Monday 8 February 2016

TIPS MEMILIH JURUSAN KULIAH







Pertanyaan yang selalu datang kepada adik-adik yang duduk di bangku sekolah, khususnya di SMA dan sederajat adalah jurusan apa yang akan dipilih setelah menyelesaikan masa sekolahnya. Beruntung bagi mereka yang sekolah di perkotaan, mendapatkan keputusan dengan adanya bantuan psikotest yang sering sekali diadakan di sekolah masing-masing. Atau  adanya orang tua yang mampu memfasilitasi mereka bertemu dengan para psikolog untuk mengetahui bakat dan minat mereka.

Lalu bagaimana dengan adik-adik yang kerap sekali tidak mendapatkan refrensi di dalam mengambil keputusan ini?

Adik-adik tidak sendirian. Saya juga pernah ada di posisi itu sekitar 10 tahun yang lalu. Kebingungan dan nyaris tersesat di dalam memutuskan pilihan jurusan. Berikut adalah beberapa tips berdasarkan pengalaman saya yang semoga bisa membantu adik-adik semua di dalam memilih  jurusan yang akan dipilih untuk didalami nantinya setelah menyelesaikan masa SMA sederajat.

  • Kenali kondisi perekenomian keluarga, dalam hal ini pada umumnya perekonomian ayah dan ibu. Atau siapa saja yang berperan aktif di dalam pembiayaan hidupmu. 
Mengapa? 

      Di dalam fenomena yang ada di kehidupan masyarakat kita, mari berpikir realistis. Tujuan setiap orang tua menyekolahkan anak-anaknya adalah agar anaknya bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari orang tuanya. Pendidikan adalah satu cara paling efektif untuk mewujudkannya. Oleh karena itu, di dalam pemilihan jurusan perkuliahan, sangat penting untuk mengenal kondisi perekonomian keluarga. 
    Apabila kamu memiliki orang tua dengan perekonimian  di tahap menengah ke bawah, pada umumnya harapan mereka setelah kamu kuliah adalah menghasilkan uang secepat mungkin dan kalau bisa dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu pilihlah jurusan yang berpeluang dalam menghasilkan uang dengan cepat dan dalam jumlah yang besar.
    Saat ini jurusan yang paling banyak mendapatkan apresiasi dari perusahaan-perusahaan adalah jurusan teknik, seperti teknik informatika, teknik industri, teknik elektro, teknik sipil, teknik perkapalan, teknik pertambangan, teknik kelautan, dan berbagai jenis jurusan teknik lainnya. Tentu saja, dengan syarat harus bekerja di perusahaan yang sesuai dengan jurusan kamu nantinya. Misal, teknik informatika baiknya bekerja di perusahaan IT, bukannya sebagai teller di bank.
    Faktor lainnya yang akan menjadi penentu besarnya gaji yang akan kamu terima ketika selesai kuliah adalah universitas yang kamu pilih. Saat ini Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Gadjah Mada (UGM) masih menjadi tiga universitas negeri yang memiliki peluang digaji lebih besar. Apabila perekonomian keluargamu berada di level menengah ke bawah, kuliah di Universtitas Negeri tentu saja menjadi pilihan utama, mengingat biaya kuliah yang jauh lebih murah dibandingkan dengan kuliah di universitas swasta. Akan lebih baik lagi apabila kamu bisa diterima di salah satu tiga universitas yang saya sebutkan di atas karena peluang untuk mendapatkan beasiswa akan lebih besar.
    Sementara, jika orang tuamu memiliki cukup harta dalam hal ini mereka tidak terlalu pusing dengan apa yang akan mereka makan besok hari, yang terutama adalah anak-anaknya memiliki titel dan kalau bisa kuliah di universitas ternama, maka SELAMAT, hidupmu akan jauh lebih ringan. Kamu bisa bebas memilih jurusan apa saja yang kamu suka. Yang penting adalah komitmen kamu untuk menyelesaikan studymu demi orang tuamu.
  • Kenali dirimu sendiri
    Saya tahu ini adalah pekerjaan yang paling berat untuk adik-adik SMA sederajat. Jangankan kalian yang masih berusia 18 tahun, bahkan yang sudah berusia 40 tahun pun belum tentu mengenal dirinya sendiri! Kalau kamu tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti psikotest, untuk mengetahui bakat dan minatmu, kamu bisa mempertanyakan beberapa pertanyaan kepada dirimu sendiri. Pertanyaan dasar pertama yang bisa kamu tanyakan kepada dirimu sendiri adalah apa yang kamu inginkan?
Mayoritas anak-anak SMA sederat akan menjawab membahagiakan orang tua. Selanjutnya, kamu bisa mengajukan pertanyaan lanjutan kepada orang tuamu, bagaimana cara yang memungkinkan untuk kamu lakukan agar bisa membahagiakan mereka. Hal ini dibutuhkan agar baik kamu dan orang tua memiliki tujuan yang sama. Akan lebih baik lagi apabila nantinya orang tua mengatakan bahwa kebahagiaanmu adalah kebahagiaan mereka. 
    Setelah kamu mengetahui apa yang menjadi harapan dari orang tuamu, langkah selanjutnya adalah kenali kemampuan dirimu sendiri. Seberapa pintar dirimu nantinya untuk menyelesaikan setiap soal-soal yang diberikan oleh universitas yang akan kamu pilih. Kalau kamu memilih tiga universitas yang saya sebutkan di atas, maka salah satu syarat utama agar kamu diterima adalah kamu harus bisa menyelesaikan seluruh soal-soal MM dengan benar. Syarat kedua, apabila pilihanmu di universitas itu adalah jurusan IPA, maka selain soal MM, soal Fisika, Kimia, dan Biologi sebaiknya juga harus benar semua. Kalau tidak bisa benar semua, setidaknya perbandingan yang benar harus jauh lebih besar dibandingkan dengan perbandingan yang salah.

