Aku sangat suka berbagi ide, perasaan, pengalaman dan apa yang kupercayai lalu menuangkannya di dalam tulisan. Aku berharap melalui tulisanku aku bisa memberikan inspirasi bagi mereka yang membacanya.
Saturday 9 April 2016
Sunday 21 February 2016
ARTI SEBUAH KEBANGGAAN
Akhir-akhir ini, begitu banyak pro dan kontra mengenai Rio Haryanto, yang akan mengikuti kompetisi di Formula One 2016/2017. Pro karena untuk pertama kalinya orang Indonesia bisa mengikuti kompetisi olah raga mahal ini. Kontra karena ternyata Rio Haryanto membutuhkan dukungan dana yang tidak sedikit, dimana PERTAMINA (perusahaan minyak Indonesia) dan juga Pemerintah Indonesia mendukung sang olahragawan dengan menyumbangakan dana yang katanya seharusnya lebih baik digunakan untuk hal lain, misalnya untuk kesehatan dan pendidikan rakyat Indonesia dibandingkan untuk mendukung seorang Rio Haryanto.
Fenomena ini membuat saya teringat dengan fenomena yang terjadi di dalam kehidupan kita sehari-hari. Salah satu contohnya adalah ketika akan melangsungkan pernikahan. Mari kita cermati, ketika kita memutuskan untuk melangsungkan pernikahan, berapa biaya yang dibutuhkan? Mulai dari biaya gedung, biaya makanan, souvenir, pakaian pernikahan, dan biaya-biaya lainnya. Bukankah sebaiknya uang sebanyak itu lebih baik dipergunakan untuk modal usaha pengantin baru? Mengapa tidak cukup hanya menikah di catatan sipil saja, tidak perlu melakukan resepsi dan atau melakukan acara adat di hotel atau gedung pernikahan?
Tentu saja alasan utamanya adalah karena adanya rasa suka cita, adanya rasa bangga. Pengantin dan keluarga pengantin merasa bersuka cita dan memiliki kebanggaan sehingga perasaaan ini dituangkan ke dalam perayaan dengan resiko mengeluarkan banyak uang. Bahkan tidak sedikit yang memilih untuk berutang! Melangsungkan resepsi dan upacara pernikahan adat di kota besar di Indonesia, MINIMAL membutuhkan dana sebesar Rp 30.000.000,00. Uang sebanyak ini seharusnya bisa dipergunakan untuk modal usaha, mengkredit rumah baru, atau untuk yang lainnya. Akan tetapi, di masyarakat kita, hal ini adalah tindakan yang lumrah. Walaupun biaya resepsi dan acara adat pernikahan mahal, masyarakat kita tidak pernah jera untuk melangsungkan pernikahan di hotel maupun gedung-gedung pernikahan. Buktinya, saat ini bisnis pernikahan berkembang dengan sangat subur. Dan setiap sabtu telah dinobatkan menjadi hari kondangan di kota-kota besar di Indonesia.
Hal yang sama juga terjadi di komunitas di mana aku dibesarkan. Di dalam komunitasku, pendidikan adalah hal yang terutama. Hanya agar semua anak-anak mendapatkan pendidikan setinggi mungkin, banyak keluarga-keluarga menengah ke bawah di komunitasku memilih untuk tidak makan tiga kali sehari, rumah hampir roboh, kalau sakit tidak dibawa ke rumah sakit, semua dana diutamakan untuk biaya sekolah anak-anaknya. Mengapa?
Lagi-lagi alasannya adalah karena sebuah kebanggaan bagi para orang tua di komunitasku apabila anak-anaknya mampu memperoleh gelar pendidikan. Sekali lagi, intinya adalah KEBANGGAAN.
Kembali ke Rio Haryanto. Kalau saat ini PERTAMINA dan Pemerintah Indonesia mendukung sang olahragawan ini, menurutku adalah sah-sah saja. Memang benar, biaya yang dibutuhkan sangat besar. Tapi itulah harga yang harus dibayar untuk sebuah KEBANGGAAN.
Kalau ditanya apa yang akan didapatkan oleh Indonesia dari dukungan yang diberikan oleh PERTAMINA dan Pemerintah Indonesia? Jawabannya, banyak bangat.
- Indonesia akan lebih dikenal di dunia Internasional. Orang-orang di luar sana tidak lagi berkata, Indonesia itu dimananya BALI?
- Rasa bangga ketika logo PERTAMINA terpapar di dunia Internasional. Orang-orang di luar sana akan bertanya, apa itu PERTAMINA, dan mereka akan tahu bahwa itu adalah perusahaan minyak di Indonesia. Selama ini, dunia Internasional hanya mengenal SHELL, PETRONAS, dll. Di tengah-tengah gejolak harga minyak sekarang, PERTAMINA, perusahaan minyak Indonesia mampu mendukung seorang olahragawan di ajang olah raga bergengsi ini. Saatnya mengangkat harga diri bangsa Indonesia. Selama ini Indonesia lebih banyak dikenal dengan hal-hal yang negatif, inilah momentum yang tepat untuk menunjukkan pada dunia, bahwa Indonesia itu adalah negara yang besar. Jangan pandang remeh lagi dengan bangsa kita ini.
- Langkah yang diambil oleh Pemerintah Indonesia untuk mendukung Rio Haryanto adalah untuk membangun image dan brand Indonesia yang baru. Untuk membangun brand, tentu saja membutuhkan dana yang besar. Kata siapa biaya branding itu murah? Dan masih bertanya lagi, apa yang akan didapat kalau Indonesia memiliki branding yang oke di mata dunia? Tidak pernah beli barang branded ya?
- Kalau kita jeli mengamati kondisi masyarakat Indonesia, salah satu cara untuk memupuk rasa nasionalisme adalah melalui olahraga. Masih ingat ketika tim sepakbola Indonesia melawan tim sepakbola Malayasia? Betapa nasionalisme kita terpapar jelas di sana, tidak peduli agama apa yang kita yakini, dari suku mana kita berasal, merk gadget yang kita pakai (samsung, apple, BB,etc), semuanya sepakat mendukung timnas. Moment-momen seperti inilah yang dibutuhkan rakyat Indonesia, agar rasa persatuan dan kesatuan itu tetap berkobar. Dan masih bertanya untuk apa rasa persatuan dan kesatuan itu perlu dikobarkan? Ketika pelajaran PPKn di sekolah tidak tidur, kan?
Aku adalah pengikut Yesus. Ketika seorang perempuan bernama Maria Magdalena meminyaki kaki Yesus dengan minyak yang sangat mahal, para murid-murid Yesus pun mengkritisi tindakan perempuan itu. Mengapa minyak semahal itu dipergunakan untuk meminyaki kaki Yesus, bukankah minyak itu sebaiknya dijual dan uangnya diberikan kepada fakir miskin?
Jawaban Yesus adalah, "Mengapa kamu menyusahkan perempuan ini? Sebab ia telah melakukan perbuatan yang baik pada-Ku. Karena orang miskin akan selalu ada padamu, tetapi aku tidak akan selalu ada bersama-sama kamu ( Mat 26 : 10 - 11).
Lihat saja, sudah 2016 tahun sejak zamannya Yesus, orang miskin ternyata memang masih selalu ada di antara kita. Memodifikasi jawaban Yesus, akan tetapi orang yang berprestasi yang bisa menjadi salah satu peserta kompetisi F1 dari Indonesia tidak akan selalu ada. Buktinya, sudah berapa kali diadakannya kompetisi F1 di dunia ini, baru kali ini Indonesia mencetak seseorang yang bisa mengikuti kompetisi ini.
Dan kalau ada yang bilang bahwa F1 itu bukan olah raga, setidaknya sampai detik ini aku belum pernah melihat pembalap F1 yang memiliki berat badan over weight atau obesitas, melainkan memiliki tubuh yang ideal. Sekilas dapat disimpulkan bahwa mereka pun melakukan olahraga, minimal agar berat badan dan bentuk tubuhnya tetap ideal.
Jadi, sama seperti pemerintah Indonesia dan PERTAMINA, aku pun akan mendukung Rio Haryanto dalam kompetisi F1 2016/2017. Sekali lagi, memang harus dibayar dengan mahal, karena itulah ARTI DARI SEBUAH KEBANGGAAN.
Monday 8 February 2016
TIPS MEMILIH JURUSAN KULIAH
Pertanyaan yang selalu datang kepada adik-adik yang duduk di bangku sekolah, khususnya di SMA dan sederajat adalah jurusan apa yang akan dipilih setelah menyelesaikan masa sekolahnya. Beruntung bagi mereka yang sekolah di perkotaan, mendapatkan keputusan dengan adanya bantuan psikotest yang sering sekali diadakan di sekolah masing-masing. Atau adanya orang tua yang mampu memfasilitasi mereka bertemu dengan para psikolog untuk mengetahui bakat dan minat mereka.
Lalu bagaimana dengan adik-adik yang kerap sekali tidak mendapatkan refrensi di dalam mengambil keputusan ini?
Adik-adik tidak sendirian. Saya juga pernah ada di posisi itu sekitar 10 tahun yang lalu. Kebingungan dan nyaris tersesat di dalam memutuskan pilihan jurusan. Berikut adalah beberapa tips berdasarkan pengalaman saya yang semoga bisa membantu adik-adik semua di dalam memilih jurusan yang akan dipilih untuk didalami nantinya setelah menyelesaikan masa SMA sederajat.
- Kenali kondisi perekenomian keluarga, dalam hal ini pada umumnya perekonomian ayah dan ibu. Atau siapa saja yang berperan aktif di dalam pembiayaan hidupmu.
Mengapa?
Di dalam fenomena yang ada di kehidupan masyarakat kita, mari berpikir realistis. Tujuan setiap orang tua menyekolahkan anak-anaknya adalah agar anaknya bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari orang tuanya. Pendidikan adalah satu cara paling efektif untuk mewujudkannya. Oleh karena itu, di dalam pemilihan jurusan perkuliahan, sangat penting untuk mengenal kondisi perekonomian keluarga.
