang minim penerangan. Mengapa banyak terjadi tindakan kriminal,
salah satu alasannya karena Jakarta sudah terlalu banyak manusia sementara
sumber daya yang ada di Jakarta terbatas, akibatnya terjadi persaingan ketat
untuk terhadap sumber daya yang terbatas itu. Kembali ke lampu-lampu malam
Jakarta, satu hal yang saya tidak setuju dengan kebijkan PLN, sebagai pemasok
listrik di Indonesia adalah ketika terjadinya pemadaman listrik di Jakarta.
Saya memang tidak tahu-menahu secara mendetail mengenai sistem pemadaman
listrik yang terjadi di Jakarta dan di kota-kota lainnya. Saya hanya tahu bahwa
alasan Pemerintah dalam hal ini PLN melakukan pemadaman listrik adalah
dikarenakan keterbatasan sumber daya listrik itu sendiri. Sejauh ini, saya
menyadari PLN memang sudah sering melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk
melakukan penghematan. Di samping itu, beberapa tahun terakhir ini, PLN juga
sudah melakukan sistem prabayar dengan harapan masyarakat semakin berhemat
dalam mempergunakan listrik. Hal ini merupakan kebijkan yang sangat saya
apresiasi.
Sejalan dengan
penghematan listrik, melalui tulisan saya ini, saya juga ingin memberikan beberapa ide kepada kita
semua untuk penghematan energi listrik. Untuk ide yang akan saya berikan saya
akan fokus untuk di daerah Jakarta dan sekitarnya. Hal ini dikarenakan selama
ini menurut saya pemborosan listrik lebih banyak terjadi di Jakarta dan
sekitarnya. Tetapi tidak menutup kemungkinan juga untuk menerapkan ide saya ini
untuk seluruh wilayah Indonesia.
1. Sebagai orang yang memiliki latar belakang
pendidikan di Psikologi, saya sangat peduli dengan keberlangsungan karakter
masyarakat kita, khususnya kita yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya. Bukan
hal yang baru lagi bahwa mayoritas dari kita yang tinggal di Jakarta dan
sekitarnya adalah pekerja. Kita banyak menghabiskan waktu di luar rumah dengan
berbagai alasan, mulai dari alasan pekerjaan kantor sampai dengan demi
keberlangsungsan hubungan silahturahmi dengan mereka yang kita kenal. Hal ini
membuat rumah yang kita miliki hanya sebagai tempat penginapan saja, kita
pulang ke rumah apabila kita sudah benar-benar letih dan ingin tidur. Ketika
pemadaman listrik terjadi, apa yang kita lakukan? Saya yakin bagi kita yang
tinggal di Jakarta dan sekitarnya, baik yang sudah berkeluarga maupun tidak,
tempat-tempat hiburan (misalnya : mall, cafe, hotel, karaokean, salon, dsb)
mungkin akan menjadi pilihan utama kita. Mengapa kita kesana? Karena
tempat-tempat itulah yang memungkinkan masih menyediakan penerangan. Kita
enggan pulang ke rumah karena di rumah juga kita akan mati kutu tanpa adanya listrik.
Sangat sedikit di antara kita yang tetap bersedia tinggal di rumah, menikmati
kebersamaan dengan keluarga dengan kondisi pemadaman listrik.
Menurut saya, disinilah peran
pemerintah dalam hal ini PLN dibutuhkan untuk mengkondisikan kembali masyarakat
kita menjadi masyarakat yang cinta akan keluarga. Melalui apa? Apabila pemadaman
listrik harus dilakukan di Jakarta dan sekitarnya, saya memiliki ide bagaimana
apabila pemadaman listrik hanya dilakukan di seluruh bangunan-bangunan komersil
saja, misalnya di mall, cafe, dan tempat-tempat hiburan lainnya. Sementara
untuk bangunan yang terdaftar sebagai rumah, pemadaman listrik tidak terjadi.
Dengan demikian, diharapkan mereka yang sedang berada di tempat-tempat
komersil, akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah dan menghabiskan waktu
dengan keluarga. Dan mereka yang berada di rumah juga akan lebih memilih untuk
menghabiskan waktu di dalam rumah dibandingkan harus ke luar rumah karena di
luar rumah pemadaman listrik sedang terjadi.
2.
Hari raya nyepi yang diadakan di Bali sepertinya
juga sangat baik untuk diterapkan di Indonesia, khususnya di Jakarta. Hanya
saja penerapannya hanya dengan yang berhubungan dengan listrik. Setiap wilayah
di Jakarta ditetapkan hari “nyepi”, hari tanpa listrik satu hari tiap tahun dengan
jadwal yang berbeda-beda untuk setiap daerah di Jakarta. Masyarakat dan
perkantoran (industri) di Jakarta sebaiknya sudah diberitahukan jauh-jauh hari
sebelumnya sehingga mereka mampu melakukan persiapan. Misal, pemadaman listrik
dilakukan setiap tanggal 4 September untuk daerah Jakarta Barat, 18 September
untuk daerah Jakarta Utara, dan demikian seterusnya.
3. Selama ini di Indonesia selalu diadakan lomba
kebersihan dan cinta lingkungan per kabupaten, untuk ke depannya Pemerintah
dalam hal ini PLN akan lebih baik untuk menerapkan kabupaten/kotamadya yang
paling efisien dan efektif di dalam menggunakan listrik.
Saya menyadari ketiga ide yang saya paparkan di BLOG ini, bukanlah ide yang mudah untuk dilakukan, mengingat masyarakat Indonesia
sudah berada di zona nyaman selama ini dan sudah sangat dimanjakan, khususnya
masyarakat Jakarta dimana segala sesuatunya tersedia dalam jumlah yang besar
sepanjang kami memiliki uang. Bagi kami, selama kami mampu membayar beban
listrik yang ditagihkan kepada kami, siapapun tidak bisa melarang bagaimana
kami menghabiskan energi listrik tersebut. Kesadaran kami akan sumber daya yang
ada di sekitar belumlah sampai ke level mencintai. Karena memang demikianlah
kami didik, orang tua kami, orang-orang di sekitar kami juga melakukan hal yang
sama. Kami hanya sibuk memikirkan apa yang bersinggungan dengan kami secara
langsung dan mencari uang sebanyak mungkin karena hanya dengan memiliki uang
yang banyaklah kehidupan yang nyaman bisa diperoleh di Jakarta ini. Demikianlah
pernyataan dari mayoritas masyarakat Jakarta saat ini. Pengadaan energi listrik
adalah tugas Pemerintah, kami rakyat hanya tinggal membayar tagihan. Pola pikir
seperti inilah yang harus kita rombak kembali. Memang benar, Pemerintah
memberikan tagihan untuk setiap energi listrik yang telah atau yang akan kita
pergunakan. Akan tetapi hal ini tidak menjadi hak mutlak kita untuk memakai
energi listrik secara berlebihan. Orang yang tidak memiliki sejumlah uang yang
sama dengan kita juga memiliki hak yang sama untuk menikmati energi listrik.
Saya berharap, melalui ketiga ide yang saya paparkan di atas mampu mengubah
pola pikir masyarakat untuk lebih menggunakan energi listrik dengan efisien dan
efektif. Demikian halnya dengan Pemerintah dalam hal ini PLN agar lebih bekerja
keras lagi di dalam melayani kebutuhan masyarakat sehingga masyarakat tidak
merasa apatis lagi terhadap kinerja PLN.
Comments
Post a Comment