Itulah dua tips besar yang mungkin bisa membantu adik-adik di dalam mengambil keputusan untuk memilih jurusan yang nantinya akan dijalani. Dimana kedua tips ini tentu saja masih membutuhkan operasional yang lebih mendetail tergantung dengan gaya adaptasi dari adik-adik.

Saya sendiri karena berasal dari keluarga yang miskin harta, lulus kuliah di Perguruan Negeri adalah syarat mutlak untuk bisa kuliah. Dan saat itu, saya membidik universitas terbaik yang ada di Indonesia, alasannya hanya satu yaitu jurusan apapun di universitas terbaik di negeri ini pastinya akan jauh lebih dihargai sepanjang masih di Indonesia. Dan tentu saja untuk mengincar beasiswa. Saya berpikir realistis untuk tidak terlalu bersikap sok idealisme memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakat saya. Bagi saya dulu yang terpenting adalah bisa kuliah dulu, dan kuliah di Universitas terbaik di Indonesia tentunya. Yang lain-lainnya, akan saya jalani selanjutnya. Dimana semua disiplin ilmu itu baik adanya, jurusan apapun yang akan saya pilih pastinya semuanya akan sangat bermanfaat jikalau kita sendiri komit untuk menyelesaikannya.

Saya memilih jurusan psikologi di Universitas Indonesia. Jujur, saya tidak mengetahui apapun mengenai jurusan ini. Pengetahuan saya benar-benar kosong mengenai jurusan ini. Apa yang dialami oleh Harry Potter ketika pertama sekali dia mengetahui bahwa dia adalah penyihir, ketidaktahuan dia tentang dunia sihir bisa saya rasakan karena saya juga merasakannya ketika pertama kali saya si gadis kampung pertama kali tiba di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Tekad saya untuk bisa kuliah di universitas terbaik di Indonesia dan menyelesaikannya dengan tepat waktu adalah motivasi saya untuk bisa tetap bertahan dan memperjuangkan mimpi saya. Dan saya beruntung sekali karena saya tidak salah memilih, tepat seperti dugaan saya ketika saya masih duduk di bangku SMA bahwa alumni dari universitas terbaik di negeri ini akan selalu mendapatkan penghargaan lebih dari pengusaha-pengusaha dalam hal gaji. Tentu saja ini bukan melulu karena almamater saya, melainkan dari segi para alumni pun ada beban mental untuk memberikan yang terbaik setelah meninggalkan perkuliahan. 