Apabila kamu memiliki orang tua dengan perekonimian di tahap menengah ke bawah, pada umumnya harapan mereka setelah kamu kuliah adalah menghasilkan uang secepat mungkin dan kalau bisa dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu pilihlah jurusan yang berpeluang dalam menghasilkan uang dengan cepat dan dalam jumlah yang besar.
Saat ini jurusan yang paling banyak mendapatkan apresiasi dari perusahaan-perusahaan adalah jurusan teknik, seperti teknik informatika, teknik industri, teknik elektro, teknik sipil, teknik perkapalan, teknik pertambangan, teknik kelautan, dan berbagai jenis jurusan teknik lainnya. Tentu saja, dengan syarat harus bekerja di perusahaan yang sesuai dengan jurusan kamu nantinya. Misal, teknik informatika baiknya bekerja di perusahaan IT, bukannya sebagai teller di bank.
Saat ini jurusan yang paling banyak mendapatkan apresiasi dari perusahaan-perusahaan adalah jurusan teknik, seperti teknik informatika, teknik industri, teknik elektro, teknik sipil, teknik perkapalan, teknik pertambangan, teknik kelautan, dan berbagai jenis jurusan teknik lainnya. Tentu saja, dengan syarat harus bekerja di perusahaan yang sesuai dengan jurusan kamu nantinya. Misal, teknik informatika baiknya bekerja di perusahaan IT, bukannya sebagai teller di bank.
Faktor lainnya yang akan menjadi penentu besarnya gaji yang akan kamu terima ketika selesai kuliah adalah universitas yang kamu pilih. Saat ini Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Gadjah Mada (UGM) masih menjadi tiga universitas negeri yang memiliki peluang digaji lebih besar. Apabila perekonomian keluargamu berada di level menengah ke bawah, kuliah di Universtitas Negeri tentu saja menjadi pilihan utama, mengingat biaya kuliah yang jauh lebih murah dibandingkan dengan kuliah di universitas swasta. Akan lebih baik lagi apabila kamu bisa diterima di salah satu tiga universitas yang saya sebutkan di atas karena peluang untuk mendapatkan beasiswa akan lebih besar.
Sementara, jika orang tuamu memiliki cukup harta dalam hal ini mereka tidak terlalu pusing dengan apa yang akan mereka makan besok hari, yang terutama adalah anak-anaknya memiliki titel dan kalau bisa kuliah di universitas ternama, maka SELAMAT, hidupmu akan jauh lebih ringan. Kamu bisa bebas memilih jurusan apa saja yang kamu suka. Yang penting adalah komitmen kamu untuk menyelesaikan studymu demi orang tuamu.
- Kenali dirimu sendiri
Mayoritas anak-anak SMA sederat akan menjawab membahagiakan orang tua. Selanjutnya, kamu bisa mengajukan pertanyaan lanjutan kepada orang tuamu, bagaimana cara yang memungkinkan untuk kamu lakukan agar bisa membahagiakan mereka. Hal ini dibutuhkan agar baik kamu dan orang tua memiliki tujuan yang sama. Akan lebih baik lagi apabila nantinya orang tua mengatakan bahwa kebahagiaanmu adalah kebahagiaan mereka.
Setelah kamu mengetahui apa yang menjadi harapan dari orang tuamu, langkah selanjutnya adalah kenali kemampuan dirimu sendiri. Seberapa pintar dirimu nantinya untuk menyelesaikan setiap soal-soal yang diberikan oleh universitas yang akan kamu pilih. Kalau kamu memilih tiga universitas yang saya sebutkan di atas, maka salah satu syarat utama agar kamu diterima adalah kamu harus bisa menyelesaikan seluruh soal-soal MM dengan benar. Syarat kedua, apabila pilihanmu di universitas itu adalah jurusan IPA, maka selain soal MM, soal Fisika, Kimia, dan Biologi sebaiknya juga harus benar semua. Kalau tidak bisa benar semua, setidaknya perbandingan yang benar harus jauh lebih besar dibandingkan dengan perbandingan yang salah.
Itulah dua tips besar yang mungkin bisa membantu adik-adik di dalam mengambil keputusan untuk memilih jurusan yang nantinya akan dijalani. Dimana kedua tips ini tentu saja masih membutuhkan operasional yang lebih mendetail tergantung dengan gaya adaptasi dari adik-adik.
Saya sendiri karena berasal dari keluarga yang miskin harta, lulus kuliah di Perguruan Negeri adalah syarat mutlak untuk bisa kuliah. Dan saat itu, saya membidik universitas terbaik yang ada di Indonesia, alasannya hanya satu yaitu jurusan apapun di universitas terbaik di negeri ini pastinya akan jauh lebih dihargai sepanjang masih di Indonesia. Dan tentu saja untuk mengincar beasiswa. Saya berpikir realistis untuk tidak terlalu bersikap sok idealisme memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakat saya. Bagi saya dulu yang terpenting adalah bisa kuliah dulu, dan kuliah di Universitas terbaik di Indonesia tentunya. Yang lain-lainnya, akan saya jalani selanjutnya. Dimana semua disiplin ilmu itu baik adanya, jurusan apapun yang akan saya pilih pastinya semuanya akan sangat bermanfaat jikalau kita sendiri komit untuk menyelesaikannya.
Saya memilih jurusan psikologi di Universitas Indonesia. Jujur, saya tidak mengetahui apapun mengenai jurusan ini. Pengetahuan saya benar-benar kosong mengenai jurusan ini. Apa yang dialami oleh Harry Potter ketika pertama sekali dia mengetahui bahwa dia adalah penyihir, ketidaktahuan dia tentang dunia sihir bisa saya rasakan karena saya juga merasakannya ketika pertama kali saya si gadis kampung pertama kali tiba di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Tekad saya untuk bisa kuliah di universitas terbaik di Indonesia dan menyelesaikannya dengan tepat waktu adalah motivasi saya untuk bisa tetap bertahan dan memperjuangkan mimpi saya. Dan saya beruntung sekali karena saya tidak salah memilih, tepat seperti dugaan saya ketika saya masih duduk di bangku SMA bahwa alumni dari universitas terbaik di negeri ini akan selalu mendapatkan penghargaan lebih dari pengusaha-pengusaha dalam hal gaji. Tentu saja ini bukan melulu karena almamater saya, melainkan dari segi para alumni pun ada beban mental untuk memberikan yang terbaik setelah meninggalkan perkuliahan.
Jadi, adik-adik jangan terlalu ribet di dalam memilih jurusan. Semua jurusan itu baik adanya. Sekarang apa yang menjadi kebutuhanmu, kebutuhan orang tuamu. Dan selaraskanlah itu dengan otakmu. Apabila kamu punya punya orang tua yang kaya raya, keberadaan otakmu sih bisa dinomortigakan, karena sekarang banyak universitas yang bisa memberikan jurusan apapun yang kau inginkan sesuai dengan kekayaan orang tuamu. Bagi adik-adik yang memiliki orang tua seperti saya, tidak memiliki harta, daripada ribet memilih jurusan, mending sekarang asah otakmu dulu karena jurusan apapun yang akan kau pilih akan tersedia selama kapasitas otakmu mampu.
Sunday 17 January 2016
KALAU BISA GRATIS, MENGAPA HARUS BAYAR?
Beberapa kali
dalam berbagai kesempatan aku bertemu dengan banyak orang yang sangat senang
menikmati hal-hal yang berbau gratis. Bukan karena tidak mampu secara materi,
melainkan telah menjadi sebuah kebanggaan tersendiri apabila mampu mendapatkan
sesuatu yang gratis. Kalau ada yang gratis, mengapa harus bayar? Pola pikir
seperti ini, masih terukir indah di masyarakt kita. Aku sendiri tidak mau
menjadi manusia yang naïf, aku akui mendapatkan sesuatu yang gratis itu adalah
anugrah, akan tetapi kalau sampai memfokuskan diri untuk melulu mendapatkan
yang gratis, menurutku itu bukanlah sikap yang harus dipertahankan apalagi
disosialisasikan kepada anak-anak dan cucu-cucu kita.
Salah satu
pengalamanku yang paling fenomenal mengenai kegratisan ini adalah ketika aku
kuliah di Universitas Indonesia dimana ada begitu banyak mahasiswa yang
mengajukan surat tidak mampu untuk bisa kuliah gratis. Memalsukan dokumen
pendukung yang dibutuhkan bahkan sampai acting
berpura-pura menjadi orang tidak mampu. Setelah permohonan dikabulkan, maka
yang bersangkutan akan bangga mengatakan betapa dia telah berhasil mendapatkan
kegratisan itu.
Hal yang sama
juga aku temukan di dalam lingkunganku bekerja. Untuk setiap karyawan yang
melakukan perjalanan dinas diberikan biaya maksimal sejumlah X, dimana apabila
biaya sejumlah X ini tidak habis wajib dikembalikan kepada organisasi. Akan
tetapi kenyataannya banyak karyawan yang mempergunakan biaya perjalanan dinas
itu secara maksimal, nyaris tidak pernah ada sisa. Lagi-lagi sebuah sikap
dimana kegratisan itu sangat menyenangkan.
Budaya
menikmati kegratisan inilah yang bertumbuh sangat subur di Indonesia, di
masyarakat kita. Kita semua pasti tahu dengan program kesehatan yang saat ini
sedang berlaku di Indonesia, yang lebih dikenal dengan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS). Program ini sesungguhnya merupakan program yang sangat
menakjubkan, dimana setiap orang di Indonesia khususnya mereka yang penghasilannya
di bawah UMR atau bahkan yang tidak memiliki penghasilan memiliki kesempatan
untuk memperoleh layanan kesehatan dengan harga yang terjangkau atau bahkan
gratis. Prakteknya? Mari kita lihat, BPJS ini lebih banyak dinikmati oleh
mereka yang sangat suka dengan kegratisan.
