AKU DAN BUDAYAKU
Bagi masyarakat Indonesia,
menikah dan memiliki anak telah menjadi bagian dari siklus kehidupan. Setelah
menyelesaikan study, memiliki
penghasilan, maka orang tua dan lingkungan pun akan mendesak untuk menikah dan
memiliki anak. Kesimpulannya, memiliki penghasilan dan sudah melewati masa
pubertas menjadi tiket masuk ke dunia pernikahan. Bahkan di beberapa kelompok masyarakat
tertentu di Indonesia, memiliki penghasilan tetap atau tidak, tidak menjadi
masalah untuk memasuki dunia pernikahan. Lebih jauh lagi, apabila belum menikah
maka lingkungan sosial akan menilai negatif, dikucilkan, akibatnya yang bersangkutan
pun semakin tertekan yang pada akhirnya membawa mereka kepada keputusan untuk
menikah walau sesungguhnya tidak ingin. Hanya untuk sebagai status saja.
Tidak bisa dipungkiri, negara
Indonesia yang memiliki banyak budaya yang masih cukup kental, menjadi penentu
dalam keputusan pernikahan. Disinilah akhirnya yang membawa para generasi muda
sekarang menyalahkan budaya yang berujung pada tidak memiliki self belonging terhadap kebudayaan
sendiri. Menjalani kehidupan yang begitu rumit dan sibuk sudah cukup menyita
waktu bagi generasi muda, ditambah lagi dengan realita bahwa mereka harus aktif
untuk melanjutkan warisan kebudayaan yang penerapannya sudah tidak masuk akal
lagi menurut mereka.
Perlahan tapi pasti, generasi
muda sudah enggan untuk melanjutkan warisan budaya. Budaya dan kebiasaan negara
lain jauh lebih menarik bagi mereka karena pendekatan dan penerapannya cukup
logis bagi pola pikir generasi muda sekarang. Bukan berarti setiap budaya di
Indoensia tidak logis, hanya saja penerapannya yang tidak terlalu dipaksakan
dan tidak meninggalkan kesan yang bermanfaat bagi mereka yang menjalaninya.
Demikian halnya dengan pernikahan, para generasi muda yang menjalani dunia
pernikahan bukan lagi karena keinginan mereka melainkan karena tuntutan sosial
dan orang tua.
Hasilnya, banyak pernikahan yang gagal di usia
muda. Anak-anak korban perceraian pun semakin bertambah setiap harinya. Setiap
hari kita disungguhkan dengan perilaku-perilaku anak muda yang sudah melewati
batas standar sosial.
Akankah kita tinggal diam dengan semua ini?
Kehancuran moral dan pribadi generasi muda sudah semakin tidak terkontrol lagi.
Mungkin salah satu langkah yang paling tepat adalah dengan berhenti saling
menyalahkan dan mulai mengkritisi setiap kebiasaan yang ada. Apakah budaya dan
kebiasaan yang diwariskan nenek moyang kita masih cukup relevan untuk
diaplikasikan saat ini? Mari berpikir sejenak dan mencari solusi untuk tetap
melestarikan budaya dan kebiasaan nenek moyang kita dengan tidak mengorbankan
eksistensi kita sebagai manusia seutuhnya di dunia yang serba
komputerisasi ini.
Comments
Post a Comment