Jadi, adik-adik jangan terlalu ribet di dalam memilih jurusan. Semua jurusan itu baik adanya. Sekarang apa yang menjadi kebutuhanmu, kebutuhan orang tuamu. Dan selaraskanlah itu dengan otakmu. Apabila kamu punya punya orang tua yang kaya raya, keberadaan otakmu sih bisa dinomortigakan, karena sekarang banyak universitas yang bisa memberikan jurusan apapun yang kau inginkan sesuai dengan kekayaan orang tuamu. Bagi adik-adik yang memiliki orang tua seperti saya, tidak memiliki harta, daripada ribet memilih jurusan, mending sekarang asah otakmu dulu karena jurusan apapun yang akan kau pilih akan tersedia selama kapasitas otakmu mampu.

Sunday 17 January 2016

KALAU BISA GRATIS, MENGAPA HARUS BAYAR?

Beberapa kali dalam berbagai kesempatan aku bertemu dengan banyak orang yang sangat senang menikmati hal-hal yang berbau gratis. Bukan karena tidak mampu secara materi, melainkan telah menjadi sebuah kebanggaan tersendiri apabila mampu mendapatkan sesuatu yang gratis. Kalau ada yang gratis, mengapa harus bayar? Pola pikir seperti ini, masih terukir indah di masyarakt kita. Aku sendiri tidak mau menjadi manusia yang naïf, aku akui mendapatkan sesuatu yang gratis itu adalah anugrah, akan tetapi kalau sampai memfokuskan diri untuk melulu mendapatkan yang gratis, menurutku itu bukanlah sikap yang harus dipertahankan apalagi disosialisasikan kepada anak-anak dan cucu-cucu kita.
Salah satu pengalamanku yang paling fenomenal mengenai kegratisan ini adalah ketika aku kuliah di Universitas Indonesia dimana ada begitu banyak mahasiswa yang mengajukan surat tidak mampu untuk bisa kuliah gratis. Memalsukan dokumen pendukung yang dibutuhkan bahkan sampai acting berpura-pura menjadi orang tidak mampu. Setelah permohonan dikabulkan, maka yang bersangkutan akan bangga mengatakan betapa dia telah berhasil mendapatkan kegratisan itu.
Hal yang sama juga aku temukan di dalam lingkunganku bekerja. Untuk setiap karyawan yang melakukan perjalanan dinas diberikan biaya maksimal sejumlah X, dimana apabila biaya sejumlah X ini tidak habis wajib dikembalikan kepada organisasi. Akan tetapi kenyataannya banyak karyawan yang mempergunakan biaya perjalanan dinas itu secara maksimal, nyaris tidak pernah ada sisa. Lagi-lagi sebuah sikap dimana kegratisan itu sangat menyenangkan.
Budaya menikmati kegratisan inilah yang bertumbuh sangat subur di Indonesia, di masyarakat kita. Kita semua pasti tahu dengan program kesehatan yang saat ini sedang berlaku di Indonesia, yang lebih dikenal dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Program ini sesungguhnya merupakan program yang sangat menakjubkan, dimana setiap orang di Indonesia khususnya mereka yang penghasilannya di bawah UMR atau bahkan yang tidak memiliki penghasilan memiliki kesempatan untuk memperoleh layanan kesehatan dengan harga yang terjangkau atau bahkan gratis. Prakteknya? Mari kita lihat, BPJS ini lebih banyak dinikmati oleh mereka yang sangat suka dengan kegratisan.
Beberapa waktu yang lalu, seorang kerabat sangat bangga menceritakan kepada kami, bagaimana dia berhasil mendapatkan layanan gratis ini. Padahal kerabat ini memiliki rumah sendiri dimana-mana, kendaraan pribadi tiga, dan masih banyak lagi harta yang dimiliki. Akan tetapi masih tetap saja mencari  layanan yang gratis.