Beberapa waktu yang lalu, seorang
kerabat sangat bangga menceritakan kepada kami, bagaimana dia berhasil mendapatkan
layanan gratis ini. Padahal kerabat ini memiliki rumah sendiri dimana-mana,
kendaraan pribadi tiga, dan masih banyak lagi harta yang dimiliki. Akan tetapi
masih tetap saja mencari layanan yang
gratis.
Banyak orang yang mengeluhkan
bahwa layanan BPJS yang diberikan oleh pemerintah saat ini masih jauh dari
sempurna dan bahkan sangat mengecewakan. Pemerintah, para petugas medis, dan
staf BPJS tidak jarang mendapatkan makian dari masyarakat yang dikecewakan oleh
layanan ini. Akan tetapi, mari kita kritisi kembali sikap hati kita terhadap program
ini. Dana BPJS diambil dari APBN dan biaya APBN ini tentu saja membutuhkan
persetujuan DPR. Kita lihat sendiri bagaimana sikap kerja DPR kita. Aku tidak
perlu membahasnya di sini. Dari segi masyarakat, peserta BPJS, dipungut biaya
untuk program ini. Akan tetapi, secara logika dengan sejumlah dana yang kita
keluarkan untuk BPJS, tidak akan mencukupi untuk mendanai kesehatan untuk
seluruh masyarakat yang ingin gratis. Yang terjadi adalah antrian layanan BPJS
yang sangat panjang.
Aku berasal dari keluarga yang tidak kaya. Bapakku seorang tukang becak dan ibuku
pedagang kaki lima. Aku kuliah dengan gratis di Universitas Indonesia, tetapi
untuk kebutuhanku sehari-hari aku tetap harus bekerja. Sesungguhnya aku bisa
saja memanfaatkan kondisi kemiskinan ini, akan tetapi aku malu mendapatkan
sesuatu yang gratis. Sejujurnya, aku juga malu kuliah gratis di Universitas
Indonesia, akan tetapi aku tidak ada pilihan lain, karena aku ingin kuliah.
Ketika di kehamilan pertamaku, seharusnya aku bisa menikmati layanan BPJS dari
program pemerintah ini, karena suamiku adalah Pegawai Negeri Sipil, dimana
secara otomotis aku berhak mendapatkan
layanan BPJS ini. Di smaping itu, aku juga wanita bekerja dimana sebagian dari gajiku sudah dipotong untuk biaya BPJS. Akan tetapi, kami memilih untuk menggunakan gaji kami sendiri
untuk biaya konsultasi dan bahkan untuk biaya operasi melahirkanku. Bukan karna
kami sekarang sudah kaya dan tidak membutuhkan program BPJS lagi, melainkan
kalau memang kami masih bisa membayar, mengapa harus memilih yang gratis?
Aku dan suami berjanji bahwa kami
hanya akan menggunakan BPJS, apabila kami benar-benar sudah tidak mampu lagi di
dalam membayar biaya kesehatan kami. Karena BPJS itu memang ditujukan bagi yang
tidak mampu. Kalau kita masih mampu memiliki rumah sendiri lebih dari satu,
memiliki kendaraan pribadi lebih dari satu, memiliki penghasilan berlipat-lipat
kali ganda dari nilai UMR, bukankah kita seharusnya malu bila masih tetap antri untuk
menggunakan BPJS? Kalau kita bisa beli gadget yang harganya jutaan rupiah, bisa
makan di mall hampir tiap hari, berlibur ke luar negeri, masakan untuk beli
obat dan periksa ke dokter yang harganya tidak lebih dari 500 ribu harus
menggunakan BPJS?
Sementara saudara-saudara kita
yang makan saja susah, ketika mereka berobat menggunakan BPJS akhirnya tidak
bisa dilayani dengan cepat dikarenakan kita telah “mencuri” haknya. Memang
benar, adalah kewajiban negara untuk menjamin kesejahteraan seluruh rakyat
Indonesia, akan tetapi kita yang memiliki moral sudah seharusnya membantu
program pemerintah ini dengan cara mengutamakan yang lebih berhak untuk
mendapatkannya. Percayalah, kita tidak akan miskin hanya dengan memberi
kesempatan itu kepada yang lebih membutuhkan dibandingkan dengan kita. Di
samping itu, para tenaga medis pun tidak akan selalu kewalahan dengan
panjangnya antrian yang membuat mereka akhirnya bisa memberikan pelayanan
secara maksimal. Tenaga medis pun manusia, mereka pun akan kelelahan apabila
setiap hari dikerumuni oleh masyarakat yang selalu ingin gratis.
Seharusnya kita bangga menikmati kegratisan karena kita berprestasi, bukan karena kita miskin materi. Dan, yang terutama, bijaksanalah menggunakan hak kita.
Tuesday 1 September 2015
Ibadah Pengutusan Management Trainee Wahana Visi Indonesia Batch 16
Minggu ini adalah minggu yang berat secara emosi bagiku. Bayangan setahun yang lalu dimana aku berbaring di kamar rumah sakit dengan anak kami di dalam rahimku, sementara suamiku dalam kondisi kurang tidur karena menjagaku. Semua kejadian itu menari-nari di dalam pikiranku. Bahkan ketika menuliskan ini, aku masih gemetaran, hatiku masih menangis. Setahun sudah, akan tetapi setiap detik dari kejadian itu, masih terakam dengan sangat jernih di otakku. Aku bukan hanya mengingat, saat ini pun aku seperti merasakan hentakan dan pergerakan anak kami di dalam rahimku. Seolah-olah aku kembali mengalami kejadian setahun yang lalu, berbaring di rumah sakit, dengan suamiku di sampingku dengan wajah penuh kecemasan.
Tak pernah terlintas di dalam pikiranku kalau saat ini aku bisa menuliskan hal ini. Setahun sudah, aku dan suami melalui hari-hari berduka kami. Aku sendiri menjalaninya dengan menyibukkan diri dengan pekerjaan kantor. Tiga bulan setelah melahirkan, Tuhan memberikanku pekerjaan baru sebagai ganti dari dipanggilNya anak kami. Januari 2015, aku bergabung dengan sebuah organisasi kemanusiaan yang menerapkan ajaran Kristus di dalam pelayanannya, Wahana Visi Indonesia. Tanggung jawab pertama yang kuperoleh adalah merekrut Management Trainee (MT) sebanyak 35 orang. Di pertengahan bulan Februari, target orang yang harus direkrut bertambah menjadi 55 orang. Sementara deadline waktu yang diberikan masih tetap sama yaitu 4 bulan. Alhasil, selama tiga bulan aku membawa pekerjaan kantor ke rumah, bahkan di akhir minggu pun aku bekerja. Aku menyeleksi 1399 resume satu per satu, hingga akhirnya di akhir April 2015, Tuhan memberikan 61 orang yang lolos dalam setiap proses seleksi. Akan tetapi di hari-hari terakhir sebelum offering dilakukan ada 3 orang yang memutuskan untuk mundur dari program MT ini. Setelah offering, ada 5 orang yang "gugur". Dan hari ini kami mengutus 53 orang untuk melayani di berbagai daerah dampingan kami yang tersebesar di 55 Kabupaten di Indonesia.
Tadi pagi, ketika Ibadah Pengutusan berlangsung, dimana MC Ibadah yang adalah rekan sepelayanan kami (Kak Dahlia) mengundang kami berdiri untuk menaikkan ucapan syukur kami kepada Tuhan, hanya mengucap syukur, tidak meminta, tidak memohon. Hanya bersyukur. Dan saat itu, aku tertantang untuk bersyukur, bersyukur di tengah-tengah masa-masa berdukaku, Tuhan memakaiku untuk bisa bekerja memberikan yang terbaik yang bisa kuberikan, mengambil bagian dari pelayanan ini. Aku bersyukur, Tuhan memberikan pekerjaan ini padaku sehingga masa-masa berdukaku lebih mudah untuk kujalani. Melalui pekerjaan ini, aku dipaksa untuk fokus mendapatkan staff baru yang nantinya akan bertugas membantu teman-teman yang melayani di daerah terpencil. Aku mengucap syukur, aku bisa berkontribursi di dalam perekrutan MT ini, hingga akhirnya tidak ada waktu untukku berduka bahkan untuk menangis.
Aku bersyukur, mengingat bagaimana aku berjuang untuk konsentrasi di dalam pekerjaanku, mengesampingkan rasa dukaku, rasa kehilanganku dengan bekerja secara totalitas, mendapatkan 55 staff dalam waktu tiga bulan! Dengan lingkungan baru dan administrasi yang panjang. Di dalam ucapan syukurku, aku tergoda bertanya, jikalau Tuhan tidak mengambil anak kami, mungkin aku tidak akan resign dari pekerjaanku yang dulu. Aku akan terus - menerus menjadi budak uang. Berambisi untuk hidup kaya. Merekrut orang hanya untuk mendapatkan fee yang bersumber dari persenan gaji dari orang yang direkrut.
Aku bersyukur, Tuhan menangkapku dan menempatkanku di organisasi ini. Aku semakin dikuatkan bahwa di dalam kehidupan ini, aku dan suamiku tidak lagi sendirian. Aku menemukan keluarga baru yang akan selalu ada berdoa untuk aku dan suami. Kejadian setahun yang lalu, ketika aku dan suamiku berdua saja di rumah sakit dengan kondisi anak kami di dalam rahimku adalah titik terendah kami berdua. Dengan adanya keluarga baru yang aku temukan di organisasi ini, membantuku untuk bangkit kembali. Aku belum bisa mengatakan bahwa saat ini kami sudah baik-baik saja, yang pasti saat ini aku dan suami sedang mencoba untuk bergerak. Aku pribadi semakin menemukan makna hidupku yang sesungguhnya, tepat seperti yang selalu kuminta di hampir setiap doaku, MENJADI GARAM DAN TERANG.
Ibadah Pengutusan Management Trainee yang telah kami lakukan tadi pagi di kantor, semakin memperjelas panggilan hidupku di dunia ini. Aku ingat dengan salah satu nazarku (ketika aku merasa bahwa adalah hal yang mustahil bagiku untuk kuliah), bahwa jikalau Tuhan berkenan memberiku kesempatan untuk kuliah dan meraih gelar sarjana, maka aku akan mempersembahkannya hanya untuk pekerjaan Tuhan. Dan disinilah aku sekarang, menjadi pelayan Tuhan, memberikan ilmu yang kudapatkan dengan susah payah, hanya untuk kemuliaan nama Tuhan. Dan aku mengucap syukur karena Tuhan memberikanku kesempatan untuk memenuhi nazarku.
Kepada 53 orang MT Batch 16 Wahana Visi Indonesia, selamat menikmati perjalanan bersama Tuhan di dalam pelayanan ini. Seperti ada tertulis, sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih (Matius 22;14), demikian halnya dengan MT Batch 16, kalianlah orang yang terpilih itu, dari 1399 yang terpanggil. Seperti nyanyian yang kalian nyanyikan tadi siang, kita bersama-sama rindu untuk Indonesia yang lebih baik. Biarlah kita semua menjadi GARAM DAN TERANG, hidup bagi KRISTUS. Semoga Tuhan memberikan kekuatan kepada kita semua untuk melanjutkan pelayanan ini.
Dan kepada mereka yang pernah meluangkan waktunya untuk mengikuti proses perekrutan MT Batch 16 di Wahana Visi Indonesia, mohon maaf untuk setiap tutur kata yang tidak berkenan. Mohon maaf karena keterbatasan saya, tidak ada follow up kepada mereka yang telah bersedia meluangkan waktu mengikuti proses seleksi dan dinyatakan belum sesuai untuk posisi ini. Jangan patah semangat, kalau tahun ini kalian belum berjodoh dengan Wahana Visi Indonesia, Tuhan pasti menyediakan tempat untuk kalian berkarya. Akhir kata, dimanapun ladang yang telah Tuhan sediakan buat kita semua, di Wahana Visi Indonesia atau bukan, tetaplah menjadi GARAM DAN TERANG.
Saturday 25 July 2015
halak batak do ho (5)
Akhir-akhir ini
ada begitu banyak pemuda/I Batak yang mulai mempertanyakan apakah menikah
secara adat Batak penuh itu masih relevan untuk dilakukan saat ini? Selain
biaya yang dibutuhkan sangat banyak, perbedaan-perbedaan pendapat yang berujung
kepada konflik dan sakit hati menjadi alasan kuat yang membuat para generasi
muda semakin tawar hati akan adat Batak. Acara pernikahan yang seharusnya
menjadi momentum penting bagi pasangan pengantin, tidak sedikit berakhir dengan
luka batin. Keluarga baru yang seyoginya dimulai dengan penuh suka cita,
berakhir dengan pernyataan, nasi sudah
jadi bubur. Para pengantin memulai kehidupan keluarga baru mereka dengan
prasangka-prasangka negatif.
Di satu sisi, kerumitan
di dalam pelaksanaan adat Batak, yang membutuhkan banyak uang dan dibumbui
dengan konflik keluarga, membuat pernikahan Batak secara adat penuh menjadi
sesuatu yang sakral. Setidaknya hal ini menjadi salah satu faktor penghambat
para pemuda/i untuk menikah dengan gegabah. Tidak bisa dibayangkan apabila
pernikahan Batak secara adat penuh dilaksanakan dengan sangat mudah,
kemungkinan besar Indonesia hanya akan terdiri dari orang Batak dan orang baik saja.
Akan tetapi hal ini, bukan menjadi alasan untuk meninggalkan adat Batak. Biar
bagaimanapun, adat itu adalah warisan yang sangat tak ternilai harganya dari
nenek moyang kita. Sekali pun kita tidak mendapatkan teladan yang baik dari
para orang tua di sekitar kita mengenai pelaksanaan adat Batak, kita sebagai
manusia yang dibekali akal sehat, seharusnya memiliki kemampuan untuk
memperbaiki kesalahan itu bersama-sama. Kita memiliki pilihan untuk memutuskan mata
rantai kesalahan yang telah disosialisasikan oleh para orang tua di sekitar
kita.
Siapa bilang
pernikahan adat Batak itu harus selalu membutuhkan biaya yang banyak? Siapa
bilang pernikahan adat Batak itu harus selalu berakhir dengan konflik keluarga?
STOP. Kita akhiri fenomena ini hanya sampai di kita. Adat Batak diwariskan oleh
nenek moyang kita dengan tujuan agar kita menjadi manusia yang berbudaya. Sudah saatnya kita menunjukkan kepada mereka
yang bukan Batak, bahwa budaya kita tidak kalah menariknya dibandingkan dengan
budaya dari negara lain. Jangan biarkan doktrin-doktrin penerapan yang salah
dari para orang tua menjadi penghalang untuk kita mencintai adat Batak.
Lalu apa yang
bisa kita lakukan? Sebelumnya mari kita berkenalan dengan adat Batak terlebih
dahulu, khususnya dalam pernikahan Batak. Satu konsep yang paling banyak
memakan korban dalam pelaksanaan pernikahan adat Batak adalah konsep sinamot.
Orang Batak
memiliki motto hidup, “Anakhonhi do hamoraon
di au” (Anak adalah kekayaan). Mengapa anak menjadi sumber kekayaan bagi
orang Batak? Karena pada zaman dahulu, anak diperdayakan untuk membantu orang
tua membajak tanah (bertani). Jadi,
semakin banyak anak, maka semakin banyak sumber tenaga yang bisa dipakai untuk
membajak sawah. Oleh karena itu, ketika seorang anak perempuan dilamar, maka
sumber tenaga akan berkurang karena setiap anak perempuan yang menikah akan
meninggalkan orang tuanya dan tinggal dengan keluarga suaminya. Dengan demikian,
orang tua perempuan pun meminta ganti si anak perempuan kepada pihak yang
melamar anak perempuannya. Pada zaman dahulu, biasanya yang diberikan sebagai
ganti adalah manusia juga, akan tetapi karena pihak pelamar tidak selalu bisa
memberikan manusia yang memiliki kualitas yang sama untuk bekerja sebagai ganti
anak perempuan yang dilamar, digantilah dengan beberapa ekor kerbau. Seiring
dengan perkembangan zaman, dimana manusia akhirnya meninggalkan sistem barter
dan beralih dengan menggunakan uang, maka penggantian anak perempuan yang
dilamar dilakukan dengan memberikan uang, yang dikenal dengan SINAMOT.
Saat ini, sinamot menjadi momok yang paling menakutkan bagi para pangoli (pemuda yang berniat untuk
menikah). Apalagi dengan mereka yang tidak memiliki orang tua yang kaya, dimana
biaya nikah menjadi tanggungan pribadi. Tak jarang banyak pernikahan gagal
hanya karena pihak perempuan tidak setuju menyerahkan anak perempuannya dengan
nilai sinamot yang sedikit atau tidak
sesuai dengan yang diharapkan oleh parboru
(orang tua calon pengantin perempuan). Atau tidak sedikit, pernikahan adat
Batak meninggalkan konflik yang berkepanjangan dikarenakan jumlah sinamot ini.
Mengenai nilai sinamot ini, kita para generasi muda bisa menyiasatinya dengan cara
kembali ke sejarah lahirnya sinamot ini.
Zaman dahulu, sinamot lahir ksebagai
ganti rugi anak perempuan yang diambil dari keluarga si perempuan untuk
selama-lamanya, yang berarti pihak yang ditinggalkan kehilangan sumber tenaga
untuk membajak sawah yang nantinya akan mengurangi kekayaan orang tua perempuan
tersebut. Saat ini, ketika akan melamar perempuan Batak, jika ingin menerapkan
konsep sinamot ini, maka sangat
penting diperhatikan bagaimana status si anak perempuan yang dilamar di tengah-tengah
keluarganya. Apakah si anak perempuan
adalah sumber pendapatan utama di dalam keluarga tersebut, sehingga si pelamar
perlu memberikan ganti rugi yang sepadan kepada keluarga si perempuan demi
keberlangsungan hidup keluarga si perempuan ke depannya.
Dengan kata lain, penerapan konsep sinamot bukan berdasarkan seberapa
banyak uang yang telah dikeluarkan oleh orang tua si perempuan untuk
membesarkan si perempuan yang dilamar. Karena adalah kewajiban setiap orang tua
untuk mencukupi kebutuhan setiap anak dan pangoli
tidak bertanggung jawab untuk mengganti setiap rupiah yang telah
dikeluarkan oleh orang tua si perempuan kepada anak perempuannya.
Kesimpulannya, apabila ada orang tua yang menetapkan nilai sinamot berdasarkan tingkat pendidikan dan profesi anak
perempuannya, itu adalah penerapan yang salah dari konsep sinamot.
Sekalipun, si perempuan yang dilamar
adalah sumber pendapatan di keluarga tersebut, bukanlah kewajiban anak untuk
membiayai orang tuanya. Orang tualah yang memiliki kewajiban untuk mencukupi
kebutuhan anak-anaknya, bukan sebaliknya. Pada zaman dahulu kala, orang tua
Batak pun demikian, mereka membiayai anak-anak mereka dengan menyuruh mereka
mengelola sawah. Dengan kata lain, mereka sama-sama bekerja, orang tua dan anak,
bersama-sama mengusahakan sawah. Jadi, bukan anak yang bekerja untuk orang
tuanya, melainkan orang tua dan anak sama-sama bekerja untuk mendapatkan
kekayaan. Apabila ada orang tua yang meminta nilai sinamot dengan mempertimbangkan hal ini, masih tidak tetap tepat
juga. Sekali lagi melenceng dari konsep sinamot
yang telah diwariskan oleh nenek moyang Batak.