Banyak orang yang mengeluhkan bahwa layanan BPJS yang diberikan oleh pemerintah saat ini masih jauh dari sempurna dan bahkan sangat mengecewakan. Pemerintah, para petugas medis, dan staf BPJS tidak jarang mendapatkan makian dari masyarakat yang dikecewakan oleh layanan ini. Akan tetapi, mari kita kritisi kembali sikap hati kita terhadap program ini. Dana BPJS diambil dari APBN dan biaya APBN ini tentu saja membutuhkan persetujuan DPR. Kita lihat sendiri bagaimana sikap kerja DPR kita. Aku tidak perlu membahasnya di sini. Dari segi masyarakat, peserta BPJS, dipungut biaya untuk program ini. Akan tetapi, secara logika dengan sejumlah dana yang kita keluarkan untuk BPJS, tidak akan mencukupi untuk mendanai kesehatan untuk seluruh masyarakat yang ingin gratis. Yang terjadi adalah antrian layanan BPJS yang sangat panjang.

          Aku  berasal dari keluarga yang tidak kaya. Bapakku seorang tukang becak dan ibuku pedagang kaki lima. Aku kuliah dengan gratis di Universitas Indonesia, tetapi untuk kebutuhanku sehari-hari aku tetap harus bekerja. Sesungguhnya aku bisa saja memanfaatkan kondisi kemiskinan ini, akan tetapi aku malu mendapatkan sesuatu yang gratis. Sejujurnya, aku juga malu kuliah gratis di Universitas Indonesia, akan tetapi aku tidak ada pilihan lain, karena aku ingin kuliah. Ketika di kehamilan pertamaku, seharusnya aku bisa menikmati layanan BPJS dari program pemerintah ini, karena suamiku adalah Pegawai Negeri Sipil, dimana secara otomotis  aku berhak mendapatkan layanan BPJS ini. Di smaping itu, aku juga wanita bekerja dimana sebagian dari gajiku sudah dipotong untuk biaya BPJS. Akan tetapi, kami memilih untuk menggunakan gaji kami sendiri untuk biaya konsultasi dan bahkan untuk biaya operasi melahirkanku. Bukan karna kami sekarang sudah kaya dan tidak membutuhkan program BPJS lagi, melainkan kalau memang kami masih bisa membayar, mengapa harus memilih yang gratis?

Aku dan suami berjanji bahwa kami hanya akan menggunakan BPJS, apabila kami benar-benar sudah tidak mampu lagi di dalam membayar biaya kesehatan kami. Karena BPJS itu memang ditujukan bagi yang tidak mampu. Kalau kita masih mampu memiliki rumah sendiri lebih dari satu, memiliki kendaraan pribadi lebih dari satu, memiliki penghasilan berlipat-lipat kali ganda dari nilai UMR, bukankah kita seharusnya malu bila masih tetap antri untuk menggunakan BPJS? Kalau kita bisa beli gadget yang harganya jutaan rupiah, bisa makan di mall hampir tiap hari, berlibur ke luar negeri, masakan untuk beli obat dan periksa ke dokter yang harganya tidak lebih dari 500 ribu harus menggunakan BPJS?

Sementara saudara-saudara kita yang makan saja susah, ketika mereka berobat menggunakan BPJS akhirnya tidak bisa dilayani dengan cepat dikarenakan kita telah “mencuri” haknya. Memang benar, adalah kewajiban negara untuk menjamin kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, akan tetapi kita yang memiliki moral sudah seharusnya membantu program pemerintah ini dengan cara mengutamakan yang lebih berhak untuk mendapatkannya. Percayalah, kita tidak akan miskin hanya dengan memberi kesempatan itu kepada yang lebih membutuhkan dibandingkan dengan kita. Di samping itu, para tenaga medis pun tidak akan selalu kewalahan dengan panjangnya antrian yang membuat mereka akhirnya bisa memberikan pelayanan secara maksimal. Tenaga medis pun manusia, mereka pun akan kelelahan apabila setiap hari dikerumuni oleh masyarakat yang selalu ingin gratis.

Seharusnya kita bangga menikmati kegratisan karena kita berprestasi, bukan karena kita miskin materi. Dan, yang terutama, bijaksanalah menggunakan hak kita.