Kembali ke konteks kehidupan kita saat
ini. Apakah keberadaan sinamot masih
seperti tujuan utama sinamot itu dibuat? Tentu saja tidak. Saat ini, anak
perempuan bukan lagi sumber tenaga di dalam kehidupan keluarga Batak. Bahkan,
saat ini banyak anak perempuan Batak jangankan turun ke sawah, memasak pun
tidak bisa. Apalagi dengan adanya UU Perempuan dan Anak, dimana apabila
dianalisa secara hukum, konsep sinamot ini
seolah-olah mensahkan perdagangan perempuan di
kalangan masyarakat Batak. Oleh karena itu, konsep sinamot sesungguhnya sudah tidak relevan lagi bila ingin diterapkan
di dalam kehidupan kita saat ini. Akan tetapi, karena kita ingin melestarikan
budaya Batak, maka para orang tua memodifikasi konsep sinamot ini dengan praktek-praktek yang meringankan posisi para
orang tua dan membuat para generasi muda yang melek pengetahuan mulai muak
dengan adat Batak.
Sinamot
ada dengan tujuan pencitraan, untuk mendapatkan sanjungan dari orang-orang. Demi
mendapatkan sanjungan, para orang tua mengesampingkan kondisi hati generasi
muda yang akan menjalani pernikahan tersebut. Tak heran, para generasi muda
yang telah didoktrin untuk membahagiakan orang tuanya menghalalkan segala cara
untuk mewujudkan nilai sinamot yang
sesuai dengan harapan para orang tua. Tidak sedikit pasangan yang akan menikah maupun
yang telah menikah mengalami sakit hati di tahap ini. Para generasi muda
akhirnya menyalahkan adat Batak yang sangat rumit dan berat untuk dijalankan.
Padahal, sesungguhnya yang membuat semua itu rumit adalah ego para orang tua.
Oleh karena itu, jikalau kita para generasi muda kecewa dengan penerapan adat
yang dilakukan oleh para orang tua kita, biarlah kekecewaan itu berhenti di
generasi kita. Kita putuskan konsep penerapan adat yang keliru ini. Mari kita
lestarikan adat Batak dengan tidak meninggalkannya. Tidak mudah memang menjadi
agen perubahan dan ke luar dari doktrin-doktrin orang tua kita, akan tetapi
jikalau bukan kita, siapa lagi?
Suatu hari nanti, kitalah yang
menggantikan posisi para orang tua kita. Oleh karena itu, jangan marah dengan adat
Batak, tapi mari kita perbaiki bersama kesalahan penerapan yang dilakukan oleh para
orang tua kita. Saat ini, sinamot masih
relevan untuk tetap dilakukan dimana pelaksanaanya tentu saja bukan untuk
pencitraan, apalagi harus mengorbankan hubungan silahturami hanya untuk
melakukan pencitraan ini. Kalau dulu, konsep
sinamot dibuat karena pengantin
perempuan tidak akan kembali lagi ke keluarga perempuan setelah menikah,
melainkan selamanya akan tetap tinggal bersama-sama dengan keluarga
laki-laki. Apabila si perempuan kembali
ke keluarganya tentu saja itu haruslah seizin keluarga suaminya dimana izin itu
tidaklah mudah didapatkan. Kalau ingin konsep sinamot diterapkan seperti itu, sebagai ganti rugi dari dibawanya
anak perempuan untuk selama-lamanya, apakah masing-masing pihak setuju dengan
hal itu? Tentu saja tidak, bukan? Biar bagaimana pun, menikah itu adalah
menyatukan dua keluarga, bukan memisahkan pihak perempuan dengan keluarganya.
Si perempuan bisa berkunjung ke keluarganya kapanpun dia mau. Bahkan saat ini,
banyak orang tua perempuan yang tinggal satu rumah dengan anak perempuannya
yang telah menikah.
Jadi, kalau ingin penerapan sinamot dilakukan persis sama seperti
dahulu kala, jangan hanya menerapkan enaknya saja. Akan tetapi para orang tua
juga harus bersedia dengan konsekuensi yang mengikuti. Apalagi harus
mengorbankan kehidupan pernikahan anak-anak. Sekali lagi, adat Batak tidak
serumit itu. Adat Batak sangat menyenangkan untuk dijalankan walaupun untuk
saat ini dalam penerapannya kita para generasi muda harus tarik nafas dengan
ego para orang tua kita. Akan tetapi, setidaknya dari mereka kita belajar untuk
tidak menjadi seperti mereka ketika suatu hari nanti kita menjadi orang tua.
Sekali lagi, melalui tulisan ini aku memohon kepada para generasi muda yang
saat ini sudah muak dengana adat Batak, adat Batak tidak pernah melakukan
kesalahan apapun. Manusia yang memperkenalkannya kepada kitalah yang
menerapkannya dengan tidak seharusnya. Dan tugas kita para generasi mudalah
untuk menjadikan penerapan adat Batak itu menyenangkan untuk dijalankan.
Friday 17 July 2015
HEALER - drama korea
Weekend terakhir sebelum lebaran tahun 2015 ini, aku habiskan dengan menonton film serial drama Korea, yang berjudul HEALER. Film ini menceritakan mengenai kehidupan lima sekawan yang memiliki hobby sebagai reporter ilegal. Dimana pada zaman mereka, kebebasan pers sangat dikontrol oleh pemerintah. Oleh karena itu, lima sekawan ini melakukan penyiaran secara sembunyi-sembunyi melalui radio dimana radio itupun hasil rekatan mereka sendiri. Karena nyali mereka yang begitu luar biasa di dalam memberitakan kebenaran, akhirnya mereka selalu menjadi "buronan" polisi. Akan tetapi mereka selalu berhasil dari kejaran polisi dikarenakan adanya team work yang sukup baik di antara mereka berlima. Adapun pembagian peran yang ada dalam lima sekawan ini (empat orang laki-laki dan satu orang perempuan) adalah satu orang menjadi supir yang akan membawa mereka ke perbukitan tempat dimana mereka menyiarkan berita, satu orang bertugas menjadi seksi keamanan yang akan mengecoh polisi atau siapapun yang akan "menggangu" mereka di dalam melakukan penyiaran. Sementara satu orang bertugas sebagai camera man sekaligus sebagai teknisi, dan sepasang lagi sebagai penyiar dimana sepasang penyiar ini pada akhirnya menikah dan punya anak. Hubungan persahabatan mereka pada akhirnya rusak dikarenakan satu-satunya perempuan yanga ada dalam lima sekawan ini, dicintai oleh dua orang. Sementara rutinitas mereka di dalam menyiarkan kebenaran secara ilegal berakhir, ketika salah satu dari mereka akhirnya tertangkap oleh polisi dan dipenjara selama 11 tahun karena dituduh menginformasikan berita tidak benar.
Aku tidak akan menceritakan mengenai alur film ini secara mendetail. Ada beberapa hal yang cukup menarik untuk kubahas mengenai film ini.
- Keberanian yang dimiliki oleh lima sekawan ini dalam memberitakan kebenaran. Aku membandingkannya dengan yang terjadi di Indonesia, dimana menyuarakan kebenaran itu pun pernah terjadi. Dan tentu saja hasilnya adalah sama dengan yang di film tersebut, siapa yang memiliki uang dan berkuasa itulah yang menang. Walalupun saat ini, media denganSela begitu bebasnya memproklamirkan sebuah informasi, tapi keakuratan informasi tersebut telah dibumbui dengan berbagai kepentingan dari mereka yang memiliki uang dan para penguasa.
- Lima sekawan tersebut digambarkan sebagai anak yang biasa-biasa saja, bukan berasal dari orang tua yang kaya. Akan tetapi pada akhirnya mereka menjadi orang kaya. Menariknya mereka menjadi kaya bukan karena menjadi karyawan dari perusahaan multi nasional, melainkan mereka sendiri membuka perusahaan baru alias menjadi pemilik dari perusahaan tersebut. Hal ini cukup membuatku menarik karena di masyarakat kita yang sekarang ini, atau di sekitarku sekarang, generasiku banyak yang menjadi kaya, termasuk diriku sendiri adalah karena aku menjadi "budak" dari orang lain. Atau ada juga yang menjadi kaya karena warisan dari orang tuanya atau ada juga yang menjadi kaya karena korupsi. Sangat sedikit orang di Indonesia yang menjadi kaya dengan membuka perusahaan sendiri, walaupun orang-orang seperti itu memang ada.
- Kecintaan mereka akan budaya mereka. Misalnya mereka memperkenalkan makanan khas mereka melalui menu makanan yang mereka makan di adegan film itu. Mereka juga menikmati lagu-lagu berbahasa Korea yang sering didendangkan oleh para tokoh film tersebut. Untuk yang satu ini, aku memang sangat kagum kepada mereka di dalam memperkenalkan kebudayaan mereka. Aku sangat rindu, para generasiku pun melakukan hal yang sama, yaitu mencintai kebudayaan suku mereka. Tidak apa-apa mengenal budaya luar, asal jangan sampai melupakan bahkan tidak mau tahu dengan kebudayaan sendiri. Budaya kita pun memiliki keunikan yang bisa dieksplor oleh kita para generasi muda. Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan mengekplornya? Masakan kita harus menunggu negara lain yang mengeksplor budaya kita? Sangat menyedihkan, bukan bila hal itu harus terjadi?
Berbeda dengan film-film Holywood yang menyuguhkan teknologi yang canggih, persaingan untuk berprestasi atau menonjol, dan dominansi untuk menguasai. Dimana ketiga hal ini pada umumnya memang selalu dibalut dengan pesan moral yang sangat menyentuh moral. Satu hal yang paling menggangguku ketika menonton film-film Holywood adalah minimnya pertahanan dan pengendalian para tokoh di film di dalam memenuhi kebutuhan akan seks. Bagiku secara pribadi ini adalah sebuah conoth kegagalan di dalam mengontrol hasrat diri.
Tapi, terlepas dari semua itu, aku suka menonton. Dan aku sceangat mengaprisiasi para penulis naskah hingga cerita-cerita itu bisa divisualisasikan.
Tuesday 7 July 2015
BULE
Aku lahir dan dibesarkan di daerah pinggiran Danau Toba. Di masaku tinggal di sana, ada begitu banyak turis manca negara yang datang, walaupun tidak sebanyak tempat wisata lain di Indonesia, misalnya Bali. Apalagi temapt dimana aku lahir dan dibesarkan adalah tempat yang tidak terlalu diekspos keindahan Danau Toba-nya, tidak seperti Parapat. Akan tetapi beberapa turis kerap sekali melakukan perjalanan ke daerah dimana aku lahir dan menghabiskan 18 tahunpertama hidupku.
Fenomena yang kuamati saat itu adalah keramahan masyarakatku terhadap bule begitu sangat jauh dari keramahan yang mereka tampilkan dalam kehidupan sehari-hari. Dari situasi ini, akhirnya menimbulkan pertanyaan di benakku. Sejak kecil aku selalu bertanya-tanya dalam hati, mengapa orang bule selalu dianggap lebih baik dibandingkan dengan orang Indonesia. Tidak hanya itu, aku juga memiliki banyak kenalan yang merasa sangat bangga bahkan sudah mengarah menjadi ke kesombongan apabila memiliki kenalan bule. Perlakuan kepada mereka pun jauh lebih ramah dibandingkan kepada kami yang notabene teman sebangsanya, yang bertumpah darah satu, yaitu darah Indonesia.
Aku akui dalam berbagai hal mereka lebih maju dari kita bangsa Indonesia. Teknologi, pola pikir, pendapatan per kapita, dan juga gaya hidup. Tapi bukan berarti itu bisa menjadikan mereka harus mendapatkan perlakuan yang lebih ramah dari orang Indonesia. Aku bukannya anti apabila ada orang Indonesia yang ingin beramah-tamah dengan orang bule, karena memang sudah seharusnya kita ramah kepada tamu kita. Akan tetapi kalau sampai orang tersebut hanya ramah kepada orang bule dan tidak melakukan hal yang sama kepada masyarakat di sekitarnya, apalagi itu adalah bangsanya sendiri, maka menurutku orang itu tidak layak untuk menikmati sumber daya Indonesia dengan gratis! Dan budaya seperti ini begitu menjamur di masyarakat kita. Terkadang, aku sampai bingung sendiri, katanya bangsa ini terkenal karena keramahannya. Akan tetapi keramahan itu hanya diberikan kepada bangsa lain, sementara bangsa sendiri "diabaikan".
Perilaku kita yang terlalu membanggakan bule dan mengabaikan bangsa sendiri sesungguhnya adalah tindakan yang menjual bangsa ini secara perlahan-lahan dan menyatakan diri siap untuk dijadikan budak oleh mereka. Beberapa bule yang aku kenal mengartikan pesan yang kita sampaikan dengan salah. Anggapan mereka, bahwa orang Indonesia itu adalah pemuja bule. Oleh karena itu, mereka tidak perlu mempersiapkan diri untuk belajar Bahasa Indonesia sebelum datang ke Indonesia. Mereka tidak mempersiapkan diri untuk bisa beradaptasi dengan budaya kita. Karena mereka tahu, bahwa masyarakt Indonesia yang akan memfasilitasi hal tersebut. Hal yang sangat bertolak belakang dengan kondisi kita, ketika kita ke negara mereka, kita harus menguasai bahasa mereka, mempelajari sistem mereka. Dan apakah kita akan disambut dengan keramahan yang sama seperti yang kita lakukan kepada mereka? Anda sendiri bisa menjawabnya.
Fenome lainnya adalah orang Indonesia jauh lebih bangga menjelajahi Eropa atau Amerika dibandingkan dengan Indonesia. Tidak jadi masalah, karena itu soal selera. Yang menjadi masalah adalah ketika kembali dari Eropa atau Amerika, bukannya semakin mencintai bangsa sendiri sebaliknya semakin merendahkan bangsanya, menyalahkan pemerintah, dan mengeluhkan kondisi bangsa ini.
Kalau bukan kita sendiri yang menghargai dan meletakkan bangsa kita di posisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan bangsa lain, siapa lagi? Masakan di negeri kita sendiri pun, kita lebih ramah kepada bule dibandingkan kepada masyarakat kita sendiri? Apa yang kita dapatkan dengan perlakuan seperti ini? Ingin dianggap keren? Dengan tidak menghargai masyarakatmu sendiri?
Masakan selama hidup, kita menikmati sumber daya alam Indonesia, tumbuh bersama-sama dengan masyarakat Indonesia, akan tetapi yang mendapatkan penghargaan lebih adalah bangsa lain?
Adalah bagus memiliki banyak kenalan dan teman dari berbagai negara, akan tetapi adalah sikap yang sangat tidak bisa jadi inspirasi ketika perkenalan kita dengan orang dari berbagai negara menjadi senjata kita dalam menghujat bangsa kita ini.
Kalau kita tidak bisa mengurangi kemacetan di Jakarta, kalau kita tidak bisa membayar pajak dengan jujur, kalau kita tidak bisa mengolah sumber daya alam Indonesia, setidaknya mulailah dari hal kecil, mencintai negeri ini! Cintai budaya negeri ini! Cintai masyarakat Indonesia! Kalau itupun tidak bisa dilakukan, segeralah ganti kewarnegaraan Anda dan semoga bangsa bule yang Anda sanjung-sanjung itu bersedia menerima Anda menjadi warga negaranya!
Fenomena yang kuamati saat itu adalah keramahan masyarakatku terhadap bule begitu sangat jauh dari keramahan yang mereka tampilkan dalam kehidupan sehari-hari. Dari situasi ini, akhirnya menimbulkan pertanyaan di benakku. Sejak kecil aku selalu bertanya-tanya dalam hati, mengapa orang bule selalu dianggap lebih baik dibandingkan dengan orang Indonesia. Tidak hanya itu, aku juga memiliki banyak kenalan yang merasa sangat bangga bahkan sudah mengarah menjadi ke kesombongan apabila memiliki kenalan bule. Perlakuan kepada mereka pun jauh lebih ramah dibandingkan kepada kami yang notabene teman sebangsanya, yang bertumpah darah satu, yaitu darah Indonesia.
Aku akui dalam berbagai hal mereka lebih maju dari kita bangsa Indonesia. Teknologi, pola pikir, pendapatan per kapita, dan juga gaya hidup. Tapi bukan berarti itu bisa menjadikan mereka harus mendapatkan perlakuan yang lebih ramah dari orang Indonesia. Aku bukannya anti apabila ada orang Indonesia yang ingin beramah-tamah dengan orang bule, karena memang sudah seharusnya kita ramah kepada tamu kita. Akan tetapi kalau sampai orang tersebut hanya ramah kepada orang bule dan tidak melakukan hal yang sama kepada masyarakat di sekitarnya, apalagi itu adalah bangsanya sendiri, maka menurutku orang itu tidak layak untuk menikmati sumber daya Indonesia dengan gratis! Dan budaya seperti ini begitu menjamur di masyarakat kita. Terkadang, aku sampai bingung sendiri, katanya bangsa ini terkenal karena keramahannya. Akan tetapi keramahan itu hanya diberikan kepada bangsa lain, sementara bangsa sendiri "diabaikan".
Perilaku kita yang terlalu membanggakan bule dan mengabaikan bangsa sendiri sesungguhnya adalah tindakan yang menjual bangsa ini secara perlahan-lahan dan menyatakan diri siap untuk dijadikan budak oleh mereka. Beberapa bule yang aku kenal mengartikan pesan yang kita sampaikan dengan salah. Anggapan mereka, bahwa orang Indonesia itu adalah pemuja bule. Oleh karena itu, mereka tidak perlu mempersiapkan diri untuk belajar Bahasa Indonesia sebelum datang ke Indonesia. Mereka tidak mempersiapkan diri untuk bisa beradaptasi dengan budaya kita. Karena mereka tahu, bahwa masyarakt Indonesia yang akan memfasilitasi hal tersebut. Hal yang sangat bertolak belakang dengan kondisi kita, ketika kita ke negara mereka, kita harus menguasai bahasa mereka, mempelajari sistem mereka. Dan apakah kita akan disambut dengan keramahan yang sama seperti yang kita lakukan kepada mereka? Anda sendiri bisa menjawabnya.
Fenome lainnya adalah orang Indonesia jauh lebih bangga menjelajahi Eropa atau Amerika dibandingkan dengan Indonesia. Tidak jadi masalah, karena itu soal selera. Yang menjadi masalah adalah ketika kembali dari Eropa atau Amerika, bukannya semakin mencintai bangsa sendiri sebaliknya semakin merendahkan bangsanya, menyalahkan pemerintah, dan mengeluhkan kondisi bangsa ini.
Kalau bukan kita sendiri yang menghargai dan meletakkan bangsa kita di posisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan bangsa lain, siapa lagi? Masakan di negeri kita sendiri pun, kita lebih ramah kepada bule dibandingkan kepada masyarakat kita sendiri? Apa yang kita dapatkan dengan perlakuan seperti ini? Ingin dianggap keren? Dengan tidak menghargai masyarakatmu sendiri?
Masakan selama hidup, kita menikmati sumber daya alam Indonesia, tumbuh bersama-sama dengan masyarakat Indonesia, akan tetapi yang mendapatkan penghargaan lebih adalah bangsa lain?
Adalah bagus memiliki banyak kenalan dan teman dari berbagai negara, akan tetapi adalah sikap yang sangat tidak bisa jadi inspirasi ketika perkenalan kita dengan orang dari berbagai negara menjadi senjata kita dalam menghujat bangsa kita ini.
Kalau kita tidak bisa mengurangi kemacetan di Jakarta, kalau kita tidak bisa membayar pajak dengan jujur, kalau kita tidak bisa mengolah sumber daya alam Indonesia, setidaknya mulailah dari hal kecil, mencintai negeri ini! Cintai budaya negeri ini! Cintai masyarakat Indonesia! Kalau itupun tidak bisa dilakukan, segeralah ganti kewarnegaraan Anda dan semoga bangsa bule yang Anda sanjung-sanjung itu bersedia menerima Anda menjadi warga negaranya!
Saturday 13 June 2015
ITU BUKAN URUSANMU
Di hari Sabtu pagi ini, aku dan suami melakukan saat teduh bersama. Tuhan menyapa kami di pagi hari ini melalui Yohanes 21 : 15 - 22. Dalam perikop ini, Yohanes menuliskan mengenai penampakkan Yesus untuk ketiga kalinya setelah Dia bangkit dari kematian. Bukan hanya menampakkan diri, kali ini Yesus melakukan interaksi personal dengan Petrus. Yesus menanyakan sampai tiga kali kepada Petrus apakah Petrus mencintaiNya?
Dialog selanjutnya antara Petrus dan Yesus adalah mengenai keingintahuan Petrus terhadap murid yang dikasih Yesus, dalam hal ini aku dan suami menduga bahwa murid yang dimaksud adalah Yohanes. Dimana pertanyaan Petrus adalah, "Tuhan, apakah yang akan terjadi dengan dia ini?' Jawaban Yesus adalah : "Jikalau Aku menghendaki supaya Ia tinggal sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau : ikutlah Aku." (Yoh 21 : 22)
Jawaban Yesus ini sangat menokok aku dan suami. Khususnya dalam kalimat, ITU BUKAN URUSANMU. Tetapi engkau, ikutlah Aku.
Dalam keseharian kami menjadi sepasang suami istri (ini tahun kedua pernikahan kami), kami banyak menemukan ketidakadilan. Kami sering membandingkan kehidupan kami dengan kehidupan pernikahan orang lain, khususnya mereka yang diizinkan oleh Tuhan untuk memiliki anak. Kami, khususnya aku juga sering sekali merasa iri hati dengan mereka yang begitu mudah mendapatkan sesuatu sementara aku harus melakukan perjuangan terlebih dahulu. Di perjalananku tidak ada yang mudah. Segala sesuatu yang kudapatkan saat ini semuanya melalui penantian dan perjuangan yang panjang. Sementara orang-orang di sekitarku mendapatkannya dengan begitu sangat mudah.
Dan pada pagi hari ini, Yesus menjawab kami bahwa ITU BUKAN URUSANKU. Bukan urusanku ketika orang-orang di sekitarku mendapatkan rejeki yang lebih banyak dariku. Bukan urusanku ketika mereka bisa mendapatkan apa yang kuperjuangkan dengan sangat sulit sementara mereka mendapatkannya dengan begitu mudah. Bagianku adalah mengikuti Yesus. Mengelola segala yang telah Tuhan berikan kepadaku saat ini untuk kemuliaan nama Tuhan. Untuk yang tidak kumiliki, aku harus berhenti untuk memfokuskan pikiranku ke sana. Yang penting sekarang adalah mnegikuti Tuhan, seperti yang telah Dia minta. Membandingkan diri dengan orang lain tidak akan memberikan sukacita kepadaku, akan tetapi ketika aku memfokuskan diri untuk mengikuti Tuhan maka akan ada kepuasan hati.
Hal yang sama juga terjadi dengan kehidupan kami di dalam bermasyarakat. Dimana masyarakat dimana kami tinggal saat ini adalah mayoritas Islam. Pagi hari ini juga Tuhan menjawab kegalauan hati kami. "Jikalau Aku menghendaki supaya Ia tinggal sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau : ikutlah Aku." (Yoh 21 : 22).
Jikalau sampai hari ini Tuhan menghendaki mereka yang tidak percaya kepada Yesus masih tinggal sampai Dia datang kedua kalinya, itu bukan urusanku. Urusanku adalah mengikut Yesus sampai selama-lamanya.
Perbincangan kami (aku dan suami) di pagi hari ini, membuat kami semakin dikuatkan di dalam menjalani peran kami masing-masing. Kami kembali diingatkan bahwa tujuan kami di dunia ini adalah menjadi pengikut Tuhan dan menjadi berkat bagi orang-orang di sekitar kami. Tidak menjadi masalah apabila saat ini mereka memiliki apa yang tidak kami miliki. Yang pasti, selama ada Tuhan di antara kami, maka itu sudah menjadi kepuasan hati kami.
Hal yang sama juga terjadi dengan kehidupan kami di dalam bermasyarakat. Dimana masyarakat dimana kami tinggal saat ini adalah mayoritas Islam. Pagi hari ini juga Tuhan menjawab kegalauan hati kami. "Jikalau Aku menghendaki supaya Ia tinggal sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau : ikutlah Aku." (Yoh 21 : 22).
Jikalau sampai hari ini Tuhan menghendaki mereka yang tidak percaya kepada Yesus masih tinggal sampai Dia datang kedua kalinya, itu bukan urusanku. Urusanku adalah mengikut Yesus sampai selama-lamanya.
Perbincangan kami (aku dan suami) di pagi hari ini, membuat kami semakin dikuatkan di dalam menjalani peran kami masing-masing. Kami kembali diingatkan bahwa tujuan kami di dunia ini adalah menjadi pengikut Tuhan dan menjadi berkat bagi orang-orang di sekitar kami. Tidak menjadi masalah apabila saat ini mereka memiliki apa yang tidak kami miliki. Yang pasti, selama ada Tuhan di antara kami, maka itu sudah menjadi kepuasan hati kami.
Friday 29 May 2015
Perkembangan psikososial manusia menurut teori Sigmund Freud
Lima tahapan perkembangan psikososial manusia menurut Sigmund Freud :
1. Fase oral
· Manusia mengenal dan merespon dunia luar melalui mulut. Bayi memasukkan segala sesuatu ke mulut dalam upaya pengenalannya akan benda-benda di sekitarnya. Ketika tidak nyaman, lapar, dsb mereka akan meresponnya dengan mulut, yaitu menangis. Untuk mencari putting susu ibu pun dilakukan oleh mulut. Oleh karena itu tugas perkembangan yang harus diselesaikan dalam tahap ini adalah proses penyapihan.
· Apabila gagal dalam tugas perkembangan di fase ini maka akan mengakibatkan :
o adanya ketergantungan kepada orang lain, misalnya : tidak mandiri, cengeng, manja;
o adanya ketergantungan terhadap benda, misalnya rokok, obat-obatan, game, dsb.
· Sikap orang tua atau orang dewasa yang terlalu berlebihan mendampingi anak dalam fase ini juga bisa mengakibatkan anak menjadi orang yang pemilih, misalnya pemilih dalam hal makanan, pakaian, pekerjaan, jodoh, dsb.
2. Fase anal
- Pada fase ini, anak mulai diperkenalkan training toilet. Anak diminta untuk bisa mengendalikan kapan dan dimana bisa mengeluarkan kotoran dari dalam tubuh. Oleh karena itu, tugas utama anak dalam proses ini adalah pengendalian diri.
- Anak yang berhasil melewati fase ini akan tumbuh menjadi manusia yang berprestasi, kompeten, produktif, dan kreatif.
- Anak yang mendapatkan pendampingan terlalu longgar dari orang dewasa atau orang tua di sekitarnya akan mengakibatkan si anak tumbuh menjadi manusia hidupnya berantakan, tamak, dan boros.
- Sementara apabila fase ini terlalu dini disosialisasikan, maka si anak akan tumbuh menjadi manusia yang kaku atau obsesif.
- Dan bila orang tua terlalu mem-push anak dengan tidak diberikan pengertian, anak bisa tumbuh menjadi manusia yang pelit. Hal ini disebabkan kontrol pengendalian anak tidak berkembang dengan baik, sehingga si anak terlalu mengendalikan diri dan merasa bersalah untuk membuang kotoran karena takut pada orang tua.
3. Fase phallic
ü Pada fase ini anak mulai mengenal adanya perbedaan jenis kelamin. Pada fase ini juga anak perempuan memiliki rasa cinta kepada ayahnya, sehingga menganggap ibunya adalah saingannya. Sementara anak laki-laki memiliki rasa cinta kepada ibunya dan menganggap ayahnya adalah saingannya. Apabila orang tua tidak mendampingi anak-anak pada fase ini, bisa mengakibatnya adanya ketidakcocokan antara ibu dengan anak perempuannya atau ayah dengan anak laki-lakinya.
ü Selain itu pada fase ini juga bisa mengakibatkan adanya Oedipus Complex, dimana anak perempuan mencintai laki-laki yang lebih tua darinya, atau anak laki-laki mencintai perempuan yang lebih tua darinya akibat tugas perkembangan psikologis yang belum selesai.
ü Tugas utama dari fase ini adalah pengelolaan rasa kecemasan. Menyadari siapa dirinya, mengenal tubuhnya, dan perbedaannya dengan orang lain adalah “shocking” tersendiri kepada manusia, yang mengakibatkan lahirnya emosi cemas.
ü Apabila fase ini tidak diselesaikan dengan baik, maka anak akan tumbuh menjadi manusia yang neurotic, mengalami PANIC DISORDER, pencemas, tidak percaya diri (minder, rendah diri), gampang gugup.
4. Fase latent
§ Setelah mengenal diri sendiri, mengenal orang tua, pada fase ini anak akan belajar mengenal saudara kandung, tetangga, anak-anak lain yang seumurannya, keluarga besar.
§ Pada fase ini tugas perkembangan anak adalah interaksi sosial, komunikasi dengan manusia lain, sikap mengalah, dan berkorban.
§ Pada usia ini, anak biasanya menampilkan sikap egois, meminta seluruh orang di sekitarnya untuk memperhatikan dia.
§ Apabila anak memiliki adik baru pada fase ini, maka anak membutuhkan pendamping double, bukan mengurangi karena pada fase ini adalah fase persiapan anak untuk melangkah mengenal dunia luar. Fase ini akan penentu apakah anak akan menjadi manusia yang bermanfaat bagi lingkungan sosialnya atau malah menjadi sampah masyarakat.
5. Fase genital
Ø Setelah mengenal diri sendiri, orang tua, saudara kandung, lingkungan sosial, maka pada tahap ini anak akan belajar untuk mencari keseimbangan hidupnya. Jadi tugas utamanya adalah untuk mencari keseimbangan hidup.
Ø Apabila anak tidak berhasil pada fase ini maka anak tersebut akan tumbuh menjadi manusia yang tidak memiliki tujuan dan visi dalam hidupnya.
Demikianlah lima tahapan psikososial manusia. Semoga dengan mengetahui tahapan ini, kita semakin diberikan rasa empati kepada setiap orang di sekitar kita untuk tidak menghakimi mereka di dalam setiap kekurangan mereka. Semoga penjelasan di atas bisa membantu kita untuk bisa menerima orang-orang di sekitar kita seperti Yesus menerima kita apa adanya.
Terakhir, semoga kita bisa mempraktekkannya sehingga anak-anak yang dititipkan Tuhan kepada kita, bisa menemukan tujuan hidupnya di dunia ini.
1. Fase oral
· Manusia mengenal dan merespon dunia luar melalui mulut. Bayi memasukkan segala sesuatu ke mulut dalam upaya pengenalannya akan benda-benda di sekitarnya. Ketika tidak nyaman, lapar, dsb mereka akan meresponnya dengan mulut, yaitu menangis. Untuk mencari putting susu ibu pun dilakukan oleh mulut. Oleh karena itu tugas perkembangan yang harus diselesaikan dalam tahap ini adalah proses penyapihan.
· Apabila gagal dalam tugas perkembangan di fase ini maka akan mengakibatkan :
o adanya ketergantungan kepada orang lain, misalnya : tidak mandiri, cengeng, manja;
o adanya ketergantungan terhadap benda, misalnya rokok, obat-obatan, game, dsb.
· Sikap orang tua atau orang dewasa yang terlalu berlebihan mendampingi anak dalam fase ini juga bisa mengakibatkan anak menjadi orang yang pemilih, misalnya pemilih dalam hal makanan, pakaian, pekerjaan, jodoh, dsb.
2. Fase anal
- Pada fase ini, anak mulai diperkenalkan training toilet. Anak diminta untuk bisa mengendalikan kapan dan dimana bisa mengeluarkan kotoran dari dalam tubuh. Oleh karena itu, tugas utama anak dalam proses ini adalah pengendalian diri.
- Anak yang berhasil melewati fase ini akan tumbuh menjadi manusia yang berprestasi, kompeten, produktif, dan kreatif.
- Anak yang mendapatkan pendampingan terlalu longgar dari orang dewasa atau orang tua di sekitarnya akan mengakibatkan si anak tumbuh menjadi manusia hidupnya berantakan, tamak, dan boros.
- Sementara apabila fase ini terlalu dini disosialisasikan, maka si anak akan tumbuh menjadi manusia yang kaku atau obsesif.
- Dan bila orang tua terlalu mem-push anak dengan tidak diberikan pengertian, anak bisa tumbuh menjadi manusia yang pelit. Hal ini disebabkan kontrol pengendalian anak tidak berkembang dengan baik, sehingga si anak terlalu mengendalikan diri dan merasa bersalah untuk membuang kotoran karena takut pada orang tua.
3. Fase phallic
ü Pada fase ini anak mulai mengenal adanya perbedaan jenis kelamin. Pada fase ini juga anak perempuan memiliki rasa cinta kepada ayahnya, sehingga menganggap ibunya adalah saingannya. Sementara anak laki-laki memiliki rasa cinta kepada ibunya dan menganggap ayahnya adalah saingannya. Apabila orang tua tidak mendampingi anak-anak pada fase ini, bisa mengakibatnya adanya ketidakcocokan antara ibu dengan anak perempuannya atau ayah dengan anak laki-lakinya.
ü Selain itu pada fase ini juga bisa mengakibatkan adanya Oedipus Complex, dimana anak perempuan mencintai laki-laki yang lebih tua darinya, atau anak laki-laki mencintai perempuan yang lebih tua darinya akibat tugas perkembangan psikologis yang belum selesai.
ü Tugas utama dari fase ini adalah pengelolaan rasa kecemasan. Menyadari siapa dirinya, mengenal tubuhnya, dan perbedaannya dengan orang lain adalah “shocking” tersendiri kepada manusia, yang mengakibatkan lahirnya emosi cemas.
ü Apabila fase ini tidak diselesaikan dengan baik, maka anak akan tumbuh menjadi manusia yang neurotic, mengalami PANIC DISORDER, pencemas, tidak percaya diri (minder, rendah diri), gampang gugup.
4. Fase latent
§ Setelah mengenal diri sendiri, mengenal orang tua, pada fase ini anak akan belajar mengenal saudara kandung, tetangga, anak-anak lain yang seumurannya, keluarga besar.
§ Pada fase ini tugas perkembangan anak adalah interaksi sosial, komunikasi dengan manusia lain, sikap mengalah, dan berkorban.
§ Pada usia ini, anak biasanya menampilkan sikap egois, meminta seluruh orang di sekitarnya untuk memperhatikan dia.
§ Apabila anak memiliki adik baru pada fase ini, maka anak membutuhkan pendamping double, bukan mengurangi karena pada fase ini adalah fase persiapan anak untuk melangkah mengenal dunia luar. Fase ini akan penentu apakah anak akan menjadi manusia yang bermanfaat bagi lingkungan sosialnya atau malah menjadi sampah masyarakat.
5. Fase genital
Ø Setelah mengenal diri sendiri, orang tua, saudara kandung, lingkungan sosial, maka pada tahap ini anak akan belajar untuk mencari keseimbangan hidupnya. Jadi tugas utamanya adalah untuk mencari keseimbangan hidup.
Ø Apabila anak tidak berhasil pada fase ini maka anak tersebut akan tumbuh menjadi manusia yang tidak memiliki tujuan dan visi dalam hidupnya.
Demikianlah lima tahapan psikososial manusia. Semoga dengan mengetahui tahapan ini, kita semakin diberikan rasa empati kepada setiap orang di sekitar kita untuk tidak menghakimi mereka di dalam setiap kekurangan mereka. Semoga penjelasan di atas bisa membantu kita untuk bisa menerima orang-orang di sekitar kita seperti Yesus menerima kita apa adanya.
Terakhir, semoga kita bisa mempraktekkannya sehingga anak-anak yang dititipkan Tuhan kepada kita, bisa menemukan tujuan hidupnya di dunia ini.
Thursday 21 May 2015
AKU DAN BUDAYAKU
Bagi masyarakat Indonesia,
menikah dan memiliki anak telah menjadi bagian dari siklus kehidupan. Setelah
menyelesaikan study, memiliki
penghasilan, maka orang tua dan lingkungan pun akan mendesak untuk menikah dan
memiliki anak. Kesimpulannya, memiliki penghasilan dan sudah melewati masa
pubertas menjadi tiket masuk ke dunia pernikahan. Bahkan di beberapa kelompok masyarakat
tertentu di Indonesia, memiliki penghasilan tetap atau tidak, tidak menjadi
masalah untuk memasuki dunia pernikahan. Lebih jauh lagi, apabila belum menikah
maka lingkungan sosial akan menilai negatif, dikucilkan, akibatnya yang bersangkutan
pun semakin tertekan yang pada akhirnya membawa mereka kepada keputusan untuk
menikah walau sesungguhnya tidak ingin. Hanya untuk sebagai status saja.
Tidak bisa dipungkiri, negara
Indonesia yang memiliki banyak budaya yang masih cukup kental, menjadi penentu
dalam keputusan pernikahan. Disinilah akhirnya yang membawa para generasi muda
sekarang menyalahkan budaya yang berujung pada tidak memiliki self belonging terhadap kebudayaan
sendiri. Menjalani kehidupan yang begitu rumit dan sibuk sudah cukup menyita
waktu bagi generasi muda, ditambah lagi dengan realita bahwa mereka harus aktif
untuk melanjutkan warisan kebudayaan yang penerapannya sudah tidak masuk akal
lagi menurut mereka.
Perlahan tapi pasti, generasi
muda sudah enggan untuk melanjutkan warisan budaya. Budaya dan kebiasaan negara
lain jauh lebih menarik bagi mereka karena pendekatan dan penerapannya cukup
logis bagi pola pikir generasi muda sekarang. Bukan berarti setiap budaya di
Indoensia tidak logis, hanya saja penerapannya yang tidak terlalu dipaksakan
dan tidak meninggalkan kesan yang bermanfaat bagi mereka yang menjalaninya.
Demikian halnya dengan pernikahan, para generasi muda yang menjalani dunia
pernikahan bukan lagi karena keinginan mereka melainkan karena tuntutan sosial
dan orang tua.
Hasilnya, banyak pernikahan yang gagal di usia
muda. Anak-anak korban perceraian pun semakin bertambah setiap harinya. Setiap
hari kita disungguhkan dengan perilaku-perilaku anak muda yang sudah melewati
batas standar sosial.
Akankah kita tinggal diam dengan semua ini?
Kehancuran moral dan pribadi generasi muda sudah semakin tidak terkontrol lagi.
Mungkin salah satu langkah yang paling tepat adalah dengan berhenti saling
menyalahkan dan mulai mengkritisi setiap kebiasaan yang ada. Apakah budaya dan
kebiasaan yang diwariskan nenek moyang kita masih cukup relevan untuk
diaplikasikan saat ini? Mari berpikir sejenak dan mencari solusi untuk tetap
melestarikan budaya dan kebiasaan nenek moyang kita dengan tidak mengorbankan
eksistensi kita sebagai manusia seutuhnya di dunia yang serba
komputerisasi ini.
Subscribe to:
Posts (Atom)